Sabtu, 16 Agustus 2014

PERAN KOORDINASI DALAM MENUNJANG KEBERHASILAN PEMBANGUNAN SARANA PENDIDIKAN DASAR DI KABUPATEN SERANG


Oleh : DR. H. RACHMAT MAULANA S.Sos, M.Si

A.      Latar Belakang

Sistem pendidikan dasar di Indonesia terdiri atas Sekolah Dasar  (SD), yakni kelas 1 s/d 6 dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas 1 s/d 3.  sebelum otonomi  daerah diberlakukan maka pemerintah  daerah  hanya memiliki wewenang untuk menyelenggarakan pendidikan Sekolah Dasar (SD), tetapi sekarang wewenang tersebut diperluas hingga meliputi SMP pula. Program pendidikan dasar  sembilan tahun bersifat wajib dan Departemen Pendidikan Nasional kini sedang  menyusun standar nasional untuk program  tersebut.
 
Dalam upaya peningkatan  keberhasilan program pendidikan dasar sembilan tahun maka telah diterbitkan Surat Keputusan Menteri  Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang peran serta  masyarakat  di dalam system  manajemen berbasis sekolah (MBS). Dari segi kelembagaan maka peran serta masyarakat ini dirumuskan melalui pembentukan Dewan  Pendidikan Tingkat Kabupaten yang bertugas menjalin kerjasama dengan berbagai pelaku pendidikan termasuk pemerintah  daerah, DPRD, serta pembentukan Komite Sekolah di tiap sekolah. Berdasarkan system MBS maka pemerintah tidak lagi menentukan berbagai jenis pungutan seperti misalnya uang seragam, pakaian olah raga,  kegiatan ekstra kulikuler, pemeliharaan dan pembangunan  gedung  sebagai sarana pendidikan.
Walaupun program pendidikan dasar sembilan tahun tersebut bersifat wajib, akan tetapi pada pelaksanaanya masih sangat banyak kendala yang dihadapi  dalam   mensukseskan program wajib belajar sembilan tahun tersebut. menurut hasil laporan  periodik dari Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Serang  tahun 2004 maka sejumlah  kendala tersebut meliputi: (1) kurangnya tenaga guru, (2) kualitas guru yang belum memenuhi  standar (3) kurangnya  partisipasi masyarakat dalam mendukung proses peningkatan kualitas belajar (4) banyaknya sarana berupa gedung sekolah yang rusak berat.
Dari berbagai kendala tersebut  yang sangat memprihatinkan  adalah banyaknya sarana berupa  gedung sekolah yang kondisinya rusak berat bahkan telah terjadi gedung sekolah yang roboh pada saat proses belajar sedang dilaksanakan. Kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat seharusnya daya dukung sarana gedung sekolah seharusnya menjadi prasyarat utama dalam proses belajar dan mengajar.

Dalam kontek inilah maka pembangunan sarana pendidikan dasar menjadi skala prioritas untuk  dilakukan diwilayah Kabupaten Serang. Hal ini  sesuai dengan Arah Kebijakan Umum yang telah disusun  dan Program Pembangunan Daerah yang menempatkan sector pendidikan dasar menjadi skala priritas pembangunan. Selanjutnya  menurut pengamatan sementara penulis bahwa kegiatan  koordinasi memberikan andil yang cukup besar terhadap keberhasilan pembangunan sarana  pendidikan dasar terutama berkaitan  dengan koordinasi dalam bidang perencanaan kegiatan antara berbagai instnasi yang ada serta pihak masyarakat yang dalam hal ini adalah pihak swasta yang menyelenggarakan kegiatan  pendidikan dasar. Banyak kasus terjadi bahwa seolah- olah pembangunan  sarana  pendidikan dasar berjalan dengan sendirinya. Padahal selama ini peran instnasi teknis yaitu Dinas Pendidikan dan Badan Perencana Pembangunan daerah berupaya untuk  melakukan koordinasi perencanaan untuk melaksanakan  pembangunan  sarana pendidikan akan tetapi masih  menemukan berbagai kendala yang pada gilirannya masih ditemukan pembangunan sarana pendidikan dasar yang belum mengacu pada  skala prioritas

B.    Tinjauan Teoritik Tentang Koordinasi

Pengertian koordinasi dari beberapa pakar diantaranya menurut T. Hani Handoko (1999:195) adalah suatu proses pengintegrasian tujuan – tujuan dan kegiatan – kegiatan pada satuan – satuan yang terpisah (departemen atau bidang – bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.
Pengertian diatas memberikan batasan dari koordinasi sebagai suatu kesatuan dari elemen sistem antar bagian dengan bagian lain dalam hal  pencapaian tujuan. Dengan demikian koordinasi  dipandang sebagai keterkaitan antara satu unit dengan unit lain dalam hal pencapaian tujuan.
Hal senada dikemukakan oleh Malayu Hasibuan (1996:87) mendefinisikan Koordinasi sebagai kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan dan mengkoordinasikan unsur – unsur manajemen (6M)  dan pekerjaan –pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.
Dari pengertian di atas maka makna koordinasi masih terlihat dari adanya proses yang terintegrasi dari unsur-unsur manajemen antara lain : Man, Money, Machine, Methode, Material, Market, yang kesemuanya disatupadukan dalam rangka pencapain  tujuan  organisasi secara keseluruhan.
Dari pendapat – pendapat tersebut di atas, penulis simpulkan bahwa koordinasi pada hakekatnya merupakan upaya memadukan (mengintegrasikan), menyerasikan dan menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan beserta gerak, langkah dan waktunya dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran bersama.
Koordinasi perlu dilaksanakan mulai dari proses perumusan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan sampai pada pengawasan dan pengendaliannya. Dalam kaitan itu maka koordinasi perlu dilakukan pada saat pelaksanaan kegiatan dimulai dari tahap persiapan sehingga data yang dihasilkan dapat dipertangungjawabkan baik dari segi validitas maupun segi yuridis formalnya karena semua unit kerja dapat memberikan data – data yang dimilikinya melalui wadah koordinasi.
Selanjutnya perlu pula diketahui tentang ciri – ciri koordinasi sehingga bila kita membicarakan kata koordinasi dapat mengetahui secara jelas. Soewarno Handayaningrat (1989:118) menyebutkan beberapa ciri koordinasi antara lain:
a.   Tangung jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh karena itu koordinasi adalah menjadi wewenang dan tangung jawab dari pada pimpinan. Dikatakan bahwa pimpinan yang berhasil, karena ia telah melakukan koordinasi dengan baik.
b.   Koordinasi adalah usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena kerjasama merupakan syarat mutlak terselenggaranya koordinasi dengan sebaik – baiknya.
c.   Koordinasi adalah proses yang terus menerus  (continus process). Artinya suatu proses yang bersifat kesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.
d.   Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini disebabkan karena koordinasi adalah konsep yang diterapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu tetapi sejumlah  individu yang berkerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
e.   Konsep kesatuan tindakan. Kesatuan tindkaan adalah inti daripada koordinasi. Hal ini berarti bahwa pimpinan harus mengatur usaha – usaha /tindakan – tindakan dari pada setiap kegiatan individu sehingga diperoleh adanya keserasian di dalam mencapai hasil bersama.
f.    Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama (common purpose). Kesatuan usaha/tindakan meminta kesadaran /pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan bersamasebagai kelompok di mana mereka bekerja

Di dalam melakukan koordinasi maka langkah awal yang perlu diperhatikan adalah mengetahui tujuan Koordinasi sehingga sebelum melaksanakannya semua orang yang terlibat telah sama pemahamannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Malayu Hasibuan  (1996:89) menyebutkan bahwa tujuan Koordinasi antara lain : 
1.    Untuk mengerahkan dan menyatupadukan semua tindakan serta pemikiran ke arah tercapainya sasaran organisasi.
2.    Untuk menjuruskan ketrampilan spesialis ke arah sasaran organisasi.
3.    Untuk menghindari kekosongan dan tumpang tindih pekerjaan.
4.    Untuk menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dari sasaran.
5.    Untuk mengintegrasikan tindakan dan pemanfaatan 6 M ke arah sasaran organisasi.
6.    Untuk menghindari tindakan overlapping dari sasaran perusahaan.

Dalam administrasi Pemerintah, Koordinasi dimaksudkan untuk menyerasikan  dan   menyatukan   kegiatan –  kegiatan  yang  dilakukan oleh Pejabat – Pejabat pimpinan – pimpinan dan kelompok Pejabat pelaksana. Suatu tindakan pelaksanaan yang terkoordinasikan berarti kegiatan para kelompok Pejabat baik pimpinan dari para pelaksana menjadi serasi, seirama dan terpadu dalam pencapain tujuan bersama.
Menurut  Soewarno Handayaningrat (1989:127) dinyatakan bahwa : Atas hubungan antara pejabat yang mengkordinasikan dengan pejabat yang dikoordinasikan, maka dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis koordinasi yaitu Koordinasi Intern, dan Koordinasi Ekstern.
Untuk lebih jelasnya maka akan penulis uraikan lebih rinci lagi sehingga kita dapat memahami labih mendalam.
1).    Koordinasi Intern
Secara umum Koordinasi intern secara umum terbagi menjadi tiga macam yaitu :
a)     Koordinasi Vertikal
Koordinasi vertikal atau sering pula disebut menjadi kordinasi struktural, dimana antara yang mengkoordinasikan dengan yang dikoordinasikan secara struktural terdapat hubungan hirarkis. Hal inidapat juga dikatakan koordinasi yang bersifat hirarkis, karena satu dengan lainnya berada pada satu garis komando. Misalnya koordinasi yang dilakukan oleh Seorang Sekretaris Daerah Kabupaten terhadap para Kepala Bagiannya di dalam satu lingkungan.
b)   Koordinasi Horizontal
        Koordinasi Horizontal yaitu koordinasi fungsional, di mana kedudukan antara yang mengkoordinasikan dengan yang dikoordinasikan mempunyai kedudukan setingkat eselonnya. Menurut tugas dan fungsinya keduanya mempunyai kaitan satu dengan yang lainnya sehingga perlu dilakukan koordinasi. Masilnya koordinasi yang dilakukan oleh Kepala Bagian Keuangan Tingkat Propinsi dengan Kepala Bagian Keuangan Tingkat Kabupaten.
c)  Koordinasi Diagonal
Yaitu koordinasi  fungsional, di mana kedudukan antara yang mengkoordinasikan lebih tinggi dibandingkan dengan yang dikoordinasikan. Sehingga kedudukannya  yang tidak sama namun tugas dan fungsinya keduanya mempunyai kaitan satu dengan yang lainnya sehingga perlu dilakukan koordinasi. Misalnya Kepala Biro Kepegawaian Propinsi melakukan Koordinasi terhadap Kepala Bagian di masing – masing Kabupaten.
2).    Koordinasi Ekstern, termasuk koordinasi fungsional. Dalam koordinasi ekstern yang bersifat fungsional, koordinasi itu hanya bersifat horizontal dan diagonal.
Adapun  efektif tidaknya pelaksanaan koordinasi terhadap kegiatan – kegiatan suatu kelompok menurut LAN RI (1989:128-129) terutama ditentukan oleh :
            a.     Kemampuan pimpinan kelompok .
                    Kemampuan pimpinan kelompok untuk melaksanakan koordinasi antara lain dipengaruhi oleh ; kecakapan, gaya kepemimpinan, wewenang dan sebagainya.
                b.     Tipe Kelompok yang dipimpinnya. 
Yang dimaksud dengan tipe kelompok, yaitu : apakah kelompok itu suatu organisasi Pemerintah, organisasi Niaga, organisasi Politik, dan sebagainya. Disamping itu apakah kelompok itu terdiri dari berbagai jenis tugas yang seragam  (homogen ) atau yang beraneka ragam jenis tugasnya ( heterogen)
                c.      Situasi di mana kelompok tersebut melakukan  tugasnya.
Situasi yang dimaksud, apakah kelompok tersebut melakukan kegiatannya dalam situasi normal, dalam situasi peralihan atau dalam situasi darurat dan sebagainya.            



Agar pelaksanaan koordinasi dapat berjalan dengan efektif dan lancar maka pelaksanaan koordinasi dapat dilakukan melalui mekanisme   koordinasi  sebagaimana yang  dikemukakan oleh    Lembaga Admnistrasi Negara Republik Indonesia (1997:55–57) adalah sebagai berikut :
a.   Kebijaksanaan.
b.   Rencana
c.   Prosedur dan tata kerja
d.   Rapat dan Taklimat ( Briefing )
e.   Surat Keputusan Bersama / Surat Edaran Bersama,
f.    Tim, Panitia, Kelompok kerja, Gugus Tugas,
g.   Dewan atau Badan.Sistem Administrasi Manunggal
h.   Satu Atap (Samsat atau One Roof System ) dan Pelayanan satu Pintu (One Door Service).

Untuk selanjutnya mengenai Mekanisme Koordinasi tersebut di atas, akan penulis uraikan satu persatu sebagi berikut :
1)     Kebijaksanaan
Kebijaksanaan sebagai alat Koordinasi memberikan arah tujuan yang harus dicapai oleh segenap organisasi atau instansi sebagai pedoman, pegangan atau bimbingan untuk mencapai kesepakatan sehingga tercapai keterpaduan, keselarasan dan keserasian dalam pencapaian tujuan.
2)   Rencana
Rencana dapat digunakan sebagai alat koordinasi karena di dalam rencana yang baik tertuang secara jelas, sasaran, cara melakukan, waktu pelaksanaan, orang yang melaksanakan dan lokasi.
3)   Prosedur dan tata kerja
Prosedur dan tata kerja pada prinsipnya dapat digunakan sebagai alat koordinasi untuk kegiatan yang sifatnya berulang – ulang. Prosedur dan tata kerja dapat digunakan sebagai alat koordinasi karena di dalamnya memuat ketentuan siapa melakukan apa, kapan dilaksanakan dan dengan siapa harus berhubungan. Untuk itu prosedur perlu dituangkan dalam manual, petunjuk pelaksanaan  (juklak), petunjuk teknis (juknis) atau pedoman kerja agar mudah diikuti oleh semua pihak – pihak yang berkepentingan.
4)   Rapat dan Taklimat ( Brifing )
Untuk menyatukan bahasa dan saling pengertian mengenai sesuatu masalah, rapat dapat digunakan sebagai sarana koordinasi. Taklimat sebagai sarana koordinasi digunakan untuk memberikan pengarahan, memperjelas atau menegaskan kebijaksanaan sesuatu masalah. 
5)     Surat Keputusan Bersama / Surat Edaran Bersama
Untuk memperlancar penyelesaian sesuatu kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan hanya oleh suatu instansi, dapat diterbitkan Surat Keputusan Bersama atau Surat Edaran Bersama. Sarana Koordinasi ini sangat efektif dalam mewujudkan kesepakatan dan kesatuan gerak dalam pelaksanaan tugas antara dua atau lebih instansi yang terkait. Namun demikian Surat Edaran Bersama ini perlu ditindaklanjuti dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang disusun oleh masing – masing instansi secara serasi dan saling menunjang.
6)     Tim, Panitia, Kelompok Kerja, Gugus Tugas
Apabila sesuatu kegiatan yang dilakukan bersifat komplek, mendesak, multi sektor, multi disiplin, multi fungsi sehingga atas fungsionalisasi secara teknis operasional sulit dilaksanakan, maka untuk lebih memantapkan koordinasi dapat dibentuk Tim, Panitia, Kelompok Kerja, Gugus Tugas yang bersifat sementara dengan anggota – anggota dari berbagai instansi terkait.  
7)     Dewan atau Badan
Dewan atau Badan sebagai wadah koordinasi dibentuk untuk menangani masalah yang sifatnya kompleks, sulit dan terus menerus, serta belum ada sesuatu instansi yang terkait yang secara fungsional menangani atau tidak mungkin dilaksanakan oleh suatu instansi fungsional yang sudah ada.
8)     Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT atau One Roof System)  dan sistem Pelayanan Satu Pintu (One Door Service)
Sistem Administrasi Manunggal satu Atap dimaksudkan agar kegiatan yang sama dapat dilakukan pada tempat yang terpusat sehingga rangkaian kegiatan tersebut menjadi lebih mudah dan lebih efisien sehingga akan lebih meningkatkan pelayanan dan lebih memudahkan setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh masing – masing pihak yang saling terkait.
Selanjutnya perlu diperhatikan beberapa hal yang dilakukan dalam berkoordinasi sebagai pedoman koordinasi menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia  (1997:55) disebutkan yaitu :
a.   Koordinasi sudah harus dimulai pada saat perumusan kebijaksanaan.
b.   Perlu ditentukan secara jelas siapa atau satuan kerja mana yang secara fungsional berwenang dan bertangung jawab atas sesuatu masalah.
c.   Pejabat atau instansi yang secara fungsional berwenang dan bertangung jawab mengenai sesuatu masalah, berkewajiban memprakarsai dalam penyelenggaraan koordinasi.
d.   Perlu kejelasan wewenang, tangung jawab dan tugas unit/instansi yang terkait.
e.   Perlu dirumuskan program kerja organisasi secara jelas yang memperlihatkan keserasian kegiatan di antara satuan – satuan kerja.
f.    Perlu ditetapkan prosedur dan tata cara melaksanakan koordinasi.
g.   Perlu dikembangkan komunikasi timbal balik untuk menciptakan kesatuan bahasa dan kerja sama.
h.   Koordinasi akan lebih efektif apabila pejabat yang berkewajiban mengkoordinasikan mempunyai kemampuan kepemimpinan dan kredibilitas yang tinggi.
i.     Dalam pelaksanaan koordinasi perlu dipilih sarana koordinasi yang paling tepat.

Untuk selanjutnya mengenai pedoman Koordinasi tersebut di atas, akan penulis uraikan satu persatu sebagi berikut :
1)     Koordinasi sudah harus dimulai pada saat perumusan
         kebijaksanaan.
Pada saat perumusan kebijaksanaan maka seluruh instansi yang yang terkait harus dilibatkan. Hal ini penting mengingat setiap instansi mempunyai kepentingan yang mungkin berbeda sehingga perumusan suatu kebijaksanaan merupakan proses penyamaan visi dan misi dari kegiatan yang akan dilaksanakan sehingga pada saat pelaksanaanya nanti sudah tidak lagi mempermasalahkan   hal – hal yang berkaitan dengan kebijaksanaan yang telah disepakati bersama.



2)     Perlu ditentukan secara jelas siapa atau satuan kerja mana yang secara fungsional berwenang dan bertangung jawab atas sesuatu masalah
Di dalam melakukan koordinasi hal pokok yang harus di bahas adalah siapa atau satuan kerja mana yang secara fungsional berwenang dan bertangung jawab atas masalah atau kegiatan yang akan dilakukan. Hal ini penting karena apabila telah dikatahui satuan kerja tersebut yang harus mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan, baik menyangkut peralatan, dana, serta tangung jawab secara prosedural.
3)     Pejabat atau instansi yang secara fungsional berwenang dan bertangung jawab mengenai sesuatu masalah, berkewajiban memprakarsai dalam penyelenggaraan koordinasi
Pada point ini sangatlah berkaitan dengan pembahasan sebelumnya yaitu setelah diketahui instansi yang bertangung jawab maka unit kerja tersebut wajib memprakarsai di dalam penyelenggaraan koordinasi. Untuk itu persiapan awal terhadap kegiatan yang dibahas dilakukan oleh satuan yang bertangung jawab selanjutnya diserahkan pada saat koordinasi awal dilaksanakan.
4)     Perlu kejelasan wewenang, tangung jawab dan tugas unit/instansi yang terkait       
Di dalam melakukan koordinasi dibahas pula wewenang, tangung jawab serta tugas dari masing – masing unit yang terlibat disesuaikan dengan tugas pokok sehari – hari. Hal ini penting agar tidak terjadi overlapping serta duplikasi tugas oleh satuan yang berbeda.
5)     Perlu dirumuskan program kerja organisasi secara jelas yang memperlihatkan keserasian kegiatan di antara satuan – satuan kerja
Di dalam melakukan korodinasi harus pula dirumuskan program kerja organisasi dari sarana koordinasi yang dipakai, sehingga akan memudahkan pada saat penentuan rencana dari masing – masing kegiatan dari unit – unit kerja.
6)  Perlu ditetapkan prosedur dan tata cara melaksanakan koordinasi
Dengan prosedur yang jelas dan tata cara jelas maka terlihat sinkronisasi kegiatan dan masing-masing unit kerja akan memahami seberapa besar tingkat kewenangan yang dimilikinya dan bagaimana melaksanakan kewenangan tersebut yang pada akhirnya terhindar dari overlapping tugas dan penjumbuhan kegiatan.
7)     Perlu dikembangkan komunikasi timbal balik untuk menciptakan kesatuan bahasa dan kerja sama
Komunikasi timbal balik sangatlah penting karena dalam pelaksanaan koordinasi melibatkan banyak unit kerja yang satu sama lainnya melakukan kegiatan yang berbeda namun mempunyai rangkaian kegiatan yang secara keseluruhan merupakan satuan kegiatan yang saling mendukung.
8)     Koordinasi akan lebih efektif apabila pejabat yang berkewajiban mengkoordinasikan mempunyai kemampuan kepemimpinan dan kredibilitas yang tinggi
Kepemimpinan dan kredibilitas yang tinggi sangat diperlukan oleh pejabat yang mengkoordinir seluruh unit kerja. Hal ini penting karena masing – masing unit kerja mempunyai spesialisasi yang berbeda sehingga menyatukan, mengintegrasikan dari masing – masing unit kerja yang berlainan dibutuhkan suatu kepemimpinan yang handal sehingga dapat diterima oleh masing – masing unit kerja tersebut.
9)     Dalam pelaksanaan koordinasi perlu dipilih sarana koordinasi yang paling tepat.
Sarana koordinasi yang akan dipakai tergantung dari bobot masalah atau kegiatan yang diselesaikan apabila bobot kegiatan tersebut rendah maka sarana koordinasi yang dipakai-pun cukup yang sederhana, akan tetapi manakala bobot kegiatan yang dilaksanakan begitu tinggi dan komplek maka sarana koordinasi yang dipakai juga yang lebih komplek.

C.      Tinjauan Teoritik Tentang Keberhasilan Pembangunan Sarana Pendidikan  Dasar
Pemahaman ini berangkat dari pendapat Ndraha (2003: 8) yang menyatakan bahwa pemerintahan adalah sebuah system dan proses yang bertujuan memenuhi dan melindungi kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan jasa publik dan  layanan civil. Pengertian pemerintahan ini memberikan suatu konsep baru tentang  posisi pemerintah terhadap rakyatnya dan mengembalikan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat dalam hal pemenuhan kebutuhan dan tuntutan – tuntutannya.
Menurut Rasyid (2000:13) menyatakan bahwa tugas-tugas pokok  pemerintahan modern pada hakekatnya adalah melaksanakan fungsi pelayanan kepada  masyarakat. Pemerintah tidak dilahirkan untuk melayani  dirinya  sendiri  namun untuk melayani masyarakat. Dengan demikian menjadi suatu kewajiban bagi pemerintah  untuk memberikan pelayanan yang maksimal sehingga berbagai kebutuhan masyarakat  dapat terlayani dengan  baik.
Lebih jauh dari itu Ndraha menyatakan ( 2003:109) bahwa terdapat  dua macam fungsi pemerintah yaitu fungsi primer dan  fungsi sekunder. Pemerintah berfungsi primer diartikan sebagai provider jasa publik yang tidak diprivatisasikan dan  layanan civil  atau disebut juga sebagai fungsi pelayanan. Sedangkan fungsi  sekunder adalah fungsi yang berhubungan negatif dengan kondisi ekonomi, politik dan sosial, dalam arti semakin baik faktor kehidupan masyarakat  dan kuat masyarakat dalam ekonomi, sosial politik maka peran-peran pemerintah  menjadi kecil atau terjadi perubahan  dari fungsi “rowing” menjadi  streering” Fungsi pemerintah sebagai provider atas layanan  jasa publik berarti suatu usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat oleh pemerintah dalam berbagai sektor kehidupan  seperti  pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih dan lain – lain.
Salah satu peran dan fungsi pemerintah daerah adalah melaksanakan pelayanan  di bidang  pendidikan. Kaitan itu  bahwa pembangunan sarana pendidikan merupakan hal yang pokok untuk mendukung proses keberlanjutan pendidikan. Peran pemerintah dalam melakukan pelayanan di bidang pendidikan dasar erat kaitannya dengan peran dan  fungsi pemerintah dalam melaksanakan fungsi pembangunan.  Fungsi pelayanan dan pembangunan dalam konteks pendidikan dasar menjadi kewajiban pemerintah agar masyarakat dapat memiliki kesemapatan  yang sama dalam memperoleh pendidikan dasar.  Menurut Gandhi (1968:13) bahwa pembangunan merupakan konsep normatif yang menyiratkan pilihan-pilihan tujuan, dalam mencapai tujuannya sebagai realisasi potensi manusia (dalam Sepandji, 1999:4). Sedangkan menurut Ginandjar Kartasasmita (1997:86) bahwa berdasarkan literatur ekonomi, pembangunan didefinisikan sebagai suatu proses yang berkesinambungan dari peningkatan pendapatan riil perkapita melalui peningkatan jumlah dan produktivitas sumber daya.
       Konsep pembangunan yang tepat harus dilihat secara dinamis, yaitu pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Oleh karenanya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang dilakukan secara sadar dan berencana untuk mewujudkan suatu kondisi yang lebih baik dari kondisi sebelumnya.
       Peranan pemerintah dalam pembangunan sarana pendidikan dasar yaitu bersama masyarakat membuat suatu perencanaan, sehingga pembangunan yang dilaksanakan benar-benar merupakan kebutuhan masyarakat. Perencanaan itu sendiri merupakan suatu proses yang kontinyu, dan proses yang kontinyu ini meliputi dua aspek, yaitu formula rencana dan pelaksanaannya. Menurut Sepanji (199:45)  bahwa suatu program pembangunan yang baik dalam pemerintahan harus mempunyai paling sedikit ciri-ciri sebagai berikut:
a.  Tujuan yang dirumuskan secara jelas.
b.  Penentuan peralatan yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.
c.  Suatu kerangka kebijakan yang konsisten dan atau proyek-proyek yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan program seefektif mungkin.
d.  Pengukuran dengan ongkos-ongkos yang diperkirakan dan keuntungan-keuntungan yang diharapkan akan dihasilkan program tersebut.
e.  Hubungan dengan kegiatan-kegiatan lain dalam usaha pembangunan dan program pembangunan lainnya. Suatu program pembangunan tidak berdiri sendiri.
f.   Berbagai upaya di bidang manajemen, termasuk penyediaan tenaga, pembiayaan dan lain-lain untuk melaksanakan program-program tersebut.

       Pembangunan yang dilakukan pemerintah pada prinsipnya yaitu dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai salah satu prasyarat dan tujuan pembangunan, maka tugas-tugas pemerintah adalah antara lain pembinaan keterampilan serta sikap yang lebih maju.
        Kualitas governance (pemerintahan) dianggap sangat menentukan dalam proses pembangunan, terlebih-lebih setelah pengertian pembangunan diperluas sehingga bukan hanya mencakup tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga mencakup dimensi-dimensi yang luas dalam kehidupan manusia (Arief, 1999:390).  Dalam kaitannya dengan uraian di atas, maka proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan serta pembinaan masyarakat merupakan aktivitas gejala yang meningkat dari peran birokrasi pemerintahan dan peran tersebut sangat dipengaruhi oleh perilakunya, kemampuannya dan disiplin manusia sebagai birokrat.
       Dalam menjalankan pemerintah yang berkualitas tentu saja tidak terlepas dari manajemen pemerintahan. Hal ini berarti dibutuhkan manusia pembangunan yang mampu menjalankan roda pemerintahan secara jujur, adil dan profesional. Proses pembangunan yang mengakibatkan adanya perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik, dibutuhkan aparatur pemerintahan yang bekerja atas kepentingan masyarakat. Peran tersebut menunjukkan sikap yang dapat menyeimbangkan kondisi dan melihat keadaan pembangunan ke depan.

Pengertian pembangunan menurut Hadari Nawawi (1994:220) adalah usaha  mempengaruhi perubahan dan perkembangan masyarakat ke arah tujuan tertentu. Pengertian ini bila dianalisa menunjukan bahwa perubahan dan perkembangan masyarakat dapat dipengaruhi dalam arti diatur dan dikendalikan agar berlangsung efektif dan efesien  dalam mencapai tujuannya. Sedangkan tujuan pembangunan secara umum adalah untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat berupa kondisi  sosial ekonomi yang relatif  harus lebih baik  dari kondisi sebelumnya. Dalam pelaksanaan pembangunan  tidak  terlepas dari masyarakat baik sebagai pelaku maupun sebagai obyek pembangunan. Maka dari itu dalam pengertian  pembangunan terdapat  pula  dimensi masyarakat yang  diartikan sebagai suatu perubahan sosial berencana yang dialokasikan pada sendi-seindi kehidupan masyarakat. Kemudian pengertian pembangunan menurut Siagian  (1988:3) adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan  dan perubahan  yang berencana  yang dikukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.  Dalam  pengertian ini maka makna pembangunan dapat dilihat dari adanya usaha pertumbuhan kemudian usaha tersebut dilakukan secara sadar dan bertahap dengan berbagai perencanaan oleh Pemerintah sebagai pelaksana pemerintahan menuju kepada modernitas  pembangunan  bangsa itu sendiri.
Adapun  tolok ukur yang dijadikan acuan untuk menilai  terhadap keberhasilan pembangunan sarana pendidikan dasar menurut Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (2004:26) berdimensi yaitu (1) ketersediaan dan  Pemerataan, (2)  Partisipasi dan keterlibatan pihak terkait. Ketersediaan meliputi berbagai indikator antara lain: ketersediaan kebijakan publik yang menempatkan sektor pendidikan  dasar menjadi skala prioritas, ketersediaan anggaran, ketersediaan waktu, ketersediaan masyarakat untuk turut serta dalam program, ketersediaan organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan program, pemerataan bagi sekolah – sekolah yang berada di tempat terpencil, pemerataan bagi masyarakat  yang miskin, pemerataan bagi sekolah negeri maupun swasta, pemerataan besaran anggaran yang disesuaikan dengan kebutuhan. Selanjutnya pada aspek partisipasi meliputi yaitu; kemampuan masyarakat untuk turut serta dalam kegiatan, bantuan atau  sumbangan masyarakat secara materiil, tenaga, dan fikiran.
Dari penjelasan tersebut maka konsep keberhasilan pembangunan sarana pendidikan dasar yang dimaksud yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh pemerintah bersama-sama masyarakat untuk membangun, memperbaiki sarana pendidikan dasar sesuai  dengan kebutuhan yang diperlukan.

D.      Membangun Komitment sebagai sebuah landasan Pelaksanaan Koordinasi
Pelaksanaan koordinasi dapat berjalan dengan baik manakala semua pihak yang terlibat memiliki komitent yang sama untuk berusaha bekerjasama dalam rangka pembangunan sarana pendidikan dasar. Tanpa komitment yang kuat maka kemungkinan untuk mencapai keberhasilan dari pembangunan sarana pendidikan dasar menjadi sangat rentan. Hal ini di dasari bahwa tantangan dalam pembangunan sarana pendidikan dasar sangatlah besar, oleh karenanya sangat dibutuhkan komitent dari seluruh komponen  yang terlibat di dalam penyelenggaraan pembangunan sarana pendidikan dasar.
Peran pemerintah Kabupaten Serang sebagai motor penggerak  dalam penyelenggara pembangunan sarana pendidikan dasar merupakan sebuah  komitment yang telah dinayatakan dalam Restrada Kab Serang dan Propeda Kab Serang. Akan tetapi komitent dari Pemerintah Kabupaten Serang saja sangatlah tidak cukup sehingga dibutuhkan pula komitment dari  berbagai elemen masyarakat yang harus bahu membahu bersama-sama mendukung program pembangunan sarana  pendidikan dasar ini.
Komitment ini dibangun dari sebuah kesadaran bahwa kualitas sumber daya manusia yang ada di Kabupaten Serang berawal dari upaya membangun kualitas anak – anak yang berpendidikan dasar melalui peningkatan sarana dan prasarana pendidikan sebagai salah satu unsur yang mendukung terciptanya kualitas proses belajar dan mengajar yang baik.
Bila masing-masing elemen dan pemerintah telah memiliki komitent yang baik maka hal ini akan menjadi salah satu modal  pokok dalam pelaksanaan koordinasi dimaksud. Cermin dari keberhasilannya adalah kebijakan program peningkatan sarana fisik pendidikan dasar yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten Serang dapat didukung oleh semua elemen masyarakat dan melibatkan banyak pihak terutama orang tua siswa dan para pengusaha yang memiliki kepedulian terhadap kaulitas pendidikan dasar di wilayah Kabupaten Serang.
Dengan komitent yang kuat maka berbagai kendala yang selama ini menjadi faktor penghambat dalam melaksanakan pembangunan sarana pendidikan dasar mudah – mudahan dapat teratasi dengan baik.



E.      Penutup
Sebagai sebuah kesimpulan  dapat penulis nyatakan bahwa keberhasilan pembangunan sarana  pendidikan dasar dapat berhasilan manakala semua pihak yang terlibat mau, dan mampu melakukan koordinasi dengan baik. Hal ini perlu disadari bahwa sumber daya yang diperlukan dalam upaya mencapai keberhasilan pembangunan sarana pendidikan dasar sangatlah besar sedangkan kemampuan yang dimiliki sangatlah terbatas, oleh karenanya  melalui koordinasi diharapkan semua pihak dapat terlibat secara aktif memikirkan, mencarikan berbagai solusi dan bertindak secara integrarif sehingga semua upaya yang dilakukan dalam rangka pembangunan sarana pendidikan dasar  dapat terfokus secara baik.








 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar