Oleh Dr. H. Rachmat Maulana S.Sos MSi
1. Pendahuluan
Seiring dengan bergulirnya era
reformasi di negeri tercinta ini maka peran pemerintah sebagai penyedia
jasa layanan publik mulai hangat diperbincangkan oleh masyarakat sebagai konsumen penerima layanan tersebut, namun
sebelumnya peran pemerintah ini
seolah-olah sulit disentuh oleh masyarakat
sebagai konsumen untuk mempertanyakan
mengapa selama ini layanan yang diberikan tidak mendudukan
keberadaan konsumen sebagai ukuran dari
keberhasilan kinerja organisasi publik.
Padahal
peran pemerintah sebagai penyedia
layanan publik menurut Ndraha
(2002:2) bersifat monopoli dan istimewa. Artinya bidang garapan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap layanan publik
merupakan kepentingan umum yang merupakan hajat hidup orang banyak sehingga
harus diatur supaya tidak terjadi
konflik kepentingan antar masyarakat. Akan tetapi yang terjadi selama ini
adalah bahwa dengan otoritasnya yang
bersifat monopoli dan istimewa maka peran pemerintah sebagai provider atas layanan yang diberikan kepada masyarakat sangat kurang
memperhatikan terhadap kebutuhan masyarakat sebagai konsumen. Jasa layanan
yang diberikan tidak mengukur sampai seberapa besar konsumen sebagai pelanggan dapat terpuaskan, hal ini dapat
diterima mengingat pemerintah belum
mendudukan masyarakat sebagai konsumer atas produk – produk layanan yang
dihasilkan.
Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai
keberadaan peran pemerintah sebagai
organisasi publik dikarenakan munculnya berbagai ketidakpuasaan masyarakat
terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh pemerintah terlebih lagi oleh dinas – dinas atau lembaga –
lembaga pemerintah yang menjalankan
fungsi sebagai pelayanan publik.
Selama ini keberadaan masyarakat sulit memiliki akses untuk ikut serta dalam
proses kegiatan layanan publik,
akibatnya peran masyarakat sebagai kontrol sosial terhadap pelayanan yang
diterimanya menjadi sangat lemah. Apapun yang diberikan oleh pemerintah sebagai penyedia jasa layanan maka
masyarakat hanya bisa pasrah menerimanya dalam kondisi apapun sehingga
keberadaan masyarakat benar-benar diposisikan untuk tidak memiliki pilihan sama sekali untuk
memilih antara menerima atau menolak layanan yang diberikan. Kepasrahan
masyarakat ini terjadi karena memang jasa layanan publik yang diberikan menjadi
satu-satunya alternatif untuk dipilih meskipun pada beberapa layanan publik
seperti layanan kesehatan masyarakat bisa saja memilih untuk mencari layanan
kesehatan sendiri atau layanan yang ditawarkan oleh pihak swasta, namun hal itu menjadi sesuatu yang menjadi mahal
ketika pilihan tersebut harus mengeluarkan biaya yang lebih besar.
Bila diamati lebih lanjut sebenarnya masyarakat
telah membayar sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah baik dalam bentuk pajak,
iuran, retribusi atau apapun namanya
sehingga masyarakat terutama masyarakat menengah dan kecil sebagai konsumen merupakan pelanggan setia terhadap jasa pelayanan publik. Oleh
karenanya sudah sepatutnya pemerintah memberikan peningkatan kualitas
pelayanan kepada masyarakat agar harapan yang diinginkan masyarakat
sebagai pelanggan dapat terpenuhi dengan
baik.
Salah satu peluang dalam era otonomi daerah pada
saat ini adalah semakin pendeknya simpul –simpul pengambilan kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah
daerah dalam mengembangkan, memfasilitasi berbagai tuntutan maupun kepentingan
masyarakat didaerah. Oleh sebab itu peran pemerintah sebagai penyedia jasa
pelayanan kepada masyarakat harus dapat
betul-betul diajalankan dengan baik,
dalam arti pemerintah daerah dituntut
lebih responsif, adaptif dan lebih antisipatif terhadap kebutuhan - kebutuhan masyarakatnya. Bila peran
ini jalankan secara konsisten
maka pemerintah daerah akan dapat
membangun kembali nilai kepercayaan dari masyarakatnya yang pada gilirannya
akan dapat menjaga dari keutuhan pemerintahan secara keseluruhan.
Penilaian
Masyarakat akan organisasi unit –
unit pelayanan dijadikan sebagai sebuah
“cermin pemerintahan” artinya bila pelayanan yang diberikan pada tingkat
ini dapat memberikan kepuasan masyarakat maka citra pemerintahan akan dipandang
positif sebaliknya bila pelayanan yang
diberikan tidak dapat memberikan kepuasan bahkan malah sangat lamban dan semraut maka masyarakat akan memvonis bahwa
citra pelayanan adalah negatif. Dengan kata lain bahwa organisasi unit – unit pelayanan merupakan sebuah pasar
pemerintahan yang menentukan citra pemerintahan secara keseluruhan.
2. Konsepsi Makna Pemerintahan
Pemahaman
makna Pemerintahan dari kaca mata lain terlihat memang sangat asing
karena selama ini telah tertanam bahwa pemerintahan berorientasi dalam konteks
kekuasaan yaitu merupakan semua kegiatan lembaga atau badan – badan publik
dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan negara. Dengan demikian makna
pemerintahan selalu berorientasi kepada negara yang pada gilirannya bergeser
pada penguasa.
Dalam
konteks ilmu politik memang dunia
pemerintahan selalu berawal dari negara karena menurut Robert M. Mac
Iver (1955:22) dalam bukunya The Modern State
menyatakan bahwa negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban
di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah
yang untuk maksud tersebut
diberki kekuasaan memaksa. Oleh karenanya menurut Miriam Budiardjo
(1977: 41-43) dalam bukunya Dasar – Dasar
Ilmu Politik menyatakan bahwa
unsur – unsur negara terdiri dari wilayah,
penduduk, dan pemerintah.
Pemahaman ini telah lama mendominasi
pemikiran orang - orang yang berkerja untuk negara.
Sedangkan pemikiran yang sangat
substansial bahwa negara merupakan representasi dari rakyat dan bahwa negara
berdiri atas kehendak rakyat terasa terabaikan bahkan lebih banyak menjadi sebuah semboyan kenegaraan yang
sering didengung – dengungkan yaitu
demokrasi dibangun dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat konsep ini dibangun
dari konsep atau faham kenegaraan yang berlaku kalau kita membicarakan sebuah
wacana politik didepan rakyat.
Lantas apa sebenarnya
pemahaman makna pemerintahan yang benar dari kacamata ilmu pemerintahan. Hal
inilah yang harus diperkenalkan secara meluas tidak hanya dikalangan
pemerintah yang bekerja dalam dunia
pemerintahan akan tetapi dikalangan masyarakat sebagai pengguna jasa pemerintahan. Sudah saatnya
diperkenalkan sebuah konsep pemerintahan dalam kontek ilmu pemerintahan. Hal
ini penting agar makna pemerintahan tidak lagi
disalah artikan untuk kepentingan penguasa atau kepentingan segelintir
elit yang memanfaatkan arti dan makna pemerintahan yang terlanjur digembar gemborkan selama ini.
Dasar pemikiran tentang makna Pemerintahan berangkat dari pendekatan Kybernology (Ilmu
Pemerintahan Baru) yang diungkapkan oleh Talizidu Ndarah (2003) menyatakan
bahwa secara makro, begitu manusia diciptakan, dan secara mikro begitu manusia terbentuk dalam kandungan
ibunya, maka ia mempunyai hak (rights)
eksistensial (HAM) yang harus diakui, dihormati, dilindungi dan dipenuhi dan
naluri (instincts) yang harus terkontrol agar tidak menimbulkan kerugian bagi
diri sendiri dan orang lain.
Hak (rights) dan
Naluri (Insticts) setiap manusia harus hidup didalam ruang dan waktu. Dengan
demikian diperlukan perlindungan,
pemenuhan dan kontrol yang kesemuanya itu merupakan kebutuhan (human Needs), baik individual maupun social (masyrakat).
