Minggu, 17 Agustus 2014

TANTANGAN DALAM MEMBANGUN KEMANDIRIAN DAERAH



Oleh :
DR. H.Rachmat Maulana S.Sos MSi


A. PENDAHULUAN


Lahirnya kebijakan Otonomi Daerah melalui undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan sebuah era baru yang menempatkan posisi pemerintah daerah sebagai sebuah harapan baru untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dengan luasnya kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah maka pemerintah daerah lebih leluasa untuk melakukan berbagai kreasi, inovasi, dan improvisasi dalam menata ulang manejemen pemerintahannya.
Oleh karenanya bagi pemerintah daerah yang lebih cepat dan tanggap menangkap esensi terhadap kebijakan otonomi daerah ini maka otonomi daerah akan  diartikan sebagai sebuah tantangan dan peluang dalam mempercepat ketertinggalan dan menyelesaikan berbagai kebutuhan masyarakat sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang lebih efisien, efektif, responsive dan akuntabel. Sedangkan bagi pemerintah daerah yang apatis dan lebih menunggu terhadap berbagai macam perubahan serta lebih menikmati romantisme masa lalu cendrung melihat kebijakan otonomi daerah sebagai sebuah hambatan bahkan sebagai sebuah petaka yang dianggap sebagai “era kebingungan” karena pemerintah daerah semacam ini tidak memiliki kemauan dan tekad untuk berusaha merubah dirinya. Apa yang sebenarnya terfikir oleh pemerintah daerah semacam ini adalah hanya menunggu dan menunggu tanpa berbuat apa – apa karena mereka sudah tidak mau lagi berfikir untuk kepentingan pada masa yang akan datang.  
            Kemandirian daerah pada hakekatnya adalah kemampuan yang dimiliki oleh daerah untuk membangun dirinya sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhannya dan tidak tergantung kepada daerah lain apalagi kepada pemerintah pusat. Dengan adanya era otonomi daerah pada saat ini maka menurut penulis bahwa sebuah daerah sangat mungkin untuk membangun dirinya sebagai daerah yang mandiri hanya saja terdapat prasyarat yang harus dimiliki oleh pemerintah daerahnya yaitu kemampuan untuk cepat tanggap untuk sesegera melakukan berbagai perubahan yang sesuai dengan kebutuhannya baik kebutuhan perubahan internal manajemen pemerintah daerah dan kebutuhan masyarakat didaerahnya.
            Tujuan dari Kemandirian daerah pada hakekatnya adalah untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang dapat dirasakan dengan ukuran yang jelas dan konkrit dengan parameter berupa peningkatan Indek Pembangunan Manusia yang mengedapankan pada tiga aspek yaitu (1) Peningkatan Derajat Kesehatan Manusia (2) Peningkatan kualitas Pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat dan (3) peningkatan daya beli masyarakat untuk membiayai kehidupannya sehari – hari.

B. TANTANGAN YANG DIHADAPI

            Kemandirian bukan berarti tidak lagi memerlukan bantuan dari orang lain bukan pula kemandirian diartikan sebagai sebuah kemapanan yang yang berdiri sendiri. Akan tetapi kemandirian daerah yang didefinisikan oleh penulis adalah kemampuan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam mengelola menejemen pemerintahan daerah dan memberikan, memfasilitasi serta dan mencari berbagai solusi bagi kepentingan dan kebutuhan hajat hidup masyarakat dalam wilayahnya. Menurut Rasyid (1998) menyatakan bahwa Pemerintah daerah yang bertanggungjawab kepada rakyatnya adalah pemerintah daerah yang dapat memberikan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat sebelum masyarakat meminta.
            Kemandirian daerah memiliki dimensi yang sangat luas terlebih lagi dalam era otonomi daerah saat ini. Akan tetapi paling tidak batasan yang penulis ambil sebagai benang merah dari sebuah kemandirian adalah terciptanya tatanan pemerintah daerah dan masyarakatnya untuk dapat membangun dirinya sendiri. Kondisi ini memang terasa sangat ideal dan bagi beberapa daerah kemandirian daerah dijadikan sebuah visi untuk dapat diraih.
            Akan tetapi yang menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana menghadapi banyaknya tantangan dalam membangun kemandirian daerah. Karena keberadaan organisasi pemerintah daerah saat ini sudah terlanjur di “set-up” sama dan sebangun  serta sejenis seperi sebuah mobil yang keluar dari pabrik dengan satu type dan satu kelas serta satu jenis, sedangkan tuntutan kebutuhan tiba-tiba harus berubah sesuai dengan kebutuhan daerahnya masing-masing. Oleh karenya penulis mencoba untuk mendeskripsikan beberapa tantangan yang menurut penulis merupakan tantangan yang sangat prinsip untuk dihadapi dan dicermati yaitu:

1.    Rekrutment Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah
Kemandirian suatu daerah memerlukan figure dan kapasitas leadership yang sangat kuat, artinya tidak mungkin suatu daerah dapat “berlari cepat” dan berupaya sekeras dan sekuat mungkin apabila pimpinan dari suatu Daerh yaitu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tidak memiliki kompetensi dan kapasitas Leadership yang kuat sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut. Fakta menunjukkan banyak Kepala Daerah hanya bersifat populer sehingga mereka dapat dipilih oleh rakyatnya, akan tetapi kompetensi dan kapasitas Leadership yang dimilikinya sangat minim untuk memimpin manajemen pemerintahan daerah.
Menyelenggarakan dan memimpin manajemen pemerintahan daerah membutuhkan beberapa modal dasar yang sangat kuat dan harus “built in” di dalam diri sosok Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah. Modal  dasar tersebut antara lain : (1) modal kemampuan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan tetang pemerintahan dan ilmu manajemen yang dikolaborasikan dengan ilmu – ilmu lain sehingga sosok pemimpin benar – benar dapat memahami esensi dan makna pemerintahan. (2) modal moral, etika dan kejujuran yang benar – benar dijunjung tinggi dalam melaksanakan amanah sebagai seorang pimpinan daerah sehingga sosok pemimpin benar – benar menjadi tauladan bagi semua orang terutama bagi para PNS dan masyarakatnya di daerah. (3) modal keberanian dan rasionalitas dan empati yang tinggi dalam mengangambil setiap kebijakan dengan tepat, cepat dan akurat sehngga setiap permasalahan yang terjadi cepat dapat direspon. Hal ini penting bagi semua stakeholder untuk menjamin sebuah kepastian. (4) modal keberanian untuk meletakkan kepentingan pribadi dan keluarga serta kelompok dibawah kepentingan tugas dalam memimpin daerah. Bahkan pemimpin yang berhasil berani meninggalkan kepentingan – kepentingan tersebut sehingga dalam melaksanakan tugas benar – benar fokus dan tidak terjadi konflik kepentingan yang merupakan akar yang selalu mengganggu jalan roda pemerintahan.
Oleh karena itu dalam melakukan rekrutment Kepala Daerah dan wakil Kepala daerah harus diatur oleh Undang – Undang secara ketat dengan berbagai persyaratan – persyaratan yang sangat kuat sehingga aturan tersebut dapat benar- benar menjadi benteng yang kuat bagi setiap warga negara Republik Indonesia untuk mencalonkan diri sebagai Kepala daerah dan wakil kepala Daerah. Perlu digaris bawahi bahwa menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah merupakan tugas mulia dan medan berat serta  ladang ibadah bukan mencari kehidupan dunia, kekayaan bahkan popularitas belaka. Ingat bahwa apa yang dilakukan kita sebagai manusia pasti dminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT kelak pada sat kita di hari akhirat.
2.    Kejelasan Visi dan Misi yang akan dilaksanakan
Sosok pemimpin Daerah yang telah dipilih oleh rakyat harus mampu mengidentifikasi berbagai permasalahan yang sangat penting bagi kemajuan daerah. Kemamndirian daerah dapat diartikan suatu kemampuan untuk memiliki solusi bagi setiap masalah yang dihadapi. Oleh karena itu kejelasan visi dan misi sebagai bentuk slogan yang akan menjawab berbagai permasalahan di daerah menjadi mutlak untuk dirumuskan dengan parameter yang dapat diukur secara jelas capaiannya bukan sekedar jargon basa basi yang enak dibaca, keren dipajang tapi nonsense atau tidak mungkin dapat dicapai.
Kejelasakan visi dan misi wajib dirumuskan dengan benar dan penuh dengan kejujuran karena visi dan misi ini menjadi arah kebijakan yang akan diukur setiap tahunnya selama lima tahun dan perlu diingat wajib untuk dipertanggungjawabkan tingkat capaiannya. Banyak daerah yang memiliki visi dan misi hanya sebatas bentuk formalitas yang diwajibkan oleh perundang-undangan, apabila ini terjadi maka wajar saja kalau suatu daerah tidak mengalami perkembangan bahkan mengalami kekacauan manajemen pemerintahan yang berjalan tanpa arah dan tanpa harapan.




3.    Komitment  Kerja Yang Konsisten Dalam Melaksanakan Tugas
Mengutip kata yang sangat inspiratif yang disampaikan oleh Dahlan Iskan bahwa kalau kita mau maju kata kuncinya adalah Kerja, kerja dan kerja. Ketiga kata ini  merupakan suatu rangkaian yang menurut penulis adalah sebuah nilai kerja yang sangat konsisten sehingga apabila daerah ingin mandiri maka semua pemangku kepentingan harus berfikir untuk bekerja dan bekerja dengan sebaik baiknya. Bekerja dengan nilai yang konsisiten membutuhkan keberanian untuk mengalahkan egoisme yang dimiliki oleh masing – masing pemangku kepentingan. Jadi ketika daerah ingin mandiri maka kata kuncinya adalah semua pihak wajib berkontribusi secara nyata dalam bentuk yang konkrit yaitu bekerja sesuai dengan tanggungjawabnya masing – masing. Tanpa itu rasanya kemandirian daerah hanya sebatas wacana yang akan sulit diwujudkan.
4.    Kemampuan Dalam Mengelola Manajemen Pemerintahan
Penulis menempatkan kemampuan Manajemen pemerintahan daerah menjadi titik focus pertama yang perlu dibahas karena posisi pemerintah daerah merupakan pilar utama dalam membangun kemandirian daerah. Hal ini seiring dengan peran pemerintah yang dijadikan sebagai “Engine of Growth” dan lokomotif dalam menarik sebuah perubahan. Posisi inilah yang menyebabkan peran pemerintah dijadikan sebuah kiblat dalam membangun kemandirian daerah. Asumsi yang penulis kemukakan disini adalah bahwa makin baiknya manajemen pemerintahan daerah dilaksanakan dengan menggunakan prinsip – prinsip good government  maka daerah akan lebih mandiri.
5.    Lambatnya respon dalam menghadapi perubahan
Penulis menyadari bahwa merubahn “Mind Set” dalam menghadapi perubahan tidak semudah membalikan telapak tangan, akan tetapi harus ada kemauan kuat untuk sesegera mungkin melakukan respon terhadap semua perubahan yang terjadi dengan bentuk yang berbeda – beda. Perubahan bisa datang dari tiga hal yaitu (1) perubahan dari dalam internal organisasi. (2) perubahan dari ekternal organisasi dan (3) perubahan yang dapat dari lingkungan. Ketiga perubahan dimaksud menjadi tantangan yang sangat penting untuk segera direspon dengan berbagai upaya yang wajib dilaksanakan dengan tepat, cepat dan akurat terutama perubahan – perubahan yang berdampak kepada kondisi sosial mayarakat. Hal ini penting dilakukan sebagai bentuk nyata dari pemerintah bagi rakyatnya.
Terdapat hal menarik yang perlu dicermati dan segera direspon secara tepat dan cepat oleh manajemen pemerintahan berkaiatan dengan perubahan berbagai peraturan yang kehadirannya dapat penulis kategorikan dengan beberapa hal: (1) perubahan datang dengan tiba – tiba contohnya banyak berbagai peraturan dari pemerintah pusat yang datang tanpa ada sosialisasi yang jelas sehingga banyak korban atas terlaksanakanya perubahan tersebut terlebih lagi yang berkaitan dengan aspek hukum.    (2) perubahan yang datang secara terstruktur dan terencana. Model perubahan ini harusnya dapat diantisipasi dan dapat dilasanakan dengan baik. (3) perubahan yang tidak konsisisten maksudnya ada peraturan yang datang silih berganti misalnya hari naik besok kembali lagi. Kejadian ini akan menjadi bibit konflik ditengah – tengah masyarakat.
6.    Keterbatasan Kemampuan Sumber Daya Manusia Dalam Mengelola Manajemen Pemerintahan Daerah
Fakta yang kita dapat bahwa kualitas kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola manajemen pemerintahan daerah saat ini sangat memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain (1) secara kuantitas Kemampuan Sumber Daya Manusia terutama jumlah PNS sangat besar tetapi jumlah tersebut tidak berbanding lurus dengan kualitas yang dipersyaratkan untuk melaksanakan tugas pokok. (2) pola rekrutment yang tidak jelas standar kompetensinya mengakibatkan para pegawai dapat menjadi PNS menjadi tidak terstandar dengan jelas, akibatnya para PNS tersebut tidak siap untuk melaksanakan tugas pokok, (3) penyelengara rekrutment CPNS yang tidak profesional dan syarat diintervensi oleh berbagai kepentingan. Dengan dalih otonomi daerah maka daerah dapat melakukan seleksi dengan standar yang tidk jelas hal ini mengakibatkan kualitas CPNS tidak dapat dipertanggungjawabkan, (4) penempatan PNS yang tidak sesuai dengan kompetensinya dan lebih bersifat sekedar menempatkan bukan berdasarkan kebutuhan nyata, walhasil PNS tidak berikan tanggungjawab tapi tidak dapat berbuat banyak untuk melaksanakan tugas alias tidak siap. (5) warisan Stok PNS yang hanya berorientasi sebagai “pekerja” yang menerima penghasilan ketibang sebagai sosok abdi negara dan abdi masyarakat yang bekerja untuk kepentingan negara dan masyarakat. Kondisi ini akhirnya menjadi carut marut dalam pola pembinaan pegawai karena masing – masing generasi PNS saling memeberikan “nilai  dan warna” bagi PNS lainnnya. Akibatnya PNS yang profesional netral dan sejahtera masih hanya wacana yang selalu digembar gemborkan untuk dijadikan simbol Reformasi birokasi.
Lantas apa yang harus dilakukan dari berbagai tantangan diatas sehingga Kemampuan Sumber Daya Manusia Dalam Mengelola Manajemen Pemerintahan Daerah menjadi sangat terbatas. Menurut pnulis ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi keterbatan tersebut antara lain : (1) Pemerintah Pusat harus berani memutus rantai pola rekrutment gaya lama yang diserahkan kepada daerah dan instansi lain. Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementrian Reformasi dan Pendayagunaan Aparatur Negara harus  berani membentuk Tim khusus yang sangat steril dari kepentingan – kepentingan untuk menyusun berbagai ketentuan dan secara langsung memimpin pelaksanaan rekrutment CPNS sehingga hasil dari pola ini didapat CPNS yang sangat terseleksi dengan ketat dan sangat obyektif sesuai dengan kompetensi yang dibutuhakan. (2) melakukan kaji ulang terhadap keberadaan PNS yang telah ada untuk dipilah dan dipilih secara cermat dan teliti sesuai dengan standar – standar yang teah ditetapkan sehingga didapat pola – pola pembinaan agar hasil pembinaan dapat memberikan perubahan kepada tingkat kompetensi dan standar etik yang dimiliki oleh masing – masing PNS. (3) memberikan kompensasi berupa gaji dan berbagai tunjangan yang sesuai dengan standar hidul layak dan sejahtera bukan standar hidup minimum. Hal ini penting agar berkarier menjadi PNS benar – benar pilihan yang rasional bukan sekedar hanya slogan pengabdian yang tidak logis.

D. PENUTUP

Kemandirian daerah bukan suatu keniscayaan, bukan suatu impian yang tidak mungkin bahkan suatu kahayalan, akan tetapi kemandirian daerah dapat diraih apabila semua pihak terutama manajemen pemerintahan daerah dapat melakukan upaya – upaya yang konkrit dengan ukuran – ukuran capaian yang dinginkan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi secara bersama – sama dengan berbagai pihak yaitu semua komponen baik itu pengusaha, masayarakat, kalangan akademisi, para tokoh dan semua elemen untuk mewujudkan kemandirian daerah. Tanpa kebersamaan maka kemandirian daerah akan hanya menjadi slogan dan manis dibaca dan enak dipandang tapi tidak dapat dirasakan manfaatnya.
Demikian beberapa hal yang dapat penulis sampaikan berkaitan dengan kemandirian daerah. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

========  Salam Perubahan ===========

Tidak ada komentar:

Posting Komentar