Minggu, 17 Agustus 2014

KONSEP PEMEKARAN WILAYAH



OLEH : DR. H. RACHMAT MAULANA S.SOS, M.SI

Dewasa ini dampak dan globalisasi telah merubah lingkungan kehidupan manusia dan berbagai aspek. masyarakat semakin cerdas dan kritis terhadap segala perubahan yang terjadi. Kondisi ini pada gilirannya menuntut pemerintah dapat menjalankan fungsinya sebagai pelayan masyarakat dapat dilaksanakan secara reponsif dan aspiratif.
Pemerintah  dimaksud  adalah  pemerintah daerah  (local government) yang menumt Undang-Undang  Nomor 32 Tahun 2004 pada pasal  1  huruf b rnenyatakan   bahwa   "Pemerintah      Daerah   adalah   kepala   daerah   beserta perangkat    daerah    otonom    yang    lain    sebagai    badan    eksekutif   daerah". Pemerintah daerah inilah yang diberi kewenangan untuk melaksanakan otonomi daerah. Hal ini sejalan dengan pendapat Common, Flynn and Melon (1992 : 139) yang menyatakan bahwa ".......one of it's main recommendations was to give much greater autonomy to managers at the local level. Namun kedekatan posisi saja belumlah menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat, karena yang lebih penting adanya hal dan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kebutuhan masyarakatnya.
Menurut Rasyid (1997), salah satu cara unluk mendekatkan pemerintah kepada masyarakat adalah dengan menerapkan kebijakan desenlralisasi, sedangkan Riwu Kaho (1998) menyatakan bahwa "sebagai akibat dan pelaksanaan desentralisasi timbullah daerah otonom"
Kata desentralisasi seringkali dianggap sebagai suatu obat mujarab dan malah mengandung suatu nilai dogmatic dalam memecahkan masalah-masalah hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah. hal ini disebabkan karena sistem pemerintahan yang terdesentralisasi dianggap sebagai suatu cara atau model yang dapat mengembalikan kekuasaan pada bagian terbawah dari yaitu sistem kemasyarakatan. Dengan demikian desentralisasi sebagai suatu sistem pemerintahan mengandung makna demokratisasi pemerintahan. Walaupun demikian pengertian desentralisasi sendiri hingga kini masih sering diperdebatkan orang. Perdebatan tentang desentralisasi tersebut tidak hanya terbatas pada terminologinya saja, tetapi juga pada pengertian desentralisasi itu sendiri (Mawhood, 1983; Rondinelli & Chema, 1983; Davey, 1989),
Desentralisasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membagi kekuasaan, pembagian kekuasaan secara teoritis dapat dilakukan melalui dua cara, yakni capital division of power dan areal division of power. Capital division of power merupakan pembagian kekuasaan sesuai dengan ajaran trias politics dari Montesque, yakni membagi kekuasaan menjadi kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang (kekuasaan eksckutif), kekuasaan untuk membuat undang-undang (kekuasaan legislatif) dan kekuasaan kehakiman (yudikatif). Sedangkan areal division of power dapat dilakukan dengan dua cara, yakni desentralisasi dan dekonsentrasi. Desentralisasi mempakan penyerahan kekuasaan secara legal (yang dilandasi hukum) untuk melaksanakan fungsi tertentu atau fungsi yang tersisa kepada otoritas lokal yang secara formal diakui oleh konstitusi (Maddick, 1963). Sedangkan dekonsentrasi merupakan pendelegasian kekuasaan untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu kepada staf pemerintah pusat yang berada di luar kantor pusat (Maddick, 1963).
Pandangan lain mengenai pengertian desentralisasi dikemukakan oleh Chema dan Rondinelli (1983). Menurut mereka desentralisasi .,.. is the transfer or delegating of planning, decision waking or management authority from the centra! government and ifs agencies to field organizations, subordinate units of government, self-autonotnous public coorporations, area wide or regional authorities, functional authorities, or non governmental organizations (Chema and Rondinelli, 1983). Tipe desentralisasi ditentukan oleh sejauh mana otoritas atau kekuasaan ditransfer dari pusat dan aransemen institusional (institutional arrangement) atau pengaturan kelembagaan apa yang digunakan untuk melakukan transfer tersebut. Dalam hal ini desentralisasi dapat berupa yang paling sederhana, yakni penyerahan tugas-tugas rutin pemerintahan hingga ke pelimpahan kekuasaan (devolusi) untuk melaksanakan frmgsi-fungsi tertentu yang sebelumnya dipegang oleh pemerintah pusat.
Menurut Chema dan Rondinelli (1983) selanjutnya decentralization dapat dilaksanakan dengan dua cara, yakni dengan melakukan desentralisasi fungsional (functional decentralization) atau dengan cara nuslaksanakan desentralisasi teritorial (areal decentralization). Desentralisasi fungsional merupakan suatu transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada lembaga-lembaga tertentu yang memiliki fungsi tertentu pula. Misalnya adalah penyerahan kewenangan atau otoritas untuk mengelola suatu jalan toll dari Departemen Pekerjaan Umum kepada suatu BUMN tertentu. Sedangkan desentralisasi teritorial merupakan transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada lembaga-lembaga publik yang beroperasi di dalam batas-batas area tertentu, seperti pelimpahan kewenangan tertentu dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi, kabupaten atau kota, Atas dasar kedua cara tersebut maka menurut Chema dan Rondinelli (1983) terdapat empat bentuk desentralisasi yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk melakukan transfer otoritas, baik dalam melakukan perencanaan maupun pelaksanaan otoritas tersebut, yakni deconcentration (dekonsentrasi), delegation (delegasi), devolution (devolusi), privatization (privatisasi). Pengertian desentralisasi menurut Maddick dan Addfer (Iloessein, 2000) mengandung dua elemen yang bcrtalian, yakui pembenlukan daerah otcmorn dan penyerahan kekuasaan secara hukum untuk menangani bidang-bidang pemrintahan tertentu.
Sedangkan menurut Rondinelli, Nellis dan Chema (1983) desentralisasi melahirkan penguatan baik dalam bidang finansial maupun legal (dalam arti mengatur dirinya sendiri, mcngambil keputusan) dari unit-unit pemerintahan daerah. Dengan desentralisasi maka aktivitas- aktivitas yang sebelumnya dilaksanakan oleh pemerimah pusat secara substansial diserahkan kepada unit-unit pemerintahan daerah, dan dengan demikian berada di luar kontrol pemerintah pusat Menurut Rondinelli dan Nellis (1983) karakteristik utama dari desenttralisasi adalah kewenangan unit-unit pemerintahan lokal yang otonom, dan indepennden secara jelas dipersepsikan sebagai tingkat pemerintahan yang terpisah dengan mana otoritas yang diberikan kepadanya dengan hanya sedikit atau malah tanpa kontrol lansung dari pemerintab pusat Kedu, pemerintah lokal yang memiliki batas-batas geografis yang jelas dalam mana mereka melaksanakan otoritas clan memberikan pelayanan publik, Ketiga pemerintah lokal yang memiliki status sebagai   korporat   dan   memiliki  kekuasaan   untuk  mengelola sumber  daya  yang  dibutuhkan   untuk   melaksanakan   fungsi-fungsinya.
Dengan demikian desentralisasi melahirkan daerah otonom, Daerah otonom memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah berada di luar hirarki organisasi pemerintah pusat, bebas bertindak, tidak berada di bawah pengawasan langsung pemerintah pusat bebas berprakarsa untuk mengambil keputusan atas dasar aspirasi masyarakat, tidak diintervensi oleh pemerintah pusat, mengandung integritas sistem, memiliki batas-batas tertentu (boundaries), serta memiliki identitas (Hoossein, 1997).  Sementara itu menurut Smith (1967) desentralisasi akan melahirkan pemerintahan daerah (local self government), sedangkan dekonsentrasi akan melahirkan pemerintahan lokal. 
Dalam rangka menjalankan sistem desentralisasi pemerintahan, di daerah-daerah dibentuk pemerintah daerah (local government) yang merupakan badan hukum yang terpisah dari pemerintah pusat (central governtncnt) (Hoessein, 2000), Kepada pemerintah-pcmerintah daerah tersebut diserahkan sebagian dari fungsi-fungsv pemerintahan (yang sebelumnya merupakan fungsi pemerintah pusat) untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Disamping itu kepada daerah-daerah diserahkan pula sumber-sumber pendapatan yang dapat digunakan untuk membiayai fungsi-fungsi yang telah discrahkan, Demikian pula secara organisasi dibentuk Dewan Penvakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang anggota-anggotanya dipilih melalui suatu sistem pemilihan umum.
Dengan demikian pemerintah daerah merupakan suatu lembaga yang mempunyai kekuasaan otonomi untuk menentukan kebijaksanaannya sendiri, bagaimana menjalankan kebijaksanaan tersebut, serta bagaimana cara-cara untuk membiayainya. Pelaksanaan desentralisasi kemudian dapat dilihat pada berbagai aspek pada sistem pemerintahan daerah yang ada, seperti aspek keuangan, aspek pelimpahan kewenangan, aspek kepegawaian, serta sikap dan perilaku para elite di tingkat pusat maupun daerah.
Menurut Undang-undang Nomor 32 lahun 2004 pada Pasal 1 huruf I, bahwa daerah otonom adalah "Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, yang berwenang rnengatur dan mengurus kepentmgan masyarakat setempat menurut prakarsa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia" Kemudian Ndraha (2001) menyebutkan bahwa ada lima posisi daerah yaitu : (1) sebagai masyarakat hukum. (2) sebagai unit usaha ekonomi (3) sebagai suatu lingkungan budaya, (4) sebagai satuan lingkungan, dan (5) sebagai subsistem politik.
Dengan demikian akan semakin tepat bila desentralisasi tersebut diselenggarakan oleh daerah sehingga masyarakat akan lebih dekat dengan pemeritah yang akan sering terjadi kontak baik secara fisik maupun psikdogis. Daerah yang wilayahnya terlalu luas akan menyulitkan jangkauan pemerinlah untuk melayani masyarakatnya, daerah yang demikianlah yang perlu dimekarkan menjadi beberapa daerah sehingga rentang kendali menjadi semakin dekat dan pelayanan kepada masyarakat menjadi terjangkau.
Selain  itu, bentuk pemerintahan sebaiknya sesuai dengan karaktenslik dan kebutuhan masyarakat yang dilayaninya. Masyarat yang  berciri perkotaan sudah selayaknya apabila dikelola oleh pemerintahan yang bercorak perkotaan pula. Lebih lanjut untuk membentuk atau memekarkan daerah otonom telah dikeluarkan Peraturan Pernerintah Nomor 129 Tahun 2000. Pada Pasal 1 PP tersebut dinyatakan bahwa ' Pembentukan daerah adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah propinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota. Sedangkan yang dimaksud pemekaran daerah adalah pemecahan daerah propinsi, daerah kabupaten dan daerah kota menjadi lebih dari satu daerah".
Konsekuensi dari pemekaran daerah secara praktis akan terjadi perubahan struktur organisasi pemerintahan, perubahan luas wilayah yang dengan perubahan batas-batas wilayah dan perubahan jumlah penduduk. Perubahan inl akan berimplikasi tertiadap perubahan-perubahan lain yang lebih esensial, khususnya dalain upaya pembenahan pelayanan kepada masyarakat.
Pemekaran daerah dalam hal ini dapat dipandang sebagai upaya pengembangan organisasi untuk menghadapi berbagai tantangan perkembangan jaman dan tuntutan pelayanan dari masyarakat Organisasinya diharapkan dapat menyesuaikan din dengan melakukan perubahan-perubahan berencana yang selanjutnya dapat menjamin optimalisasi dan efektifitas pelaksanaan fungsi pemerintahan. Sebagaimana dijelaskan oleh Sadu Wasisiiono (2001) bahwa tujuan organisasi pemerintahan daerah dibentuk adalah (1) untuk melayani kepentingan masyarakat sebagai warga yang berposisi sebagai konsumen (customer) dan pemegang saham (stakeholder) dan (2) adanya misi tertentu yang harus dijalankan dalam rangka pencapaian tujuan, bukan hanya sekedar menjalankan perundangan.
Perubahan struktur organisasi dan rentang wilayah kabupaten yang diikuti dengan pengurangan jumlah kecamatan, desa dan kelurahan akan berimplikasi terhadap perubahan rentang kendali pimpinan dalam organisasi. Rentang pengawasan yang dilaksanakan aparat akan lebih sempit dibanding sebelum pemekaran, sehingga aparat mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk memberikan perhatian dan pengendalian terhadap sumber daya manusia dan sumber daya alam wilayahnya. Pada hakekatnya pelayanan kepada masyarakat tidaklah semata-mata aktivitas pemerintah. Keberhasilan jalannya pemerintahan dan pembangunan justru memerlukan keterlibatan masyarakat. Begitu pula keberhasilan pemekaran daerah juga periu didukung oleh masyarakat termasuk pengawasan yang dijalankan masyarakat yang disebul pengawasan sosial Ramses (2003) mengatakan bahwa: Pemerkaran wilayah atau tepatnya membagi suatu daerah Otonom menjadi beberapa daerah, bertujuan untuk mendekatkan dan mengoptimalkan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat. mempercepat pertumbuhan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Partsipasi masyarakat akan meningkat karena akses yang tebih terbuka serta pengawasan yang lebih efektf karena wilayah pengawasan relatif  lebih sempit.
Perubahan luas wilayah atau batas-baias daerah membawa konsekuensi terhadap jangkauan komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat karena peluang terjadinya gangguan pada saluran komunikasi dapat diperkecil, Dengan semakin dekatnya jarak antara wilayah kabupalen dengan kecamatan maupun antara kabupaten dengan desa/kelurahan maka informasi  dari  kabupaten  akan  cepat  sampai  kepada  masyarakat  baiK  di  kecamatan maupun desa/kelurahan.
Slruktur dan luas wilayah yang lebih sempit berimplikasi juga pada aktivitas koordinasi struktur dengan unit orgsnisasi yang ramping sesuai dengan prinsip "ramping struktur kaya fungsi dengan demikian koordinasi yang dilakukan lebih mudah. Menurut Kristiadi (dalam Lolutung. 1994) bahwa keuntungan organisasi ramping antara lain (1) pelayanan kepada masyarakat akan menjadi lebih baik karena prosedur lebih pendek dan pengambilan keputusan lebih cepat, (2) komunikasi antar tingkatan manaiemen menjadi lebih lancar; (3) koordinasi akan menjadi lebih lancar.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dimensi utama yang menjelaskan efektif tidaknya pemekaran daerah adalah pengawasan, komunikasi dan koordinasi yang kesemuanya turut menentukan terhadap tingkat pelayanan masyarakat. Ndraha (2000) menyatakan bahwa beban pemerintah dan masyarakat menjadi lebih ringan, jika unit kerja pemerintah terdekat pada masyarakat diberdayakan. Adapun unit kerja pemerintah yang terdekat dengan masyarakat teletak pada daerah kabupaten/kota sedangkan ujung tombaknya ledetak pada kecamatan dan desa/kelurahan.
Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa semakin jauh penduduk dan pusat pemerintahan, semakin kecil memperoleh sentuhan pelayanan. Permintaan terhadap pelayanan semakin meningkat menuntut pusat-pusat pelayanan memperluas daerah layanannya. Akan tetapi pusal-pusat pelayanan memiliki keterbatasan (radius) jangkauan, sehingga diperlukan pusal-pusat pelayanan lain yang dapat memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat. Dengan demikian dengan adanya pemekaran daerah berarti menambah pusat-pusat pemerintah sehingga pelayanan dapat menjangkau wilayah-wilayah pemukiman yang sebelumnya terpencil dan pelayanan pemerintah dapat tersentuh secara merata keseluruh masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
======================== Salam Perubahan ===============


Tidak ada komentar:

Posting Komentar