Kebutuhan
masyarakat di dalam kondisi tertentu,
bermacam – macam, ada yang bisa dipenuhinya sendiri, ada yang dipenuhi melalui
mekanisme pasar (Privaten Choice), dan ada yang jika menjadi private choice,
menimbulkan konflik, ketidak-adilan atau bahkan tak terpenuhi sama sekali.
kebutuhan seperti ini diidentifikasikan dan ditetapkan melalui public
choice (misalnya dalam pasal 33 ayat 2 UUD
1945 berbunyi bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang mengusai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh negara). Supaya berkemampuan dan berkesempatan untuk membuat choice maka manusia harus
diempowering. Mengingat hal tersebut,
maka pemenuhannya harus diproses
secara istimewa. Istimewa dalam arti bahwa proses itu harus seefisien
mungkin, sehemat mungkin, seproduktif
mungkin, seterbuka mungkin, sehingga biaya dan tariff (harga-hargaanya) serendah
mungkin, seterjangkuan mungkin oleh setiap orang, sedianya memadai
sehingga semua orang kebagian, dengan cara demikian rupa sehingga setiap orang
berkesempatan sama untuk menggunakannya.
Proses itu disebut istimewa karena choice itu ditetapkan melalui Policy, diatur secara
ketat dan diperlukan kekuasaan
(kewenangan) untuk menegakkan aturannya, tugas ini semua dilakukan oleh lembaga yang disebut
Pemerintah. Adapun proses
dan outpuntnya disebut publik service
(layanan masyarakat)
Alat yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan seperti itu disebut
barang publik (public goods) dan
nilai yang dinikmati oleh konsumer dari
barang tersebut disebut jasa
publik (public Service) atau layanan
kepada masyarakat. Hal ni disebut jasa
karena nilai itulah yang dibayar (dibeli) secara langsung oleh yang berkepentingan dalam hal ni adalah
masyarakat kepada pemerintah. Sudah barang tentu bahwa jenis produk yang dapat
digolongkan sebagai public goods itu bisa berbeda dari waktu ke waktu dan dari
tempat ke tempat, bergantung pada choice masyarakat yang bersangkutan.
Pengelolaan
public service merupakan monopoli
badan publik yang juga bersifat istimewa. Supaya produk sedemikian itu
terpenuhi, badan yang memprosesnya haruslah badan atau lembaga non frofit
(Profit dalam arti Finansial) dan Profesional. Adapun pelaksanaan layanan publik berdasar pada no
money no service dalam konteks service
better, cost less. Tariff sesederhana mungkin dengan kualitas setinggi mungkin.
Disamping itu produk
dan nilai tersebut diatas, maka ada kebutuhan lain yang berfungsi tidak hanya
sebagai pemenuh kebutuhan tetapi juga bahkan lebih sebagai pemenuhan hak
eksistensial dan konsistusional suatu negara atau konvensi
bangsa-bangsa. Pelaku yang berkewajiban memenuhi kebutuhan tersebut adalah
aktor dalam hal ini pemerintah dan nilai
yang dinikmati oleh pengguna /consumer atau masyarakat disebut layanan. Layanan
ini disebut layanan civil dengan suatu pendalaman pemahaman bahwa dalam layanan
civil masyarakat tdiak boleh dibebani atau dikaitkan dengan suatu kewajiban
finansial apapun. Karena itu layanan
civil disebut juga no price. Dalam
UUD 1945 sarat dengan nilai-
nilai layanan civil, sebagai mana
ditetapkan lebih lanjut pada pasal 26,27,28,31 dan 34.
Dapat dicontohkan
nilai – nilai layanan civil yang harus dilakukan pemerintah kepada waraganya sesuai dengan UUD 1945 yaitu
:
1. Hak / Pengakuan sebagai warga negara yang memiliki kedaulatan atau
sebagai voter. Pasal 1
2. pengakuan sebagai jiwa dan sebagai
warga negara. Pasal 25
3. pekerjaan dan pengidupan yang
layak. Pasal 27 ayat 2
4. kebersamaan kedudukan di depan
hokum. Pasal 27 ayat 1
5. kemerdekaan berserikat, berkumpul. Mengeluarkan pikiran. Pasal 28
6. kemerdekaan untuk memeluk agama
pasal 29
7. pengajaran. pasal 31
8. Pemeliharaan fakir miskin dan
anak terlantar.
Oleh karenanya pemerintahan
didefiniskan oleh talizidu Ndraha (2002:17) diartikan sebagai proses pemenuhan
kebutuhan manusia sebagai konsumer (produk – produk pemerintahan) akan layanan
publik dan layanan civil). Sedangkan pemerintah adalah badan atau
lembaga yang berfungsi sebagai prosesor (pengelola dan provider) akan jasa
layanan dimaksud. Produk pemerintahan adalah keseluruhan output
yang terjadi melalui proses, baik yang positif maupun yang negatif, dan outcome
yang diterma oleh masyarakat sebagai konsumer.
3.
Sketsa Cermin Pasar Pemerintahan dari Kantong
- Kantong Pelayanan.
Dalam sudut
pandang Kybernologi (Ilmu Pemerintahan
Baru) melihat pemerintahan dari konsep
ekonomi dimana isitilah pasar
diartikan tempat dimana bertemunya
konsumen yaitu pembeli dengan penjual
atau sering disebut produsen. Dalam kaitan itu maka pasar pemerintahan berarti
tempat bertemunya masyarakat sebagai konsumen dengan pemerintah sebagai produser dan
penyedia akan layanan atau jasa yang
ditawarkan. Hanya saja posisi pemerintah
sebagai produser sering menjadi single
fighter bahkan monopli sehingga hukum
penawaran tidak dapat berlaku
secara utuh. Bila masyarakat membeli
atau mencari apa yang mereka butuhkan
kepada pemerintah maka posisi tawar konsumer
/ masyarakat sering berada pada
posisi lemah yaitu pasti menerima, jarang menolak karena konsumer tidak memiliki alternatif lain tidak seperti ppasar dalam kontek bisnis yaitu banyak pedagang yang
menjadi pesaing. Oleh karenanya sering
ditemui pada produser bertingkah laku seenaknya seolah – olah apa yang dilakukannya serba benar dan serba diterima oleh konsumer.
Pertanyaan yang sangat mendasar dalam kontek ini
adalah dimana pasar pemerintahan itu terjadi
atau dimana letak pasar
pemerintahan itu. Kajian Kybernologi melihat bahwa transaksi pemerintahan itu terjadi pada kantong – kantong pelayanan
disemua unit kerja yang langsung berhadapan dengan masyarakat. Banyak sekali kantong –
kantong pelayanan tersebut. Ambil contoh
disektor kesehatan pasar pemerintahan terjadi di Rumah Sakit, di
Puskesmas, di Posyandu bahkan di Dinas
sekalipun yang melakukan kegiatan pelayanan masyarakat. Di sector perhubungan
maka pasar pemerintahan terjadi di Terminal di unit – unit pelayanan langsung
kepada pengguna jasa transpostasi. Atau yang sering terlihat dan sangat dekat
dengan masyarakat adalah di Desa,
Kelurahan dan Kecamatan sebagai unit pelayanan terdepan kepada masyarakat.
Kondisi actual dari pasar pemerintahan
mengungkapkan citra pelayanan yang terjadi, dimana hasil penelitian yang
dilakukan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat
studi pengembangan Kawasan (PSPK) bekerjasama dengan NGO lokal di 9 kota pada tahun 2001 yang diterbitkan oleh Jurnal
PSPK (2002:114-123), dinyatakan bahwa: Kondisi pelayanan publik masih jauh dari
harapan warga dan masih menyisakan banyak persoalan diantaranya sektor layanan
publik yang bermasalah antara lain : (1) layanan PDAM, (2) Listrik dan
Telephon, (3) kebersihan/ persampahan, (4) kependudukan, (4) Angkutan Kota, (5)
kesehatan, (6) pendidikan.
Dari berbagai persoalan berkaitan
dengan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyatnya maka sudah
saatnya dilakukan perubahan citra pelayanan didalam tubuh pemerintah. Citra ini
menjadi sangat penting karena berkaitan erat dengan nilai kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintahnya.
Semakin baik citra pemerintah dimata rakyat maka masyarakat akan semakin
percaya terhadap pemerintahnya. Oleh karena itu perubahan citra terhadap
kegiatan pelayanan menjadi sesuatu yang
amat penting artinya. Citra akan membangun sebuah nilai kepercayaan dan nilai
kepercayaan adalah sebuah modal penting bagi
jalannya sebuah pemerintahan.
Oleh karenanya sudah
saatnya perlu mendapat perhatian yang sangat serius bagi pengambil kebijakan
untuk membenahi pasar pemerintahan terutama pada kantong – kantong pelayanan
yang mengurusi hajat hidup masyarakat.
Hal ini penting agar citra pemerintahan dapat terjaga dengan baik karena citra pemerintahan pada kantong – kantong
pelayanan merupakan sebuah refleksi dari
cermin pemerintahan secara keseluruhan.
Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan sehubungan dengan
perubahan citra pelayanan. Dwiyanto (2001:250-257) memberikan suatu
rekomendasi terhadap perbaikan kinerja pelayanan publik antara lain : (1)
adanya intervensi pemerintah baik pusat
maupun daerah untuk merubah wajah
pelayan secara holistic. (2) adanya
perubahan struktur organisasi birokrasi
yang memungkinkan adanya prosedur pelayan yang sederhana, (3) adanya kewenangan
diskresi yang memadai sehingga tindakan para penyelenggara pelayanan menjadi
lebih responsive terhadap lingkungannya, (4) kelonggaran hubungan hirarki yang
memungkinkan hubungan atasan dan bawahan
menjadi bersifat kolegial dan egaliter, (5) adanya budaya dan nilai-nilai baru
yang dapat merubah mindset para
penyelenggara pelayanan, (6) adanya pemberlakuan kebijakan yang dapat
menyentuh semua dimensi permasalahan dalam praktek pelayanan publik melalui
pemberlakuan Customer’s charter yang merupakan petunjuk dan referensi bagi
birokrat dalam menjalankan tugasnya yang berisi hak-hak yang dimiliki masyarakat dalam suatu pelayanan. Customer’s
charter sekaligus menjadi alat
publik untuk mengawasi jalannya
penyelenggaraan pelayanan dilihat dari dimensi persyaratan pelayanan, waktu,
biaya yang diperlukan, dan mekanisme pangaduan jika pemberi pelayanan gagal
memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan dalam costumer’s charter.
Nugroho (2003:278)
memberikan solusi terhadap upaya perubahan citra pelayanan dengan menerapkan
suatu standarisasi pelayanan yang akan
membantu pemerintah melaksanakan tugas dan kewajiban pokoknya. Sejalan dengan
hal tersebut Ndraha (2003) melihat bahwa
fungsi standarisasi pelayanan adalah sebagai tolok ukur control consumer dan
semua stakeholders, harapan, sepakatan antara stakeholders, norma hukum dan
pegangan bagi para actor dan aktris pemerintahan.
Adapun langkah – langkah
standarisasi menurut Ndraha (2003)
adalah :
- didefisikan terlebih dahulu hak-hak konstitusional tiap orang dalam masyarakat yang memerlukan pelayanan civil dan kebutuhan apa yang dirasakan oleh kelompok tertentu di dalam masyarakat yang memerlukan jasa pelayanan publik.
- penyusunan strategi dan skala prioritas terhadap produk – produk yang dijadikan prioritas.
- diidentifikasi kegiatan implementatif apa saja yang perlu dilakukan demi terbentuknya produk sebagai output dari sebuah pelayanan dan outcome yang diharapkan dalam ruang dan waktu.
- diorganisasikan semua sumber daya input, yaitu semua sumber-sumber yang idperlukan guna menjalankan kegiatan tersebut
- diteliti, apakah sudah ada unit kerja yang bertanggung-jawab atas ketersediaan produk yang dimaksud dan kalau ada unit kerja mana kemudian dievaluasi. Dari hasil evaluasi tersebut ditentukan apakah unit kerja tersebut masih layak atau tidak.
- ditetapkan secara tepat unsur-unsur struktur organisasi yang berfungsi sebagai alat penghasil produk yang bersangkutan.
- ditentukan dengan seksama langkah dan prosedur penggearakan strukutr dalam rangka pemenuhan kebutuhan melalui kegiatan pelayanan.
- dalam hal public service maka harus diidentifikasi public goods (barang-barang public) yangbagaimana yang cocok sebagai sarana/prasarana pelayanan public terkait dan badan public mana yang layak untuk menanganinya.
- juga dipertimbangkan pada kondisi masyarakat tertentu apakah pengadaan atau pengelolaan public goods tersebut dapat diprivatisasikan
10.
dalam hal public service dan civil service ditetapkan
persyaratan yang proper dan fit bagi setiap calon actor dan artis yang
bersangkutan, dengan menerapkan teori manajemen SDM agar terbentuk Korps actor
dan artis yang sehat.
11.
dalam hal civil service
artis pelayanan setara dengan public goods. Dengan pengertian bahwa dengan
acting sang artis merupakan output civil service yang diharapkan.
12.
dalam hal pelayanan
public ditentukan mekanisme dan prosedur (persyaratan) yang harus ditenpuh oleh consumer atau yang berkepentingan
laiinnya.
13.
Dalam hal layanan civil
harus ditentukan mekanisme dan prosedur yang harus diperhatikan oleh
actor/artis agar selalu siap siaga, sehingga consumer memperoleh layanan semaksimal mungkin.
14.
Ditetapkan pada level
mana terjadi transaksi pemerintahan, unit kerjamana yang terlibat dan bagaimana jaringan kerjsamanya.
15.
ditetapkan bagaimana
mengontrol langkah dan prosdur tersebut
beserta mekanisme feedback yang diperlukan guna penegakan aturan
16.
standarisasi dikemas
dalam produk hukum yang kuat dan
mengikat fihak-figak yang berkepentingan, terlebih fihak birokrasi sebagai
pabrik layanan dan para actor yang
melayani.
17.
semua definisi
(standar) dicatat dan diberi status
dokumen dan referensi dalam bentuk dan cara tertentu. Dokumen itu dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan di siding pengadilan class
action dan sebangsanya.
18.
standarisasi harus
disosialisasikan, selebaran, folder, iklan, media digunakan sebagai alat dan saluran program penyuluhan.
19.
feedback dari warga
masyarakat dalam bentuk dan cara apa saja harus diperhatikan dan digunakan sebagai bahan control dan perbaikan
/ perubahan standarisasi.
20.
sesekali diadakan sambung-rasa atau temu karya antara consumer
dengan actor/artis pelayanan untuk
membahas secara langsung masalah yang timbul dalam penggunaan standar yang
ditetapkan.
- Penutup
Cermin pemerintahan merupakan sebuah refleksi
keadaan yang memberikan gambaran tentang kondisi yang sebenarnya tentang
keberadaan atau pososi pemerintah dimata rakyatnya. Pemerintah yang amanah
berfikir dan bekerja atas apa yang mampu dilakukan untuk memenuhi apa yang menjadi kebutuhan masyarakatnya.
Meskipun belum dapat memuaskan atau dapat memenuhi harapan masyarakatnya
akan tetapi usaha untuk memenuhi atas apa yang menjadi kebutuhan masyarakat menjadi
sebuah pekerjaaan yang tidak henti dan bosan untuk selalu dikerjakan. Selama
komitment untuk mau berbuat dan berusaha untuk merubah kearah yang lebih baik.
hal inipun merupakan sebuah langkah yang perlu terus menerus ditanamkan dalam diri pemerintah kearah masa depan yang
lebih baik.
Daftar Pustaka
Budiardjo Miriam, 1977, Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta:
Gramedia
Dwiyanto Agus, 2001, Reformasi
Birokrasi Publik di Indoensia,
Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan
Universitas Gadjah Mada.
Ndraha Taliziduhu ,2002, Kybernology, Ilmu Pemerintahan Baru.
Jakarta:
Rinikacipta.
Nugroho Riant, 2003, Reinventing
Indonesia. Jakarta: elekmedia
Robert M. Mac Iver, 1955, The Modern State,
London: Oxford
University
Press
Undang – Undangan Dasar 1945
Jurnal PSPK tahun 2002
tentang Hasil Studi Kinerja Pelayanan
Publik.