Minggu, 17 Agustus 2014

KEMBALI MENGGALI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN PEDESAAN DI ERA OTONOMI DAERAH




Oleh: DR. H. Rachmat Maulana S.Sos, M.Si




A.      Latar BeLakang


Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka paradigama dan Model Pembangun serta penyelenggaraan pemerintahan mengalami perubahan yang sangat mendasar. Hal mana dilandasi oleh berubahnya  pendulum kekuasaan dari sentralistik menjadi desentralistik, yang mengakibatkan perubahan terhadap model pembangunan dari sentarlisasi dan model pertumbuhan menjadi model desentralisasi dan  penguatan serta pemberdayaan kemampuan  lokal masing-masing daerah.
Begitu pula pola – pola pembangunan yang dilakukan di desa selama ini mengalami perubahan seiring dengan perubahan tentang Penyelengaraan Pemerintahan Desa itu sendiri. Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 disebutkan bahwa Desa atau yang disebut  nama  lain sebagai suatu kesatuan masyarakat  hukum adat  yang mempunyai sususnan asli berdasarkan hak asal-usul  yang bersifat istimewa, sebagimana dimaksud dalam penjelasan pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945.
Dari pengertian desa diatas maka dalam era otonomi ini, aspek – aspek pembangunan  yang dapat diterapkan dalam membangun desa adalah (1) adanya keanekaragaman, (2) partisipasi, (3) otonomi asli, (4)  demokratisasi (5) Pemberdayaan Masyarakat.
Kelima  aspek tersebut merupakan suatu  landasan mengenai pelaksanaan pembangunan desa. Pada kesempatan ini, fokus perhatian lebih  ditujukan kepada bagaimana peran masyarakat dalam membangun desa dalam era otonomi  ini. Dengan titk fokus yaitu peran-peran   apa saja yang dapat dilakukan oleh masyarakat  dalam membangun desa. Dengan demikian bila peran-peran tersebut diketahui secara jelas maka potensi masyarakat dapat menjadi salah satu “sumbu” penggerak dalam membangun desa.
 

B.      Konsepsi Peran Masyarakat Dalam Pembanguan

Sudah menjadi kesepakatan bahwa pembangunan desa dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong. Terpadu disini dimaksudkan sebagai keterpaduan antara pemerintah dan  masyarakat, antar sektor yang mempunyai program ke perdesaan dan anggota masyarakat sendiri.
Konsekuensi logis dari hal tersebut, pelaksanaan pembangunan desa melibatkan berbagai pihak dengan harapan program-program pembangunan khususnya top down planning yang ditujukan ke desa dari berbagai instansi pemerintah dan lembaga kemasyarakatan memenuhi harapan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Bintoro Tjokroamidjojo (1995 : 213), mengemukakan bahwa : “Program pembangunan yang dilakukan pemerintah sebagai penyelenggara negara harus dipertanggung jawabkan secara politik dan administratif”.
Pertanggung jawaban administratif ini disusun secara berjenjang mulai dari posisi yang paling tinggi hingga yang paling rendah, sedangkan pertanggung jawaban politis harus disampaikan kepada masyarakat yang memilihnya. Hal ini mengisyaratkan bahwa pembangunan tersebut juga mengharapkan dan memupuk  peran serta masyarakatnya.
Kondisi itu adalah sesuai dengan pendapat Budihardjo    (1982:2), yang mengatakan : “Bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat yang melaksanakannya melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan serta masa depan  masyarakatnya itu dan untuk  menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan untuk masa berikutnya”.
Pernyataan di atas senada dengan pendapat Bintoro Tjokroamidjojo (1995 : 222), yang mengatakan : “Pembangunan yang meliputi segala segi kehidupan..., baru akan berhasil apabila merupakan  kegiatan yang melibatkan partisipasi dari seluruh rakyat di dalam suatu negara”.
Masyarakat berharap agar prakarsanya dibimbing dan dibantu serta aspirasinya diserap. Apabila hal ini dapat terwujud dengan baik, maka semangat masyarakat untuk ikut serta dalam pembangunan makin meningkat. Dalam pembangunan desa partisipasi masyarakat menduduki porsi yang sangat penting, sebab :
1)   Memiliki tujuan antara lain: (1) Pembangunan memenuhi kebutuhan yang diharapkan; (2) Menumbuhkan kesadaran hak dan kewajiban; (3) Usaha swadaya; (4)  Memupuk  kesadaran untuk memelihara dan mendapatkan hasil maksimal.
2)   Memiliki fungsi, antara lain : (1) Banyak kegiatan yang dapat diselesaikan; (2) Mengurangi biaya; (3) Nilai sangat bermanfaat; (4)  Rasa tanggung jawab tinggi; (5) Menamopung kebutuhan; (6) Pelaksanaan cepat; (7)  Penggunaan sumber daya alam dan tenaga dapat maksimal.
Pembangunan desa adalah suatu proses dimana masyarakat membahas dan merumuskan kebutuhan mereka, merencanakan usaha pemenuhannya dan melaksanakan rencana itu sebaik-baiknya. Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa perlu dibangkitkan terlebih dahulu oleh pihak lain. Menurut Moeljarto  seperti dikutip Supriatna (1998 : 210), partisipasi menjadi sangat penting dalam pembangunan, karena :
1)   Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan terakhir pembangunan,
2)   Partisipasi menimbulkan harga diri dan kemampuan probadi,
3)   Partisipasi menciptakan suatu  lingkungan umpan balik arus informasi tentang sokap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah, yang tanpa keberadaannya akan tidak terungkap  arus informasi ini,
4)   Pembangunan akan lebih baik,
5)   Partisipasi memperluas zone (wawasan)  penerima proyek pembangunan,
6)   Akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada seluruh masyarakat,
7)   Partisipasi menopang pembangunan,
8)   Partisipasi menyediakan lingkungan  kondusif baik bagi aktulaisasi potensi manusia,
9)   Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat, dan
10) Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak  demokratis individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.

Secara etimologi partisipasi berarti mengambil  bagian atau turut serta  dalam suatu kegiatan. Menurut Gordon (1993 : 359), mengatakan : “Turut sertanya masyarakat dalam suatu kegiatan akan dapat mengurangi resiko yang akan terjadi dalam pelaksanaan kegiatan  tersebut dan dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik”. Larson (1986 : 207) mengatakan bahwa : “Partisipasi dalam suatu organisasi berarti menjadikan para partisipan sebagai suporter”. Hal ini berarti bahwa para partisipan dituntut memberikan ide-ide, semangat dan tindakan lainnya yang dapat meningkatkan kualitas keputusan yang diambil, sedangkan pemimpin berusaha melibatkan individu-individu yang belum memiliki komitmen sebelumnya.  Senada dengan pengertian partisipasi menurut Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia (1998 : 75), yaitu : “Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dengan sadar dalam suatu program atau kegiatan untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan”.
George R. Terry (Principle Of Management) alih bahasa Winardi (1991 : 68), mengatakan  bahwa: 
Partisipasi secara formal dapat didefinisikan sebagai:  turut sertanya seseorang baik secara mental maupun emosional untuk memberikan sumbangsih-sumbangsih kepada proses pembuatan keputusan, terutama mengenai persoalan-persoalan dimana keterlibatan pribadi orang yang bersangkutan terdapat dan orang yang bersangkutan melakanakan tanggung jawabnya untuk melakukan hal tersebut.

Ndraha (1987:87), mengatakan : “Partisipasi  adalah kesediaan seseorang dalam mendukung keberhasilan setiap program sesuai dengan kemampuan yang bersangkutan tanpa meninggalkan kepentingan sendiri”. Dalam ilmu sosial sendiri pengertian partisipasi bermacam-macam, tetapi pada dasarnya adalah keikutsertaan masyarakat dalam suatu kegiatan bersama, sesuai dengan kemauan dan kemampuan masing-masing.
Pengertian peran serta identik dengan kata partisipasi.  Sehingga dalam penjelasan selanjutnya penulis lebih banyak memakai istilah partisipasi dibandingkan dengan kata peran serta itu sendiri.  Bebicara Partisipasi masyarakat memiliki dua pengertian yang saling berkaitan. Partisipasi sering dikaitkan dengan keterlibatan orang dalam suatu kegiatan yang bersifat umum. Sedangkan bicara Masyarakat berarti kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang melibatkan banyak orang atau merupakan suatu kegiatan yang didukung oleh komunitas secara keseluruhan.

          Pengertian Partisipasi menurut Mubiyarto (1987:102) yaitu sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan  kepentingan diri sendiri. Dari pengertian di atas maka partisipasi dilihat dari kesiapan mental seseorang untuk membantu kegiatan yang telah di rencanakan sehingga aspek yang menonjol adalah aspek mental dari diri seseorang.
                   Sejalan dengan pendapat diatas maka R.A. Santoso Satropoetro (1988:13) mengartikan partisipasi sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi perasaan seseorang di dalam situasi kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan serta tanggung jawab terhadap usaha – usaha yang bersangkutan.
                   Pengertian partisipasi yang lebih mendekati operasionaliasi penelitian in adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Loekman Soetrisno (1995:222) yaitu :
Merupakan kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang dalam konteks ini diasumsikan bahwa rakyat mempunyai aspirasi dan nilai budaya yang belum diakomodasikan dalam proses  perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian suatu program pembangunan ............, salah satu hambatan lainnya dari proses partisipasi ialah akibat diberlakukannya pembangunan sebagai ideologi baru di negara kita oleh kalangan aparat pemerintah yaitu timbulnya reaksi balik dari masyarakat.




Dari definisi diatas mengambarkan bahwa partisipasi secara luas merupakan kerjasama antara rakyat dengan pemerintahnya dalam melaksanakan kegiatan pembangunan sehingga apa yang diinginkan oleh rakyat yang merupakan kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraannya  diupayakan untuk dapat diwujudkan oleh Pemerintah bersama –sama dengan rakyatnya. Dalam hal ini terjadi titik temu antara kepentingan rakyat dengan kepentingan pemerintah.
Selanjutnya menurut Conyers yang dikutip oleh Tjahya Supriatna (2000:211) mengatakan terdapat tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat menjadi sangat penting yaitu :
Pertama Partisipasi masyarakat merupakan  suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta projek-projek akan gagal. Alasan kedua yaitu bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaanya, karena akan lebih mengetahui seluk  beluk projek tersebut dan akan mempunyai sara memiliki terhadap proyek tersebut. Ketiga adanya anggapan bahwa merupakan suatu hak  demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.

Dengan tiga  alasan tersebut maka telah jelas tergambar dalam fikiran kita bahwa apabila kegiatan yang memiliki basis kegiatan kepada masyarakat apalagi mengenai hal yang berkaitan dengan pembangunan.
Sejalan dengan pemikiran diatas maka Bintoro Tjokroamidjojo (1985:207-208) mengemukakan bahwa keterlibatan masyarakat atau disebut juga sebagai partisipasi masyarakat dalam pembangunan dibagi dalam tiga bentuk antara lain : (1) keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah, (2) keterlibatan dalam memikul beban dan bertanggungjawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, hal ini dapat berupa sumbangan dalam mobilisasi sumber – sumber pembiayaan pembangunan. (3) keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan.
Dari pengertian-pengertian tersebut diatas maka dapat dilihat bahwa ukuran tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan tidak dilihat dari ukuran kemauan masyarakat dalam menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak masyarakat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek/ kegiatan yang akan dilaksanakan  di wilayah mereka, juga kemauan masyarakat yang secara mandiri dapat melestarikan hasil – hasil dari pembangunan yang telah dilaksanakan
Dalam pada itu tugas Pemerintah Daerah dalam kaitannya dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan, adalah sebagai fasilitator, dan motivator  dari setiap pembangunan yang dilaksanakan dimana peran pemerintah ini menentukan apakah pembangunan yang dilaksanakan telah didukung oleh masyarakat secara penuh atau pembangunan yang dilaksanakan hanya merupakan kemauan dari Pemerintah Daerah itu sendiri bukan kemauan dari masyarakat. Kegiatan fasilitasi dan motivasi serta didukung oleh sosialiasi kegiatan kepada masyarakat adalah sesuatu yang harus dilakukan secara terus menerus sehingga masyarakat dapat mengerti dan dapat terlibat secara aktif dalam kegiatan pembangunan yang sebenarnya merupakan kebutuhan masyarakat itu sendiri.

C.      Beberapa Hal Penting Berkaitan Dengan Partisipasi
Menurut Kieth Davis yang dikutip oleh R.A. Santoso Satropoetro (1988:15) menyatakan bahwa terdapat tiga buah unsur penting yang terkandung dalam partisipasi antara lain :
a.            Bahwa partisipasi /keikutsertaan/keterlibatan /peran serta sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih daripada semata-mata  atau hanya keterlibatan secara jasmaniah.
b.            Kesediaan memberi sesuatu seumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok, ini berarti bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok.
c.            Adanya tanggungjawab yang merupakan sesuatu yang menonjol dari rasa diterimanya sebagai anggota. Diakui sebagai anggota artinya ada rasa “Sense of Belongingness”

Bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat penerima  program pembangunan, menurut Cohen dan Uphof yang dikutip oleh Tyahya Supriatna (2000:212) terdiri dari partisipasi dalam pengambilan keputusan, implementasi, pemanfaatan dan evaluasi program pembangunan. Sedangkan Korten (1994:26) menambahkan bahwa masyarakat penerima program perlu dilibatkan dalam identifikasi masalah pembangunan dan dalam proses perencanaan program pembangunan.
Kemudian untuk dapat seseorang berpartisipasi, orang tersebut perlu diberi pengertian dan pemahaman tentang apa dan bagaimana kegiatan tertentu dilaksanakan. Dengan kata lain  masyarakat perlu digerakkan agar tahu, mau dan mampu  ikut serta dalam kegiatan bersama atau dalam pembangunan desa yang dilaksanakan :
1)   Agar masyarakat tahu, lebih dahulu masyarakat diberikan pengertian atau pemahaman tentang apa yang akan kita lakukan, bagaimana caranya, untuk apa hal tersebut dilaksanakan, dimana akan dilaksanakan dan yang lebih penting adalah apa tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam pelaksanaan kegiatan tersebut,
2)   Setelah masyarakat tahu, diharapkan mereka mau mengerti, mau melaksanakan bahkan mau untuk berkorban, kesemuanya demi tercapainya kepentingan bersama,
3)   Diharapkan setelah mereka tahu dan mau akhirnya mereka mampu menyumbangkan ide pemikirannya, mampu melaksanakan, mampu memecahkan permasalahan dan akhirnya mampu mencapai hasil yang optimal.
Partisipasi masyarakat dapat dilihat dari bermacam-macam segi, antara lain dari jenis, sifat, sebab timbulnya dan bentuk partisipasi yang diuraikan sebagai berikut :
1)                  Jenis Partisipasi: (Partisipasi dalam tahap perencanaan; pelaksanaan; pemanfaatan; pemeliharaan; pengembangan.
2)                  Sifat partisipasi: (pasif dan  aktif)
3)                  Sebab timbulnya partisipasi : (Kesadaran sendiri, adanya sanksi atau paksaan.
4)                  Bentuk partisipasi masyarakat : (ide, Uang, materi, Tenaga.
5)                  Arah hubungan partisipasi : ( Partisipasi  vertikal dan horizontal)
Sebagai masukan partisipasi masyarakat dapat berfungsi dalam enam tahap  proses pembangunan, yaitu :
1)   Tahap penerimaan informasi,
2)   Tahap pemberian tanggapan terhadap informasi,
3)   Tahap perencanaan pembangunan,
4)   Tahap pelaksanaan pembangunan,
5)   Tahap penerimaan kembali hasil pembangunan, dan
6)   Tahap penilaian pembangunan.
Sebagai keluaran partisipasi dapat digerakkan atau dibangun. Di sini partisipasi berfungsi sebagai keluaran proses stimulasi atau motivasi melalui berbagai upaya, seperti  Inpres Bantuan Pembangunan Desa, Lomba Desa, UDKP, BPD dan sebagainya.
Isu yang sering  muncul ialah bahwa masyarakat tidak mau mendukung dan turut serta dalam suatu program atau kegiatan dan ada beberapa hal sebagai penyebabnya yaitu:
1)   Masyarakat tidak dilibatkan / disertakan sejak rencana dibuat,
2)   Kurang memberikan kesempatan dan tempat serta penghargaan terhadap partisipasi yang akan diberikan oleh masyarakat,
3)   Mencurigai terhadap pelaku partisipasi (partisipan) bahwa akan mengambil keuntungan pada proses kegiatan / pembangunan yang sedang dilaksanakan,
4)   Tata nilai / norma masyarakat yang  perlu dibenahi.
Perbaikan kondisi hidup masyarakat dan upaya memenuhi kebutuhan masyarakat dapat menggerakkan  partisipasi masyarakat. agar perbaikan kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat dapat menggerakkan partisipasi  masyarakat dalam pembangunan, maka usaha itu hendaknya : (1) Disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata, (2) Dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang berfungsi mendorong   timbulnya jawaban yang dikehendaki, (3) dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang berfungsi  membangkitkan tingkah laku yang dikehendaki secara berlanjut, misalnya partisipasi horizontal, (4) Proyek pembangunan desa  yang dirancang secara sederhana dan mudah dikelola oleh masyarakat, (5) Organisasi dan lembaga kemasyarakatan yang mampu menggerakkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, (6) Peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan, (7) Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya montrol yang dilakukan oleh masyarakat. partisipasi masyarakat ternyata   berkurang jika mereka tidak atau kurang berperanan dalam pengambilan keputusan.
Semakin banyak manfaat yang diperoleh suatu pihak dari pihak lain melalui kegiatan tertentu, maka semakin kuat pihak  itu akan terlibat  dalam kegiatan tersebut. Pada gilirannya partisipasi masyarakat sebagai masukan pembangunan dapat meningkatkan usaha perbaikan kondisi  dan taraf hidup masyarakat desa itu.
Di negara berkembang pada umumnya partisipasi tidak segera kelihatan. Partisipasi masyarakat harus digerakkan dan dibentuk. Dalam hubungan ini partisipasi  masyarakat berfungsi sebagai keluaran proses pembangunan, yang berperan dalam membangkitkan dan membentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Masyarakat mau ikut serta dalam pembangunan apabila ada tenaga yang mendorong, memotivasi dan mengerjakan untuk menghimpun dengan baik. Karena itu proses menumbuhkan  partisipasi masyarakat dilihat dari peran pemerintah adalah :  (1) Menyiapkan tenaga kader yang mau dan mampu bekerja sukarela untuk lingkungan warga; (2) Menyiapkan petunjuk  kerja untuk kader; (3) Mengusahakan bantuan dan bimbingan teknik, agar masyarakat mampu melaksanakannya sendiri, misalnya dalam perencanaan, pada awalnya pemerintah melakukan perencanaan untuk masyarakat, kemudian perencanaan bersama masyarakat dan akhirnya perencanan oleh masyarakat dengan bimbingan pemerintah;  (4) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kerja kader ;  (5) Menilai hasil kerja; (6) Memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memilih berbagai alternatif  dan mengambil keputusan mengenai apa yang mereka kehendaki; (7) Pembinaan terhadap organisasi masyarakat yang dapat berfungsi memudahkan komunikasi  antara pemerintah dengan masyarakat.
D.      Kemandirian Merupakan Pilar Pembangunan Desa
Salah satu pilar yang harus ditanamkan dan terus menerus menjadi sandaran molde pembangunan desa adalah azas kemandirian dalam hal pelaksanaan pembangunan desa. Mengapa hal ini menjadi suatu penekanan tersendiri karena sudah  sejak lama masyarakat kita  terutama masyarakat yang berada di pedesaan selalu bertummpu kepada pihak lain 2dalam hal  pelaksanaan pembangunan. Hal terjadi karena adanya sebab akibat baik dari pemerintah maupun dari masyarakatnya. Sejak lama  pemerintah bertindak sebagai agen  pembangunan dimana pihak pemerintah selalu menempatkan diri sebagai pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam hal pembangunan, mulai dari segi perencanaan sampai dengan pelaksanaan. Sedangkan pihak masyarakat  merasa bahwa  kegiatan pembangunan adalah merupakan kewajiban pemerintah sehingga yang terjadi selama ini pihak masyarakat seolah-olah  menjadi “Penonton Dan  Menjadi Penerima” dari kegiatan pembangunan. Model ini sangat berpengaruh terhadap pola budaya masyarakat terhadap kegiatan pembangunan yang pada gilirannya menjadi suatu kendala yang sangat serius  bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri.
Oleh karena itu mulai saat ini dan seterusnya model kemandirian masyarakat harus menjadi  pilar yang menopang kegiatan pembangunan. Peran pemerintah harus bergeser menjadi “fasilitator dan motivator” sedangkan masyarakat harus dijadikan subjek dalam pembangunan. Model ini menempatkan  masyarakat untuk  melakukan apa yang menjadi kebutuhan mereka sendiri tanpa harus “disamaratakan” sehingga masyarakat diberikan peluang untuk mulai mempelajari apa dan bagaimana yang harus mereka lakukan dalam kegiatan pembangunan. Tentu saja  peran pemerintah memberikan   fasilitasi dalam bentuk model-model pembelajaran yang bersifat “kominikasi timbal balik” sehingga gagasan akan lahir  dari masyarakat dan pemerintah hanya memberikan  fasilitasi yang diperlukan.
Dalam model kemandirian masyarakat ini lebih ditekankan kepada bagimana masyarakat dapat mengoptimalkan  kemampuan dan potensi yang dimilikinya dikaitkan dengan hal-hal yang direncanakan untuk pelaksanaan pembangunan. Harus mulai terjadi perubahan mental masyarakat yang selama ini hanya  bisa “menerima dan meminta” menjadi “mencari dan menggali kemampuan lokal sendiri” . masyarakat harus dikondisikan dan dilakukan upaya pembelajaran tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukan, siapa yang melakukan  dan berapa dan bagaimana anggaran itu didapat.
Kemandirian masyarakat memang bukan hal yang mudah namun peran pemerintah harus memulai untuk melakukan perubahan  paradigma pembangunan ini karena tanpa adanya kemandirian lokal masyarakat maka beban yang ditanggung oleh pemerintah menjadi sangat berat, dan pencapaian peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi akan lambat. Terdapat beberapa langkah untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam pembangunan antara lain :
1.    Memberikan kewenangan untuk pengambilan keputusan pada tingkat desa dalam hal pelaksanaan pembangunan yang dilakukan di desa.
2.    Memperkuat potensi  atau daya yang dimiliki masyarakat melalui pemberian input berupa fasilitas infra struktur  (jalan, puskesmas, listrik, jembatan, sekolah) yang pelaksanaan pembuatan infra struktur tersebut melibatkan sepenuhnya kepada masyarakat lokal. Bila masyarakat telah memiliki potensi yang baik maka rangsangan kearah yang lebih mandiri akan lebih meningkat.
3.    Adanya  keberpihakan pemerintah kepada kaum lemah dalam hal ini masyarakat lemah yang berada di desa untuk dibangkitkan potensi ekonomi yang terdapat didesa tersebut. Sehingga bila kemampuan ekonomi masyarakat desa telah baik maka akan sangat membantu dalam hal pembangunan desa.
4.    Masyarakat harus selalu diajak dan dilibatkan  untuk berperan dalam kegiatan pembangunan dengan suatu pemikiran yang dilandasi dengan penuh kesadaran bahwa pembangunan yang dilakukan pada dasarnya adalah sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat bukan merupakan  pemenuhan keinginan – keinginan dari masyarakat dan  pemerintah.
5.    Pemberdayaan institusi lokal yang ada dimasyarakat. Dengan acara pelibatan  secara aktif dalam hal kegiatan pembangunan.
E.       Kesimpulan.
Peran serta masyarakat dalam membangun desa  pada hakekatnya adalah ketelibatan masyarakat baik mental, fisik serta  material , gagasan dalam hal kegiatan  pembangunan. Keterlibatan masyarakat dalam hal pembangunan merupakan suatu hal yang harus dilakukan mengingat peran-peran pemerintah telah bergeser dari model sentralistik ke arah desentarlisitik yang menitik beratkan pada aspek kemandirian, pemberdayaan dan partsipasi serta demokratisasi.
Salah satu pilar yang harus  menjadi sandaran dalam pelakasanaan  pembangunan terutama di desa adalah adanya kemandirian  masyarakat dalam membangun desa mulai dari apa, bagaimana, siapa, berapa, kapan, terhadap setiap pembangunan yang akan dilakukan. Bila kemandirian masyarakat telah tercipta maka peningkatan kesejateraan masyarakat dengan sendirinya akan meningkat.


DAFTAR PUSTAKA

 

Bintoro Tjokroamidjojo, 1985. Perencanaan Pembangunan,   Jakarta:        Gunung Agung.

Mubiyarto, 1997. Ekonomi Rakyat, Program IDT dan Demokrasi Ekonomi Indonesia, Yogyakarta : Aditya Media

_________, 1984. Strategi Pembangunan Pedesaan , Yogyakarta : P3PK

Santoso Satropoetro, 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasiona, Bandung : Alumni.


Siagian, Sondang P, 1980. Proses Pengelolaan Pembangunan, Jakarta : CV         Gunung Agung

Supriatna Tjahya, 2000. Strategi Pembangunan Dan Kemiskinan, Jakarta : Rineka Cipta.


Dokumen-Dokumen :



Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.



















 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar