Oleh : DR. H. RACHMAT MAULANA S.Sos, M.Si
A. Latar Belakang
Sistem pendidikan dasar
di Indonesia terdiri atas Sekolah Dasar
(SD), yakni kelas 1 s/d 6 dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas 1 s/d
3. sebelum otonomi daerah diberlakukan maka pemerintah daerah
hanya memiliki wewenang untuk menyelenggarakan pendidikan Sekolah Dasar
(SD), tetapi sekarang wewenang tersebut diperluas hingga meliputi SMP pula.
Program pendidikan dasar sembilan tahun
bersifat wajib dan Departemen Pendidikan Nasional kini sedang menyusun standar nasional untuk program tersebut.
Dalam upaya
peningkatan keberhasilan program
pendidikan dasar sembilan tahun maka telah diterbitkan Surat Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor
044/U/2002 tentang peran serta
masyarakat di dalam system manajemen berbasis sekolah (MBS). Dari segi
kelembagaan maka peran serta masyarakat ini dirumuskan melalui pembentukan
Dewan Pendidikan Tingkat Kabupaten yang
bertugas menjalin kerjasama dengan berbagai pelaku pendidikan termasuk
pemerintah daerah, DPRD, serta
pembentukan Komite Sekolah di tiap sekolah. Berdasarkan system MBS maka
pemerintah tidak lagi menentukan berbagai jenis pungutan seperti misalnya uang
seragam, pakaian olah raga, kegiatan
ekstra kulikuler, pemeliharaan dan pembangunan
gedung sebagai sarana pendidikan.
Walaupun program
pendidikan dasar sembilan tahun tersebut bersifat wajib, akan tetapi pada
pelaksanaanya masih sangat banyak kendala yang dihadapi dalam
mensukseskan program wajib belajar sembilan tahun tersebut. menurut
hasil laporan periodik dari Dinas
Pendidikan Dasar Kabupaten Serang tahun
2004 maka sejumlah kendala tersebut
meliputi: (1) kurangnya tenaga guru, (2) kualitas guru yang belum memenuhi standar (3) kurangnya partisipasi masyarakat dalam mendukung proses
peningkatan kualitas belajar (4) banyaknya sarana berupa gedung sekolah yang
rusak berat.
Dari berbagai kendala
tersebut yang sangat memprihatinkan adalah banyaknya sarana berupa gedung sekolah yang kondisinya rusak berat
bahkan telah terjadi gedung sekolah yang roboh pada saat proses belajar sedang
dilaksanakan. Kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat seharusnya daya
dukung sarana gedung sekolah seharusnya menjadi prasyarat utama dalam proses
belajar dan mengajar.
Dalam kontek inilah maka pembangunan sarana
pendidikan dasar menjadi skala prioritas untuk
dilakukan diwilayah Kabupaten Serang. Hal ini sesuai dengan Arah Kebijakan Umum yang telah
disusun dan Program Pembangunan Daerah
yang menempatkan sector pendidikan dasar menjadi skala priritas pembangunan.
Selanjutnya menurut pengamatan sementara
penulis bahwa kegiatan koordinasi
memberikan andil yang cukup besar terhadap keberhasilan pembangunan sarana pendidikan dasar terutama berkaitan dengan koordinasi dalam bidang perencanaan
kegiatan antara berbagai instnasi yang ada serta pihak masyarakat yang dalam
hal ini adalah pihak swasta yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dasar. Banyak kasus terjadi bahwa
seolah- olah pembangunan sarana pendidikan dasar berjalan dengan sendirinya.
Padahal selama ini peran instnasi teknis yaitu Dinas Pendidikan dan Badan
Perencana Pembangunan daerah berupaya untuk
melakukan koordinasi perencanaan untuk melaksanakan pembangunan
sarana pendidikan akan tetapi masih
menemukan berbagai kendala yang pada gilirannya masih ditemukan pembangunan
sarana pendidikan dasar yang belum mengacu pada
skala prioritas
B. Tinjauan Teoritik Tentang Koordinasi
Pengertian
koordinasi dari beberapa pakar diantaranya menurut T. Hani Handoko (1999:195)
adalah suatu proses pengintegrasian tujuan – tujuan dan kegiatan – kegiatan
pada satuan – satuan yang terpisah (departemen atau bidang – bidang fungsional)
suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.
Pengertian
diatas memberikan batasan dari koordinasi sebagai suatu kesatuan dari elemen
sistem antar bagian dengan bagian lain dalam hal pencapaian tujuan. Dengan demikian
koordinasi dipandang sebagai keterkaitan
antara satu unit dengan unit lain dalam hal pencapaian tujuan.
Hal senada
dikemukakan oleh Malayu Hasibuan (1996:87) mendefinisikan Koordinasi sebagai
kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan dan mengkoordinasikan unsur – unsur
manajemen (6M) dan pekerjaan –pekerjaan
para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.
Dari pengertian
di atas maka makna koordinasi masih terlihat dari adanya proses yang
terintegrasi dari unsur-unsur manajemen antara lain : Man, Money, Machine,
Methode, Material, Market, yang kesemuanya disatupadukan dalam rangka
pencapain tujuan organisasi secara keseluruhan.
Dari pendapat –
pendapat tersebut di atas, penulis simpulkan bahwa koordinasi pada hakekatnya
merupakan upaya memadukan (mengintegrasikan), menyerasikan dan menyelaraskan
berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan beserta gerak, langkah
dan waktunya dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran bersama.
Koordinasi
perlu dilaksanakan mulai dari proses perumusan kebijaksanaan, perencanaan,
pelaksanaan sampai pada pengawasan dan pengendaliannya. Dalam kaitan itu maka
koordinasi perlu dilakukan pada saat pelaksanaan kegiatan dimulai dari tahap
persiapan sehingga data yang dihasilkan dapat dipertangungjawabkan baik dari
segi validitas maupun segi yuridis formalnya karena semua unit kerja dapat
memberikan data – data yang dimilikinya melalui wadah koordinasi.
Selanjutnya
perlu pula diketahui tentang ciri – ciri koordinasi sehingga bila kita
membicarakan kata koordinasi dapat mengetahui secara jelas. Soewarno
Handayaningrat (1989:118) menyebutkan beberapa ciri koordinasi
antara lain:
a. Tangung
jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh karena itu koordinasi adalah
menjadi wewenang dan tangung jawab dari pada pimpinan. Dikatakan bahwa pimpinan
yang berhasil, karena ia telah melakukan koordinasi dengan baik.
b. Koordinasi
adalah usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena kerjasama merupakan syarat
mutlak terselenggaranya koordinasi dengan sebaik – baiknya.
c. Koordinasi
adalah proses yang terus menerus
(continus process). Artinya suatu proses yang bersifat kesinambungan
dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.
d. Adanya
pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini disebabkan karena koordinasi
adalah konsep yang diterapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu
tetapi sejumlah individu yang
berkerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
e. Konsep
kesatuan tindakan. Kesatuan tindkaan adalah inti daripada koordinasi. Hal ini
berarti bahwa pimpinan harus mengatur usaha – usaha /tindakan – tindakan dari
pada setiap kegiatan individu sehingga diperoleh adanya keserasian di dalam
mencapai hasil bersama.
f. Tujuan
koordinasi adalah tujuan bersama (common purpose). Kesatuan usaha/tindakan
meminta kesadaran /pengertian kepada semua individu, agar ikut serta
melaksanakan tujuan bersamasebagai kelompok di mana mereka bekerja
Di dalam
melakukan koordinasi maka langkah awal yang perlu diperhatikan adalah
mengetahui tujuan Koordinasi sehingga sebelum melaksanakannya semua orang yang
terlibat telah sama pemahamannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Malayu
Hasibuan (1996:89) menyebutkan bahwa
tujuan Koordinasi antara lain :
1. Untuk
mengerahkan dan menyatupadukan semua tindakan serta pemikiran ke arah
tercapainya sasaran organisasi.
2. Untuk
menjuruskan ketrampilan spesialis ke arah sasaran organisasi.
3. Untuk
menghindari kekosongan dan tumpang tindih pekerjaan.
4. Untuk
menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dari sasaran.
5. Untuk
mengintegrasikan tindakan dan pemanfaatan 6 M ke arah sasaran organisasi.
6. Untuk
menghindari tindakan overlapping dari sasaran perusahaan.
Dalam
administrasi Pemerintah, Koordinasi dimaksudkan untuk menyerasikan dan
menyatukan kegiatan – kegiatan
yang dilakukan oleh Pejabat –
Pejabat pimpinan – pimpinan dan kelompok Pejabat pelaksana. Suatu tindakan
pelaksanaan yang terkoordinasikan berarti kegiatan para kelompok Pejabat baik
pimpinan dari para pelaksana menjadi serasi, seirama dan terpadu dalam
pencapain tujuan bersama.
Menurut Soewarno Handayaningrat (1989:127) dinyatakan
bahwa : Atas hubungan antara pejabat yang mengkordinasikan dengan pejabat yang
dikoordinasikan, maka dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis koordinasi yaitu
Koordinasi Intern, dan Koordinasi Ekstern.
Untuk lebih
jelasnya maka akan penulis uraikan lebih rinci lagi sehingga kita dapat
memahami labih mendalam.
1). Koordinasi
Intern
Secara umum
Koordinasi intern secara umum terbagi menjadi tiga macam yaitu :
a) Koordinasi
Vertikal
Koordinasi
vertikal atau sering pula disebut menjadi kordinasi struktural, dimana antara
yang mengkoordinasikan dengan yang dikoordinasikan secara struktural terdapat
hubungan hirarkis. Hal inidapat juga dikatakan koordinasi yang bersifat
hirarkis, karena satu dengan lainnya berada pada satu garis komando. Misalnya
koordinasi yang dilakukan oleh Seorang Sekretaris Daerah Kabupaten terhadap
para Kepala Bagiannya di dalam satu lingkungan.
b)
Koordinasi Horizontal
Koordinasi Horizontal yaitu koordinasi
fungsional, di mana kedudukan antara yang mengkoordinasikan dengan yang
dikoordinasikan mempunyai kedudukan setingkat eselonnya. Menurut tugas dan
fungsinya keduanya mempunyai kaitan satu dengan yang lainnya sehingga perlu dilakukan
koordinasi. Masilnya koordinasi yang dilakukan oleh Kepala Bagian Keuangan
Tingkat Propinsi dengan Kepala Bagian Keuangan Tingkat Kabupaten.
c) Koordinasi Diagonal
Yaitu
koordinasi fungsional, di mana kedudukan
antara yang mengkoordinasikan lebih tinggi dibandingkan dengan yang
dikoordinasikan. Sehingga kedudukannya
yang tidak sama namun tugas dan fungsinya keduanya mempunyai kaitan satu
dengan yang lainnya sehingga perlu dilakukan koordinasi. Misalnya Kepala Biro
Kepegawaian Propinsi melakukan Koordinasi terhadap Kepala Bagian di masing –
masing Kabupaten.
2). Koordinasi Ekstern, termasuk koordinasi fungsional. Dalam
koordinasi ekstern yang bersifat fungsional, koordinasi itu hanya bersifat
horizontal dan diagonal.
Adapun efektif tidaknya pelaksanaan koordinasi
terhadap kegiatan – kegiatan suatu kelompok menurut LAN RI (1989:128-129)
terutama ditentukan oleh :
a. Kemampuan
pimpinan kelompok .
Kemampuan
pimpinan kelompok untuk melaksanakan koordinasi antara lain dipengaruhi oleh ;
kecakapan, gaya kepemimpinan, wewenang dan sebagainya.
b. Tipe
Kelompok yang dipimpinnya.
Yang dimaksud dengan tipe kelompok, yaitu : apakah kelompok itu suatu
organisasi Pemerintah, organisasi Niaga, organisasi Politik, dan sebagainya.
Disamping itu apakah kelompok itu terdiri dari berbagai jenis tugas yang
seragam (homogen ) atau yang beraneka
ragam jenis tugasnya ( heterogen)
c.
Situasi di mana kelompok tersebut
melakukan tugasnya.
Situasi
yang dimaksud, apakah kelompok tersebut melakukan kegiatannya dalam situasi
normal, dalam situasi peralihan atau dalam situasi darurat dan sebagainya.
Agar pelaksanaan koordinasi dapat berjalan dengan efektif dan lancar
maka pelaksanaan koordinasi dapat dilakukan melalui mekanisme koordinasi
sebagaimana yang dikemukakan
oleh Lembaga Admnistrasi Negara
Republik Indonesia (1997:55–57) adalah sebagai berikut :
a.
Kebijaksanaan.
b.
Rencana
c.
Prosedur dan tata kerja
d.
Rapat dan Taklimat ( Briefing )
e.
Surat Keputusan Bersama / Surat Edaran Bersama,
f.
Tim, Panitia, Kelompok kerja, Gugus Tugas,
g.
Dewan atau Badan.Sistem Administrasi Manunggal
h.
Satu Atap (Samsat atau One Roof System ) dan Pelayanan satu
Pintu (One Door Service).
Untuk
selanjutnya mengenai Mekanisme Koordinasi tersebut di atas, akan penulis
uraikan satu persatu sebagi berikut :
1) Kebijaksanaan
Kebijaksanaan
sebagai alat Koordinasi memberikan arah tujuan yang harus dicapai oleh segenap
organisasi atau instansi sebagai pedoman, pegangan atau bimbingan untuk
mencapai kesepakatan sehingga tercapai keterpaduan, keselarasan dan keserasian
dalam pencapaian tujuan.
2) Rencana
Rencana
dapat digunakan sebagai alat koordinasi karena di dalam rencana yang baik
tertuang secara jelas, sasaran, cara melakukan, waktu pelaksanaan, orang yang
melaksanakan dan lokasi.
3) Prosedur
dan tata kerja
Prosedur
dan tata kerja pada prinsipnya dapat digunakan sebagai alat koordinasi untuk
kegiatan yang sifatnya berulang – ulang. Prosedur dan tata kerja dapat
digunakan sebagai alat koordinasi karena di dalamnya memuat ketentuan siapa
melakukan apa, kapan dilaksanakan dan dengan siapa harus berhubungan. Untuk itu
prosedur perlu dituangkan dalam manual, petunjuk pelaksanaan (juklak), petunjuk teknis (juknis) atau
pedoman kerja agar mudah diikuti oleh semua pihak – pihak yang berkepentingan.
4) Rapat dan Taklimat ( Brifing )
Untuk
menyatukan bahasa dan saling pengertian mengenai sesuatu masalah, rapat dapat
digunakan sebagai sarana koordinasi. Taklimat sebagai sarana koordinasi
digunakan untuk memberikan pengarahan, memperjelas atau menegaskan kebijaksanaan
sesuatu masalah.
5) Surat Keputusan Bersama / Surat Edaran
Bersama
Untuk
memperlancar penyelesaian sesuatu kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan hanya
oleh suatu instansi, dapat diterbitkan Surat Keputusan Bersama atau Surat
Edaran Bersama. Sarana Koordinasi ini sangat efektif dalam mewujudkan
kesepakatan dan kesatuan gerak dalam pelaksanaan tugas antara dua atau lebih
instansi yang terkait. Namun demikian Surat Edaran Bersama ini perlu
ditindaklanjuti dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang disusun
oleh masing – masing instansi secara serasi dan saling menunjang.
6) Tim,
Panitia, Kelompok Kerja, Gugus Tugas
Apabila
sesuatu kegiatan yang dilakukan bersifat komplek, mendesak, multi sektor, multi
disiplin, multi fungsi sehingga atas fungsionalisasi secara teknis operasional
sulit dilaksanakan, maka untuk lebih memantapkan koordinasi dapat dibentuk Tim,
Panitia, Kelompok Kerja, Gugus Tugas yang bersifat sementara dengan anggota –
anggota dari berbagai instansi terkait.
7) Dewan atau Badan
Dewan
atau Badan sebagai wadah koordinasi dibentuk untuk menangani masalah yang
sifatnya kompleks, sulit dan terus menerus, serta belum ada sesuatu instansi
yang terkait yang secara fungsional menangani atau tidak mungkin dilaksanakan
oleh suatu instansi fungsional yang sudah ada.
8) Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap
(SAMSAT atau One Roof System) dan
sistem Pelayanan Satu Pintu (One Door Service)
Sistem
Administrasi Manunggal satu Atap dimaksudkan agar kegiatan yang sama dapat
dilakukan pada tempat yang terpusat sehingga rangkaian kegiatan tersebut
menjadi lebih mudah dan lebih efisien sehingga akan lebih meningkatkan
pelayanan dan lebih memudahkan setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh masing –
masing pihak yang saling terkait.
Selanjutnya
perlu diperhatikan beberapa hal yang dilakukan dalam berkoordinasi sebagai
pedoman koordinasi menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (1997:55) disebutkan yaitu :
a.
Koordinasi
sudah harus dimulai pada saat perumusan kebijaksanaan.
b.
Perlu
ditentukan secara jelas siapa atau satuan kerja mana yang secara fungsional
berwenang dan bertangung jawab atas sesuatu masalah.
c.
Pejabat
atau instansi yang secara fungsional berwenang dan bertangung jawab mengenai
sesuatu masalah, berkewajiban memprakarsai dalam penyelenggaraan koordinasi.
d.
Perlu
kejelasan wewenang, tangung jawab dan tugas unit/instansi yang terkait.
e.
Perlu
dirumuskan program kerja organisasi secara jelas yang memperlihatkan keserasian
kegiatan di antara satuan – satuan kerja.
f.
Perlu
ditetapkan prosedur dan tata cara melaksanakan koordinasi.
g.
Perlu
dikembangkan komunikasi timbal balik untuk menciptakan kesatuan bahasa dan
kerja sama.
h.
Koordinasi
akan lebih efektif apabila pejabat yang berkewajiban mengkoordinasikan
mempunyai kemampuan kepemimpinan dan kredibilitas yang tinggi.
i.
Dalam
pelaksanaan koordinasi perlu dipilih sarana koordinasi yang paling tepat.
Untuk
selanjutnya mengenai pedoman Koordinasi tersebut di atas, akan penulis uraikan
satu persatu sebagi berikut :
1) Koordinasi sudah harus dimulai pada saat
perumusan
kebijaksanaan.
Pada saat
perumusan kebijaksanaan maka seluruh instansi yang yang terkait harus
dilibatkan. Hal ini penting mengingat setiap instansi mempunyai kepentingan
yang mungkin berbeda sehingga perumusan suatu kebijaksanaan merupakan proses
penyamaan visi dan misi dari kegiatan yang akan dilaksanakan sehingga pada saat
pelaksanaanya nanti sudah tidak lagi mempermasalahkan hal – hal yang berkaitan dengan
kebijaksanaan yang telah disepakati bersama.
2) Perlu
ditentukan secara jelas siapa atau satuan kerja mana yang secara fungsional
berwenang dan bertangung jawab atas sesuatu masalah
Di dalam
melakukan koordinasi hal pokok yang harus di bahas adalah siapa atau satuan
kerja mana yang secara fungsional berwenang dan bertangung jawab atas masalah
atau kegiatan yang akan dilakukan. Hal ini penting karena apabila telah
dikatahui satuan kerja tersebut yang harus mempersiapkan terlebih dahulu segala
sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan, baik menyangkut peralatan,
dana, serta tangung jawab secara prosedural.
3) Pejabat
atau instansi yang secara fungsional berwenang dan bertangung jawab mengenai
sesuatu masalah, berkewajiban memprakarsai dalam penyelenggaraan koordinasi
Pada point ini
sangatlah berkaitan dengan pembahasan sebelumnya yaitu setelah diketahui
instansi yang bertangung jawab maka unit kerja tersebut wajib memprakarsai di
dalam penyelenggaraan koordinasi. Untuk itu persiapan awal terhadap kegiatan
yang dibahas dilakukan oleh satuan yang bertangung jawab selanjutnya diserahkan
pada saat koordinasi awal dilaksanakan.
4) Perlu
kejelasan wewenang, tangung jawab dan tugas unit/instansi yang terkait
Di dalam
melakukan koordinasi dibahas pula wewenang, tangung jawab serta tugas dari
masing – masing unit yang terlibat disesuaikan dengan tugas pokok sehari –
hari. Hal ini penting agar tidak terjadi overlapping serta duplikasi
tugas oleh satuan yang berbeda.
5) Perlu
dirumuskan program kerja organisasi secara jelas yang memperlihatkan keserasian
kegiatan di antara satuan – satuan kerja
Di dalam
melakukan korodinasi harus pula dirumuskan program kerja organisasi dari sarana
koordinasi yang dipakai, sehingga akan memudahkan pada saat penentuan rencana
dari masing – masing kegiatan dari unit – unit kerja.
6)
Perlu ditetapkan prosedur dan tata cara melaksanakan koordinasi
Dengan prosedur
yang jelas dan tata cara jelas maka terlihat sinkronisasi kegiatan dan
masing-masing unit kerja akan memahami seberapa besar tingkat kewenangan yang
dimilikinya dan bagaimana melaksanakan kewenangan tersebut yang pada akhirnya
terhindar dari overlapping tugas dan penjumbuhan kegiatan.
7) Perlu
dikembangkan komunikasi timbal balik untuk menciptakan kesatuan bahasa dan
kerja sama
Komunikasi
timbal balik sangatlah penting karena dalam pelaksanaan koordinasi melibatkan
banyak unit kerja yang satu sama lainnya melakukan kegiatan yang berbeda namun
mempunyai rangkaian kegiatan yang secara keseluruhan merupakan satuan kegiatan
yang saling mendukung.
8) Koordinasi
akan lebih efektif apabila pejabat yang berkewajiban mengkoordinasikan
mempunyai kemampuan kepemimpinan dan kredibilitas yang tinggi
Kepemimpinan
dan kredibilitas yang tinggi sangat diperlukan oleh pejabat yang mengkoordinir
seluruh unit kerja. Hal ini penting karena masing – masing unit kerja mempunyai
spesialisasi yang berbeda sehingga menyatukan, mengintegrasikan dari masing –
masing unit kerja yang berlainan dibutuhkan suatu kepemimpinan yang handal
sehingga dapat diterima oleh masing – masing unit kerja tersebut.
9) Dalam
pelaksanaan koordinasi perlu dipilih sarana koordinasi yang paling tepat.
Sarana
koordinasi yang akan dipakai tergantung dari bobot masalah atau kegiatan yang
diselesaikan apabila bobot kegiatan tersebut rendah maka sarana koordinasi yang
dipakai-pun cukup yang sederhana, akan tetapi manakala bobot kegiatan yang
dilaksanakan begitu tinggi dan komplek maka sarana koordinasi yang dipakai juga
yang lebih komplek.
C. Tinjauan Teoritik Tentang Keberhasilan
Pembangunan Sarana Pendidikan Dasar
Pemahaman ini berangkat dari pendapat Ndraha (2003:
8) yang menyatakan bahwa pemerintahan adalah sebuah system dan proses yang
bertujuan memenuhi dan melindungi kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan
jasa publik dan layanan civil. Pengertian
pemerintahan ini memberikan suatu konsep baru tentang posisi pemerintah terhadap rakyatnya dan
mengembalikan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat dalam hal
pemenuhan kebutuhan dan tuntutan – tuntutannya.
Menurut Rasyid (2000:13) menyatakan bahwa
tugas-tugas pokok pemerintahan modern
pada hakekatnya adalah melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah tidak dilahirkan untuk
melayani dirinya sendiri
namun untuk melayani masyarakat. Dengan demikian menjadi suatu kewajiban
bagi pemerintah untuk memberikan pelayanan
yang maksimal sehingga berbagai kebutuhan masyarakat dapat terlayani dengan baik.
Lebih jauh dari itu Ndraha menyatakan ( 2003:109)
bahwa terdapat dua macam fungsi
pemerintah yaitu fungsi primer dan
fungsi sekunder. Pemerintah berfungsi primer diartikan sebagai provider
jasa publik yang tidak diprivatisasikan dan
layanan civil atau disebut juga
sebagai fungsi pelayanan. Sedangkan fungsi
sekunder adalah fungsi yang berhubungan negatif dengan kondisi ekonomi,
politik dan sosial, dalam arti semakin baik faktor kehidupan masyarakat dan kuat masyarakat dalam ekonomi, sosial
politik maka peran-peran pemerintah
menjadi kecil atau terjadi perubahan
dari fungsi “rowing” menjadi
“streering” Fungsi pemerintah sebagai provider atas layanan jasa publik berarti suatu usaha pemenuhan
kebutuhan masyarakat oleh pemerintah dalam berbagai sektor kehidupan seperti
pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih dan lain – lain.
Salah satu peran dan
fungsi pemerintah daerah adalah melaksanakan pelayanan di bidang pendidikan. Kaitan itu bahwa pembangunan sarana pendidikan merupakan
hal yang pokok untuk mendukung proses keberlanjutan pendidikan. Peran
pemerintah dalam melakukan pelayanan di bidang pendidikan dasar erat kaitannya
dengan peran dan fungsi pemerintah dalam
melaksanakan fungsi pembangunan. Fungsi
pelayanan dan pembangunan dalam konteks pendidikan dasar menjadi kewajiban
pemerintah agar masyarakat dapat memiliki kesemapatan yang sama dalam memperoleh pendidikan
dasar. Menurut Gandhi (1968:13) bahwa pembangunan
merupakan konsep normatif yang menyiratkan pilihan-pilihan tujuan, dalam
mencapai tujuannya sebagai realisasi potensi manusia (dalam Sepandji, 1999:4).
Sedangkan menurut Ginandjar Kartasasmita (1997:86) bahwa berdasarkan literatur
ekonomi, pembangunan didefinisikan sebagai suatu proses yang berkesinambungan
dari peningkatan pendapatan riil perkapita melalui peningkatan jumlah dan
produktivitas sumber daya.
Konsep pembangunan yang tepat harus
dilihat secara dinamis, yaitu pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan
usaha yang tanpa akhir. Oleh karenanya pembangunan adalah suatu proses
perubahan yang dilakukan secara sadar dan berencana untuk mewujudkan suatu
kondisi yang lebih baik dari kondisi sebelumnya.
Peranan
pemerintah dalam pembangunan sarana pendidikan dasar yaitu bersama masyarakat
membuat suatu perencanaan, sehingga pembangunan yang dilaksanakan benar-benar
merupakan kebutuhan masyarakat. Perencanaan itu sendiri merupakan suatu proses
yang kontinyu, dan proses yang kontinyu ini meliputi dua aspek, yaitu formula
rencana dan pelaksanaannya. Menurut Sepanji (199:45) bahwa suatu program pembangunan yang baik
dalam pemerintahan harus mempunyai paling sedikit ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tujuan yang dirumuskan secara jelas.
b. Penentuan peralatan yang terbaik untuk mencapai
tujuan tersebut.
c. Suatu kerangka kebijakan yang konsisten dan
atau proyek-proyek yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan program
seefektif mungkin.
d. Pengukuran dengan ongkos-ongkos yang
diperkirakan dan keuntungan-keuntungan yang diharapkan akan dihasilkan program
tersebut.
e. Hubungan dengan kegiatan-kegiatan lain dalam
usaha pembangunan dan program pembangunan lainnya. Suatu program pembangunan
tidak berdiri sendiri.
f. Berbagai upaya di bidang manajemen, termasuk
penyediaan tenaga, pembiayaan dan lain-lain untuk melaksanakan program-program
tersebut.
Pembangunan
yang dilakukan pemerintah pada prinsipnya yaitu dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagai salah satu prasyarat dan tujuan pembangunan, maka
tugas-tugas pemerintah adalah antara lain pembinaan keterampilan serta sikap
yang lebih maju.
Kualitas governance (pemerintahan)
dianggap sangat menentukan dalam proses pembangunan, terlebih-lebih setelah
pengertian pembangunan diperluas sehingga bukan hanya mencakup tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga mencakup dimensi-dimensi yang luas
dalam kehidupan manusia (Arief, 1999:390).
Dalam kaitannya dengan uraian di atas, maka proses penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan serta pembinaan masyarakat merupakan aktivitas
gejala yang meningkat dari peran birokrasi pemerintahan dan peran tersebut
sangat dipengaruhi oleh perilakunya, kemampuannya dan disiplin manusia sebagai
birokrat.
Dalam
menjalankan pemerintah yang berkualitas tentu saja tidak terlepas dari
manajemen pemerintahan. Hal ini berarti dibutuhkan manusia pembangunan yang
mampu menjalankan roda pemerintahan secara jujur, adil dan profesional. Proses
pembangunan yang mengakibatkan adanya perubahan-perubahan ke arah yang lebih
baik, dibutuhkan aparatur pemerintahan yang bekerja atas kepentingan
masyarakat. Peran tersebut menunjukkan sikap yang dapat menyeimbangkan kondisi
dan melihat keadaan pembangunan ke depan.
Pengertian pembangunan menurut Hadari Nawawi (1994:220) adalah usaha mempengaruhi perubahan dan perkembangan masyarakat ke arah tujuan tertentu. Pengertian ini bila dianalisa menunjukan bahwa perubahan dan perkembangan masyarakat dapat dipengaruhi dalam arti diatur dan dikendalikan agar berlangsung efektif dan efesien dalam mencapai tujuannya. Sedangkan tujuan pembangunan secara umum adalah untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat berupa kondisi sosial ekonomi yang relatif harus lebih baik dari kondisi sebelumnya. Dalam pelaksanaan pembangunan tidak terlepas dari masyarakat baik sebagai pelaku maupun sebagai obyek pembangunan. Maka dari itu dalam pengertian pembangunan terdapat pula dimensi masyarakat yang diartikan sebagai suatu perubahan sosial berencana yang dialokasikan pada sendi-seindi kehidupan masyarakat. Kemudian pengertian pembangunan menurut Siagian (1988:3) adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dikukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa. Dalam pengertian ini maka makna pembangunan dapat dilihat dari adanya usaha pertumbuhan kemudian usaha tersebut dilakukan secara sadar dan bertahap dengan berbagai perencanaan oleh Pemerintah sebagai pelaksana pemerintahan menuju kepada modernitas pembangunan bangsa itu sendiri.
Adapun tolok
ukur yang dijadikan acuan untuk menilai
terhadap keberhasilan pembangunan sarana pendidikan dasar menurut
Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (2004:26) berdimensi yaitu (1)
ketersediaan dan Pemerataan, (2) Partisipasi dan keterlibatan pihak terkait.
Ketersediaan meliputi berbagai indikator antara lain: ketersediaan kebijakan
publik yang menempatkan sektor pendidikan
dasar menjadi skala prioritas, ketersediaan anggaran, ketersediaan
waktu, ketersediaan masyarakat untuk turut serta dalam program, ketersediaan
organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan program, pemerataan bagi sekolah –
sekolah yang berada di tempat terpencil, pemerataan bagi masyarakat yang miskin, pemerataan bagi sekolah negeri
maupun swasta, pemerataan besaran anggaran yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Selanjutnya pada aspek partisipasi meliputi yaitu; kemampuan masyarakat untuk
turut serta dalam kegiatan, bantuan atau
sumbangan masyarakat secara materiil, tenaga, dan fikiran.
Dari penjelasan tersebut
maka konsep keberhasilan pembangunan sarana pendidikan dasar yang dimaksud
yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh pemerintah bersama-sama masyarakat untuk
membangun, memperbaiki sarana pendidikan dasar sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
D. Membangun
Komitment sebagai sebuah landasan Pelaksanaan Koordinasi
Pelaksanaan koordinasi dapat berjalan dengan baik
manakala semua pihak yang terlibat memiliki komitent yang sama untuk berusaha
bekerjasama dalam rangka pembangunan sarana pendidikan dasar. Tanpa komitment
yang kuat maka kemungkinan untuk mencapai keberhasilan dari pembangunan sarana
pendidikan dasar menjadi sangat rentan. Hal ini di dasari bahwa tantangan dalam
pembangunan sarana pendidikan dasar sangatlah besar, oleh karenanya sangat dibutuhkan
komitent dari seluruh komponen yang
terlibat di dalam penyelenggaraan pembangunan sarana pendidikan dasar.
Peran pemerintah Kabupaten Serang sebagai motor
penggerak dalam penyelenggara
pembangunan sarana pendidikan dasar merupakan sebuah komitment yang telah dinayatakan dalam
Restrada Kab Serang dan Propeda Kab Serang. Akan tetapi komitent dari
Pemerintah Kabupaten Serang saja sangatlah tidak cukup sehingga dibutuhkan pula
komitment dari berbagai elemen masyarakat
yang harus bahu membahu bersama-sama mendukung program pembangunan sarana pendidikan dasar ini.
Komitment ini dibangun dari sebuah kesadaran bahwa
kualitas sumber daya manusia yang ada di Kabupaten Serang berawal dari upaya
membangun kualitas anak – anak yang berpendidikan dasar melalui peningkatan
sarana dan prasarana pendidikan sebagai salah satu unsur yang mendukung
terciptanya kualitas proses belajar dan mengajar yang baik.
Bila masing-masing elemen dan pemerintah telah
memiliki komitent yang baik maka hal ini akan menjadi salah satu modal pokok dalam pelaksanaan koordinasi dimaksud.
Cermin dari keberhasilannya adalah kebijakan program peningkatan sarana fisik
pendidikan dasar yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten Serang dapat didukung
oleh semua elemen masyarakat dan melibatkan banyak pihak terutama orang tua
siswa dan para pengusaha yang memiliki kepedulian terhadap kaulitas pendidikan
dasar di wilayah Kabupaten Serang.
Dengan komitent yang kuat maka berbagai kendala
yang selama ini menjadi faktor penghambat dalam melaksanakan pembangunan sarana
pendidikan dasar mudah – mudahan dapat teratasi dengan baik.
E. Penutup
Sebagai sebuah kesimpulan dapat penulis nyatakan bahwa keberhasilan
pembangunan sarana pendidikan dasar
dapat berhasilan manakala semua pihak yang terlibat mau, dan mampu melakukan
koordinasi dengan baik. Hal ini perlu disadari bahwa sumber daya yang
diperlukan dalam upaya mencapai keberhasilan pembangunan sarana pendidikan
dasar sangatlah besar sedangkan kemampuan yang dimiliki sangatlah terbatas,
oleh karenanya melalui koordinasi
diharapkan semua pihak dapat terlibat secara aktif memikirkan, mencarikan
berbagai solusi dan bertindak secara integrarif sehingga semua upaya yang
dilakukan dalam rangka pembangunan sarana pendidikan dasar dapat terfokus secara baik.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar