OLEH : DR. H. RACHMAT MAULANA S.SOS, M.SI
Dewasa ini dampak dan globalisasi telah merubah lingkungan kehidupan
manusia dan berbagai aspek. masyarakat semakin cerdas dan kritis terhadap
segala perubahan yang terjadi. Kondisi ini pada gilirannya menuntut pemerintah
dapat menjalankan fungsinya sebagai pelayan masyarakat dapat dilaksanakan
secara reponsif dan aspiratif.
Pemerintah dimaksud adalah
pemerintah daerah (local
government) yang menumt Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 pada pasal
1 huruf b rnenyatakan bahwa
"Pemerintah Daerah
adalah kepala daerah
beserta perangkat daerah otonom
yang lain sebagai
badan eksekutif daerah". Pemerintah daerah inilah yang
diberi kewenangan untuk melaksanakan otonomi daerah. Hal ini sejalan dengan
pendapat Common, Flynn and Melon (1992 : 139) yang menyatakan bahwa ".......one
of it's main recommendations was to give much greater autonomy to
managers at the local level. Namun kedekatan posisi saja belumlah menjamin terpenuhinya
kebutuhan masyarakat, karena yang lebih penting adanya hal dan kewenangan yang
dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kebutuhan masyarakatnya.
Menurut Rasyid (1997), salah satu cara unluk mendekatkan pemerintah
kepada masyarakat adalah dengan menerapkan kebijakan desenlralisasi, sedangkan
Riwu Kaho (1998) menyatakan bahwa "sebagai akibat dan pelaksanaan desentralisasi
timbullah daerah otonom"
Kata desentralisasi seringkali dianggap sebagai suatu obat mujarab dan
malah mengandung suatu nilai dogmatic dalam memecahkan masalah-masalah
hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah. hal ini disebabkan karena sistem
pemerintahan yang terdesentralisasi dianggap sebagai suatu cara atau model yang
dapat mengembalikan kekuasaan pada bagian terbawah dari yaitu sistem
kemasyarakatan. Dengan demikian desentralisasi sebagai suatu sistem
pemerintahan mengandung makna demokratisasi pemerintahan. Walaupun demikian
pengertian desentralisasi sendiri hingga kini masih sering diperdebatkan orang.
Perdebatan tentang desentralisasi tersebut tidak hanya terbatas pada
terminologinya saja, tetapi juga pada pengertian desentralisasi itu sendiri
(Mawhood, 1983; Rondinelli & Chema, 1983; Davey, 1989),
Desentralisasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membagi
kekuasaan, pembagian kekuasaan
secara teoritis dapat dilakukan melalui dua cara, yakni capital division of
power dan areal division of power. Capital division of power merupakan
pembagian kekuasaan sesuai dengan ajaran trias politics dari Montesque,
yakni membagi kekuasaan menjadi kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang
(kekuasaan eksckutif), kekuasaan untuk membuat undang-undang (kekuasaan legislatif)
dan kekuasaan kehakiman (yudikatif). Sedangkan areal
division of power dapat dilakukan dengan dua cara, yakni desentralisasi dan
dekonsentrasi. Desentralisasi mempakan penyerahan kekuasaan secara legal
(yang dilandasi hukum) untuk melaksanakan fungsi tertentu atau fungsi yang
tersisa kepada otoritas lokal yang secara formal diakui oleh konstitusi (Maddick,
1963). Sedangkan dekonsentrasi merupakan pendelegasian kekuasaan untuk
melaksanakan fungsi-fungsi tertentu kepada staf pemerintah pusat yang berada di
luar kantor pusat (Maddick, 1963).
Pandangan lain mengenai pengertian desentralisasi dikemukakan oleh Chema
dan Rondinelli (1983). Menurut mereka desentralisasi .,.. is the transfer or
delegating of planning, decision waking or management authority from the
centra! government and ifs agencies to field organizations, subordinate
units of government, self-autonotnous public coorporations, area wide or
regional authorities, functional authorities, or non governmental organizations
(Chema and Rondinelli, 1983). Tipe desentralisasi ditentukan oleh sejauh
mana otoritas atau kekuasaan ditransfer dari pusat dan aransemen institusional (institutional
arrangement) atau pengaturan kelembagaan apa yang digunakan untuk melakukan
transfer tersebut. Dalam hal ini desentralisasi dapat berupa yang paling
sederhana, yakni penyerahan tugas-tugas rutin pemerintahan hingga ke pelimpahan
kekuasaan (devolusi) untuk melaksanakan frmgsi-fungsi tertentu yang
sebelumnya dipegang oleh pemerintah pusat.
Menurut Chema dan Rondinelli (1983) selanjutnya decentralization dapat
dilaksanakan dengan dua cara, yakni dengan melakukan desentralisasi fungsional (functional
decentralization) atau dengan cara nuslaksanakan
desentralisasi teritorial (areal decentralization). Desentralisasi fungsional
merupakan suatu transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada
lembaga-lembaga tertentu yang memiliki fungsi tertentu pula. Misalnya adalah
penyerahan kewenangan atau otoritas untuk mengelola suatu jalan toll dari
Departemen Pekerjaan Umum kepada suatu BUMN tertentu. Sedangkan desentralisasi
teritorial merupakan transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada
lembaga-lembaga publik yang beroperasi di dalam batas-batas area tertentu,
seperti pelimpahan kewenangan tertentu dari pemerintah pusat kepada pemerintah
provinsi, kabupaten atau kota, Atas dasar kedua cara tersebut maka menurut
Chema dan Rondinelli (1983) terdapat empat bentuk desentralisasi yang dapat
digunakan oleh pemerintah untuk melakukan transfer otoritas, baik dalam
melakukan perencanaan maupun pelaksanaan otoritas tersebut, yakni deconcentration
(dekonsentrasi), delegation (delegasi), devolution (devolusi),
privatization (privatisasi). Pengertian desentralisasi menurut Maddick
dan Addfer (Iloessein, 2000) mengandung dua elemen yang bcrtalian, yakui
pembenlukan daerah otcmorn dan penyerahan kekuasaan secara hukum untuk
menangani bidang-bidang pemrintahan tertentu.
Sedangkan menurut Rondinelli, Nellis dan Chema (1983) desentralisasi
melahirkan penguatan baik dalam bidang finansial maupun legal (dalam arti
mengatur dirinya sendiri, mcngambil keputusan) dari unit-unit pemerintahan
daerah. Dengan desentralisasi maka aktivitas- aktivitas yang sebelumnya
dilaksanakan oleh pemerimah pusat secara substansial diserahkan kepada
unit-unit pemerintahan daerah, dan dengan demikian berada di luar kontrol pemerintah
pusat Menurut Rondinelli dan Nellis (1983) karakteristik utama dari desenttralisasi
adalah kewenangan unit-unit pemerintahan lokal yang otonom, dan indepennden
secara jelas dipersepsikan sebagai tingkat pemerintahan yang terpisah dengan
mana otoritas yang diberikan kepadanya dengan hanya sedikit atau malah tanpa kontrol
lansung dari pemerintab pusat Kedu, pemerintah lokal yang memiliki
batas-batas geografis yang jelas dalam mana mereka melaksanakan otoritas clan
memberikan pelayanan publik, Ketiga pemerintah lokal yang memiliki status sebagai korporat
dan memiliki kekuasaan
untuk mengelola sumber daya
yang dibutuhkan untuk
melaksanakan fungsi-fungsinya.
Dengan demikian desentralisasi melahirkan daerah otonom, Daerah otonom
memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah berada di luar hirarki organisasi
pemerintah pusat, bebas bertindak, tidak berada di bawah pengawasan langsung
pemerintah pusat bebas berprakarsa untuk mengambil keputusan atas dasar
aspirasi masyarakat, tidak diintervensi oleh pemerintah pusat, mengandung
integritas sistem, memiliki batas-batas tertentu (boundaries), serta
memiliki identitas (Hoossein, 1997). Sementara
itu menurut Smith (1967) desentralisasi akan melahirkan pemerintahan daerah (local
self government), sedangkan dekonsentrasi akan melahirkan pemerintahan
lokal.
Dalam rangka menjalankan sistem desentralisasi pemerintahan, di daerah-daerah
dibentuk pemerintah daerah (local government) yang merupakan badan hukum
yang terpisah dari pemerintah pusat (central governtncnt) (Hoessein,
2000), Kepada pemerintah-pcmerintah daerah tersebut diserahkan sebagian dari
fungsi-fungsv pemerintahan (yang sebelumnya merupakan fungsi pemerintah pusat)
untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Disamping itu kepada daerah-daerah
diserahkan pula sumber-sumber pendapatan yang dapat digunakan untuk membiayai
fungsi-fungsi yang telah discrahkan, Demikian pula secara organisasi dibentuk Dewan
Penvakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang anggota-anggotanya dipilih melalui suatu
sistem pemilihan umum.
Dengan demikian pemerintah daerah merupakan suatu lembaga yang mempunyai
kekuasaan otonomi untuk menentukan kebijaksanaannya sendiri, bagaimana menjalankan
kebijaksanaan tersebut, serta bagaimana cara-cara untuk membiayainya.
Pelaksanaan desentralisasi kemudian dapat dilihat pada berbagai aspek pada
sistem pemerintahan daerah yang ada, seperti aspek keuangan, aspek pelimpahan
kewenangan, aspek kepegawaian, serta sikap dan perilaku para elite di tingkat
pusat maupun daerah.
Menurut Undang-undang Nomor 32 lahun 2004 pada Pasal 1 huruf I, bahwa
daerah otonom adalah "Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
daerah tertentu, yang berwenang rnengatur dan mengurus kepentmgan masyarakat setempat
menurut prakarsa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia" Kemudian
Ndraha (2001) menyebutkan bahwa ada lima posisi daerah yaitu : (1) sebagai
masyarakat hukum. (2) sebagai unit usaha ekonomi (3) sebagai suatu lingkungan
budaya, (4) sebagai satuan lingkungan, dan (5) sebagai subsistem politik.
Dengan demikian akan semakin tepat bila desentralisasi tersebut
diselenggarakan oleh daerah sehingga masyarakat akan lebih dekat dengan pemeritah
yang akan sering terjadi kontak baik secara fisik maupun psikdogis. Daerah yang
wilayahnya terlalu luas akan menyulitkan jangkauan pemerinlah untuk melayani
masyarakatnya, daerah yang demikianlah yang perlu dimekarkan menjadi beberapa
daerah sehingga rentang kendali menjadi semakin dekat dan pelayanan kepada
masyarakat menjadi terjangkau.
Selain itu, bentuk pemerintahan
sebaiknya sesuai dengan karaktenslik dan kebutuhan masyarakat yang dilayaninya.
Masyarat yang berciri perkotaan sudah
selayaknya apabila dikelola oleh pemerintahan yang bercorak perkotaan pula. Lebih
lanjut untuk membentuk atau memekarkan daerah otonom telah dikeluarkan
Peraturan Pernerintah Nomor 129 Tahun 2000. Pada Pasal 1 PP tersebut dinyatakan
bahwa ' Pembentukan daerah adalah pemberian status pada wilayah tertentu
sebagai daerah propinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota. Sedangkan yang dimaksud pemekaran
daerah adalah pemecahan daerah propinsi, daerah kabupaten dan daerah kota menjadi lebih dari
satu daerah".
Konsekuensi dari pemekaran daerah secara praktis akan terjadi perubahan
struktur organisasi pemerintahan, perubahan luas wilayah yang dengan perubahan
batas-batas wilayah dan perubahan jumlah penduduk. Perubahan inl akan berimplikasi
tertiadap perubahan-perubahan lain yang lebih esensial, khususnya dalain upaya
pembenahan pelayanan kepada masyarakat.
Pemekaran daerah dalam hal ini dapat dipandang sebagai upaya
pengembangan organisasi untuk menghadapi berbagai tantangan perkembangan jaman
dan tuntutan pelayanan dari masyarakat Organisasinya diharapkan dapat
menyesuaikan din dengan melakukan perubahan-perubahan berencana yang selanjutnya
dapat menjamin optimalisasi dan efektifitas pelaksanaan fungsi pemerintahan. Sebagaimana
dijelaskan oleh Sadu Wasisiiono (2001) bahwa tujuan organisasi pemerintahan
daerah dibentuk adalah (1) untuk melayani kepentingan masyarakat sebagai warga
yang berposisi sebagai konsumen (customer) dan pemegang saham (stakeholder)
dan (2) adanya misi tertentu
yang harus dijalankan dalam rangka pencapaian tujuan, bukan hanya sekedar menjalankan
perundangan.
Perubahan struktur organisasi dan rentang wilayah kabupaten yang diikuti
dengan pengurangan jumlah kecamatan, desa dan kelurahan akan berimplikasi terhadap
perubahan rentang kendali pimpinan dalam organisasi. Rentang pengawasan yang
dilaksanakan aparat akan lebih sempit dibanding sebelum pemekaran, sehingga
aparat mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk memberikan perhatian dan
pengendalian terhadap sumber daya manusia dan sumber daya alam wilayahnya. Pada
hakekatnya pelayanan kepada masyarakat tidaklah semata-mata aktivitas pemerintah.
Keberhasilan jalannya pemerintahan dan pembangunan justru memerlukan keterlibatan
masyarakat. Begitu pula keberhasilan pemekaran daerah juga periu didukung oleh
masyarakat termasuk pengawasan yang dijalankan masyarakat yang disebul
pengawasan sosial Ramses (2003) mengatakan bahwa: Pemerkaran wilayah atau tepatnya membagi suatu daerah Otonom menjadi
beberapa daerah, bertujuan untuk mendekatkan dan mengoptimalkan pelayanan pemerintahan
kepada masyarakat. mempercepat pertumbuhan pembangunan guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Partsipasi masyarakat akan
meningkat karena akses yang tebih terbuka serta pengawasan yang lebih efektf karena
wilayah pengawasan relatif lebih sempit.
Perubahan luas wilayah atau batas-baias daerah membawa konsekuensi terhadap
jangkauan komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat karena peluang terjadinya
gangguan pada saluran komunikasi dapat diperkecil, Dengan semakin dekatnya
jarak antara wilayah kabupalen dengan kecamatan maupun antara kabupaten dengan
desa/kelurahan maka informasi dari kabupaten
akan cepat sampai
kepada masyarakat baiK
di kecamatan maupun
desa/kelurahan.
Slruktur dan luas wilayah yang lebih sempit berimplikasi juga pada aktivitas
koordinasi struktur dengan unit orgsnisasi yang ramping sesuai dengan prinsip "ramping
struktur kaya fungsi dengan demikian koordinasi yang dilakukan lebih mudah.
Menurut Kristiadi (dalam Lolutung. 1994) bahwa keuntungan organisasi ramping
antara lain (1) pelayanan kepada masyarakat akan menjadi lebih baik karena
prosedur lebih pendek dan pengambilan keputusan lebih cepat, (2) komunikasi antar
tingkatan manaiemen menjadi lebih lancar; (3) koordinasi akan menjadi lebih
lancar.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dimensi utama yang
menjelaskan efektif tidaknya pemekaran daerah adalah pengawasan, komunikasi dan
koordinasi yang kesemuanya turut menentukan terhadap tingkat pelayanan
masyarakat. Ndraha (2000) menyatakan bahwa beban pemerintah dan masyarakat
menjadi lebih ringan, jika unit kerja pemerintah terdekat pada masyarakat
diberdayakan. Adapun unit kerja pemerintah yang terdekat dengan masyarakat teletak
pada daerah kabupaten/kota sedangkan ujung tombaknya ledetak pada kecamatan dan
desa/kelurahan.
Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa semakin jauh penduduk dan
pusat pemerintahan, semakin kecil memperoleh sentuhan pelayanan. Permintaan terhadap
pelayanan semakin meningkat menuntut pusat-pusat pelayanan memperluas daerah
layanannya. Akan tetapi pusal-pusat pelayanan memiliki keterbatasan (radius)
jangkauan, sehingga diperlukan pusal-pusat pelayanan lain yang dapat memenuhi
kebutuhan pelayanan masyarakat. Dengan demikian dengan adanya pemekaran daerah
berarti menambah pusat-pusat pemerintah sehingga pelayanan dapat menjangkau
wilayah-wilayah pemukiman yang sebelumnya terpencil dan pelayanan pemerintah
dapat tersentuh secara merata keseluruh masyarakat yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
========================
Salam Perubahan ===============
Tidak ada komentar:
Posting Komentar