Selasa, 30 September 2014

SIKAP MANUSIA DALAM PERUBAHAN



oleh : Dr. H. Rachmat Maulana S.Sos, M.Si

Berawal dari firman Allah dalam Alquran (surat al Ra’d 13:11) yang artinya bahwa sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada sesuatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. DarI Firman Allah Ta’ala tersebut meyakinkan bagi kita umat manusia untuk selalu melakukan usaha perubahan agar kehidupan kita menjadi lebih baik. Bagi manusia tidak mungkin menghindari dari proses perubahan itu sendiri. Mulai dari lahirnya manusia sampai dengan ajal menjemputnya maka proses perubahan itu terjadi. Dengan demikian kejadian demi kejadian tidak ada yang terlewatkan bagi manusia untuk menjadikan perubahan sebagai bagian dari proses kehidupan itu sendiri. Persoalannya yang muncul kemudian pada saat tertentu manusia nampaknya enggan mengalami perubahan bahkan menghindari perubahan itu sendiri dikarenkan kondisi manusia sudah lupa atau terlupakan dengan kenikmatan hidup yang membuat manusia terbuai seolah – olah mereka akan hidup selama-lamanya.
Bagi manusia yang beriman dan berakal wajib meyakini bahwa fase perubahan dengan bentuk apapun pasti akan terjadi dengan pola atau bentuk yang mungkin kita sudah ketahui atau bahwakan kita tidak ketahui karena hak Allah ta’ala sebagai sang pencipta yang mewujudkan perubahan itu hadir dalam diri kita dan bisa kira rasakan. Oleh karena itu dua hal yang manusia harus lakukan dalam menyikapi perubahan yaitu pertama, bersyukur dalam kenikmatan yang diberikan oleh Allah Ta’ala.  Bersyukur itu terbagi menjadi tiga bagian, yang diantaranya bersyukur dengan lisan, maksudnya ialah mengakui segala kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah SWT. dengan sikap merendahkan diri. bersyukur dengan badan, yakni Bersikap selalu sepakat serta melayani (mengabdi) kepada Allah SWT. bersyukur dengan hati, yaitu : Mengasingkan diri di hadapan Allah SWT. dengan cara konsisten menjaga akan keagungan Allah SWT. Sesuai dengan firman Allah “Mengapa Allah akan menyiksamu. Jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Syukur lagi Maha Mengetahui”. (Surat An-Nisa’;04:147). Secara gamblang ayat tersebut menyatakan bahwa Allah tidak akan menyiksa hamba Nya yang bersyukur dan beriman. Kemudian firman Allah Ta’ala menyatakan “Dan ingatlah juga tatkala Tuhan-mu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Ibrahim; 14 : 7). Dalam ayat diatas, Allah menyatakan pasti akan menambah nikmat apabila hambaNya bersyukur.  Janji Allah tersebut diatas  dikuatkan dengan kata kata ”pasti”, dan tidak ada syarat apapun setelahnya. Artinya, secara absolut orang orang yang bersyukur akan diberi oleh Allah tambahan nikmatnya. Pernyataan dalam ayat tersebut diatas diperkuat lagi dengan ayat lain yang menyatakan bahwa syukur seorang hamba itu adalah untuk dirinya sendiri, sedangkan Allah sama sekali tidak memerlukan syukur itu: hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa tidak bersyukur, sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (Luqman;  31 : 12). alasan bagi hamba yang bersyukur itu mutlak, tanpa batasan dan tanpa syarat. Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam  akhir ayat 145 Surat Ali Imran: Dan Kami akan memberi balasan kepada orang orang yang bersyukur (Ali Imran; 03 : 145).
Kemudian yang kedua yang harus dilakukan oleh manusia dalam kaitannya dengan perubahan adalah sabar dalam segala ujian yang Allah Ta’ala berikan. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At Taghaabun [64]: 11). Dalam tafsir, Ibn Katsir menjelaskan bahwa siapa saja yang ditimpa musibah kemudian dia menyadari bahwa hal itu terjadi atas qadha’ dan takdir Allah, lalu dia bersabar dan mengharapkan balasan pahala atas kesabarannya, serta menerima keputusan yang telah ditetapkan oleh Allah terhadap dirinya, maka Allah akan memberikan petunjuk ke dalam hatinya dan akan menggantikan apa yang telah hilang dari dirinya di dunia dengan petunjuk dan keyakinan di dalam hatinya. Lanjut Ibn Katsir, kadangkala Allah akan mengganti sesuatu yang diambil dari hamba-Nya dengan sesuatu yang sama nilainya. Kadangkala Allah akan menggantinya dengan ganti yang lebih baik. Menurut Ali bin Abi Thalhah, ayat tersebut memberikan penjelasan bahwa Allah akan memberi petunjuk di dalam hatinya untuk benar-benar yakin, sehingga dia mengetahui bahwa apa yang menimpanya itu tidaklah untuk menyalahkannya.
Kedua hal diatas yaitu syukur dan sabar merupakan kata kunci bagi setiap manusia dalam bersikap menghadapi dan merasakan hadirnya perubahan. Jadi mari kita menerima perubahan dengan syukur dan sabar insya Allah ada hikmah yang terkandung didalamnya.
Semoga bermanfaat Amin.

MENGAWALI PERUBAHAN




Dr. H. Rachmat Maulana S.Sos, M.Si

Terkadang kita harus mencari banyak hal tentang bagaimana mengawali proses perubahan, banyak orang melakukan proses perubahan tanpa mengetahui secara pasti tentang dari mana awal kita akan melakukan perubahan. Kalau kita cermati awal terjadinya sebuah perubahan dapat dilihat dari sumber terjadinya perubahan yaitu perubahan yang diawali oleh pribadi kita sebagai manusia.  Pendekatan ini dapat kita lihat dikarenakan respon yang dilakukan oleh manusia sebagai akibat dari perintah Allah yang mengharuskan manusia untuk selalu beribadah didunia ini.
Berangkat dengan kerangka berfikir bahwa manusia adalah ciptaan Allah maka manusia harus mengikuti semua yang telah diatur oleh Allah sebagaimana yang tercantum dalam Alqur’an dan alhadist.  Menurut Al-Qur’an Allah berfirman : "Dan tidak aku jadikan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku." ( QS Adz-Dzaariyaat[51]:56 ) Beribadah kepada ALLAH bukanlah menyembah Allah saja, bukan menjalankan rukun islam yang lima saja, dan berbuat kebajikan saja, tetapi maknanya jauh dari itu. Beribadah kepada Allah SWT artinya mengabdi atau bekerja untuk Allah dengan sungguh-sungguh. Setiap manusia haruslah mengetahui siapa dirinya, kenapa dia dilahirkan, dan apa tujuan dan tugas-tugas hidupnya, berapa lama dia bisa hidup di dunia ini, dan kemana dia pergi setelah meninggalkan dunia ini?
Keberadaan manusia untuk bersungguh – sungguh melaksanakan semua kewajibannya dan menjauhkan semua larangannya menjadikan manusia untuk selalu berusaha berbuat yang terbaik dalam melaksanakan tugas dalam kehidupan ini. Namun dalam perjalanan hidup tidak serta merta manusia secara mudah melakukan tugas tersebut dikarenakan dalam diri manusia terdapat akal, budi dan nurani yang menuntun jalan manusia kepada kebaikan dan selalu memberikan perintah kedalam diri untuk melaksanakan apa yang menjadi kewajiban dan menjauhkan laraangannya. Banyak sekalai ayat-ayat dalam Al Qur’an yang menyebut kata-kata seputar akal atau penggunaanya, yaitu berfikir. Misalnya yang hadir dalam bentuk afala ta’qiluun (apakah kamu tidak mengerti). Atau dalam ungkapan “la’alakum ta’qiluun” (agar kalian memahaminya). Atau dalam ungkapan liqaumi ya’qiluun” (bagi kaum yang berfikir). Juga dalam ungkapan “liqaumi yatafakkaruun” (bagi kaum yang memikirkan). Semua ungkapan tentang akal dalam ayat-ayat tersebut berkonotasi positif. Kita tahu bahwa akal merupakan karunia Allah kepada manusia yang membedakan dan melebihkannya dari seluruh makhluk yang lain. Dengan akal itulah Allah memuliakan anak cucu Adam As., ini atas kebanyakan ciptaanNya. Akal merupakan alat manusia untuk mentafakuri alam sehingga ia mendapat petunjuk untuk beriman kepada Allah dan RasulNya. Akal pulalah yang dipakai manusia sebagai alat untuk menggali ilmu-ilmu/sains eksperimental dan rahasia-rahasia alam untuk dimanfaatkan buat kepentingan manusia.
Pada sisi lain terdapat pula nafsu, ambisi, hasrat yang membuat manusia dapat hidup lebih kreatif, lebih inovatif dan lebih mengembangkan dirinya sebagai manusia. Namun terkadang terjadi tarik menarik atara keduanya, mengakibatkan cendrung manusia lebih mengedepankan sisi nafsu yang didorong oleh syaitan untuk melakukan banyak hal yang dilarang oleh Allah sedangkan akibat godaan tersebut maka manusia terkadang menjadi terlena dan lupa untuk tetap beristiqomah/konsisiten melaksanakan  semua kewajibannya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw:“tidak beriman salah seorang dari kalian, hingga ia mengikutkan (menundukkan) hawa nafsunya dengan (Islam) yang aku bawa” (HR. Imam An Nawawi dalam Kitab Al Arba’in An Nawawiyyah)
Dalam Al Qur’an terdapat kata ‘nafsu’ yang berarti ‘hawa’ atau ‘hawa nafsu’, seperti : “Karena sesunguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan”. (QS. Yusuf 54) dan pada surat lain dalam aquran Allah berfirman: “Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Tuhannya sama dengan orang yang syaitan menjadikan dia memandang baik perbuatannya dan mengikuti hawa nafsunya”. (QS. Muhammad 14). Kita memohon kepada Allah SWT agar Dia melindungi kita dari buruknya hawa nafsu dan bisikan-bisikan syaitan. Juga kita memohon agar Dia menjadikan kita termasuk orang-orang yang berakal yang mendapat petunjuk ke jalan-Nya yang lurus.
Oleh karena itu mengutip pandangan berifikir dari AA Gym yaitu resep perubahan 3M: Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal kecil, dan Mulai sekarang juga." yang telah mengingatkan kita bahwa untuk menjadi manusia yang dapat menjalan apa – apa yang menjadi kewajiban kita sebagai manusia kepada Allah SWT maka kita harus melakukan perubahan yang diawali dari diri kita sendiri dalam hal memperbaiki semua prilaku – prilaku kita yang telah menyimpang dan berpaling terhadap ajaran Allah. Mengawali perubahan dari dalam diri kita ini memberikan tekanan bahwa diri kita wajib melakukan perbaikan dan perubahan atas apa – apa yang telah kita lakukan selama ini, mari kita mulai dari mengingat – ingat kembali atas apa yang telah dilakukan selama kita hidup, mari kita mulai menelusuri atas apa semua kesalahan dan dosa atas kelakukan kita selama ini dengan membandingkan atas apa yang seharusnya kita kerjakan. Ketika kita lakukan fase perenungan ini maka sebenarnya kita baru memulai atas sebuah fase perbaikan dan perubahan, dimana fase ini adalah   fase pembongkaran hati nurani, membuka kejujuran diri dan mengorek aib diri untuk mensucikan hati yang pada gilirannya hati ini menjadi gelisah dan menjadi bersalah atas kelakukan kita selama ini. Proses perenungan ini adalah proses awal agar kita menyakini bahwa sebagai manusia pasti berbuat salah dengan derajat kesalahan yang kita sendiri ketahui. Oleh karena ini memasuki fase kedua maka manusia diwajibkan untuk meminta ampun kepada Allah dengan permohonan agar semua dosa – dosanya dapat diampuni oleh Allah SWT. Selanjutnya barulah manusia dapat mengawali perubahan dirinya menjadi lebih baik dikarenakan hati manusia akan lebih terang untuk merasakan perubahan – perubahan ketika diri manusia melakukan semua kewajibannya kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yaitu “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Zumar: 53). Sesungguhnya Allah sangat bahagia dan senang dengan taubatnya seorang hamba dan kembali kepada-Nya. Hanya saja semua itu harus disertai dengan niat yang tulus ikhlas karena Allah Ta’ala dan memperbanyak amal-amal shalih.
Untuk mengawali perubahan maka manusia diwajibkan untuk selalu belajar, belajar dan belajar. Hal ini sesuai dengan firman Allah. Qur’an surah Al-‘Alaq: kalimatnya pendek, hanya lima hanya lima kata, “bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu”. Aturan menyebut nama Tuhan itu sudah dirinci menurut petunjuk Allah dalam Qur’an  dan sunnah Rasulullah, misalnya dalam melaksanakan ibadah dan muamalah.  Dalam kalimat pendek ini terkandung makna agar manusia wajib beriman dan bertaqwa kepada Allah. Kepada Allah kita mengabdi, dan kepada-Nya kita memohon pertolongan, seperti yang selalu kita baca berulang-ulang dalam surah Al-Fatihah. Pembelajaran yang dilakukan oleh manusia harus sepanjang hayat atas apa yang menjadikan pegangangan hidupnya. Manusia yang ingin mengenal kepada Allah maka wajib selalu menggali ajaran agama Islam melalui makna yang terkandung dalam kita suci Alquran dan berusaha untuk melaksanakannya. Kemudian berusaha untuk belajar tentang alhadist tentang atas apa – apa yang telah digaris oleh Nabi Muhammad SAW. Insya Allah apabila manusia yang mengaku islam adalah agamanya dan Nabi Muhammad adalah Rasullnya maka manusia muslim akan terhindar dari kesesatan fikiran dan tindakan sehingga kita dapat menjalankan kehidupan ini dengan tujuan yang benar tanpa ada keraguan sedikitpun karena kebenaran datangnya dari Allah.
Semoga bermafaat. Amin

Rabu, 17 September 2014

JALAN PANJANG MENUJU PERUBAHAN




Oleh : Dr. H. Rachmat Maulana S.Sos, M.Si

Kisah orang – orang sukses dalam menapak perubahan di berbagai bidang nampaknya menjadi guru yang sangat bijak dan menjadi penyemangat dikala kita sedang gundah dalam menjalankan niat suci untuk melakukan perubahan, akan tetapi nampaknya tidak seindah impian dihati untuk menggapai misi suci ini hanya kesabaran yang menjadi tuntutan kita untuk mencapai batas akhir  dalam sebuah perubahan menuju arah yang lebih baik.  Demikian juga untuk menggapai kesuksesan. Kesabaran adalah kunci dan fondasi untuk membangun kesuksesan. Jika Anda dicemoohkan orang, mendapatkan penolakan, menghadapi banyak rintangan atau belum memperoleh hasil signifikan dari kerja keras Anda selama ini, bersabarlah. Sebelum menjadi orang terkaya di dunia versi majalah Forbes, Bill Gates selama bertahun-tahun menerima pendapatan dari software ciptaannya hanya $2 per hari. Nilai yang lebih rendah dari gaji seorang pegawai rendahan sekalipun di Amerika. Tapi Bill Gates tetap sabar dan yakin dalam menjalankan bisnisnya. Demikian juga J.K Rowling, penulis laris buku Harry Potter yang sangat mendunia. Sebelum sebuah penerbit kecil di Inggris, Bloomsbury menerbitkan novel Harry Potter, J.K Rowling  menghadapi 12 kali penolakan terhadap manuskripnya. Seandainya J.K Rowling menyerah dan tidak sabar dalam menghadapi 12 penolakan tersebut, kita tidak pernah membaca hasil karyanya menakjubkan itu dan iapun tidak sesukses seperti sekarang ini.  
Bila Perubahan menuju kesuksesan menuntut kita untuk memulai pekerjaan besar yaitu berusaha tetap konsisten untuk melakukan berbagai langkah dan upaya untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan maka ada tiga hal penting untuk kita pegang erat dan kita jaga agar tiga hal ini selalu mengiri kita dalam menapak jalan panjang menuju perubahan, ketiga tersebut antara lain :
1.   Istiqomah / Konsisten dalam menjalankan Perubahan
Memaknai kata "Istiqomah" secara bahasa berarti : Tegak dan Lurus atau dengan tetap pada pendiriannya sehingga tidak tergoyahkan dengan berbagai godaan dan rayuan serta tantangan dengan hal apapun. Sedangkan secara Istilah, para ahli salafus shalih memberikan beberapa definisi, diantaranya : Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu menyatakan bahwa Istiqomah "Hendaknya kita bertahan dalam satu perintah atau larangan, tidak berpaling seperti berpalingnya seekor musang". Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu : menyatakan bahwa "Istiqomah artinya ikhlas". Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu : "Istiqomah adalah melaksanakan kewajiban". Serta Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu : "Istiqomah mengandung 3 macam arti : Istiqomah dengan lisan (yaitu bertahan terus mengucapkan kalimat syahadat), istiqomah dengan hati (artinya terus melakukan niat yang jujur) dan istiqomah dengan jiwa (senantiasa melaksanakan ibadah dan ketaatan secara terus-menerus). Ar Raaghib : "Tetap berada di atas jalan yang lurus" (istiqomah, Dr. Ahmad bin Yusuf Ad Duraiwisy, Darul Haq).
Dengan demikian pemahaman yang lebih mendalam terhadap Istiqomah dalam menuju perubahan adalah merupakan suatu komitmen dalam menjalankan satu program untuk menuju satu tujuan, oleh karenanya berusaha untuk tetap fokus, fokus dan fokus adalah kunci utama. Istiqomah itu mengandung: 1) konsisten, sehingga secara terus menerus apa yang dianggap baik itu dijalankan, 2) tahan uji kepada godaan-godaan yang mungkin menjadi penghambat, menjadi halangan kita sampai pada tujuan yang cita-citakan. Derajat yang tertinggi dalam kita melakukan perubahan adalah menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. Dengan demikian tujuan perubahan harus dikawal dengan niat untuk menjadi hamba yang beriman dan bertaqwa kepada Allah. Istiqomah mengharuskan kita sebagai manusia untuk tidak tergoyahkan pada apapun yang telah diwajibkan dan dilarang oleh Allah SWT. Focus meskipun badai menghantam dan nyawa harus dibayar itulah jalan panjang menuju manusia yang ingin berubah menjadi hamba Allah yang terbaik.
2.   Tawakal Dalam Menjalankan Perubahan
Tawakal secara bahasa, berarti bersandar atau mempercayai diri. Dalam agama, tawakal adalah sikap bersandar dan mempercayakan diri kepada Allah, atau menyerahkan sepenuhnya hasil ikhtiar tersebut kepada Allah SWT. Memaknai tawakal berdasarkan hadist, maka kita akan menemukan anjuran Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam untuk bekerja keras dan tidak sekedar bergantung pada doa. Rasulullah SAW, sangat menghimbau kita mencari rezeki  meskipun harus merantau ke negeri seberang dan menyerahkan apapun hasilnya kepada Allah SWT.
Pekerjaan dalam melaksanakan seuah proyek “Perubahan” bukan sekedar pasrah lantas menerima apa adanya, tapi tawakal adalah berserah diri kepada Allah SWT setelah melakukan berbagai daya upaya untuk mendapatkan hasil yang luar biasa sesuai dengan tujuan yang telah dicita –citakan. Dengan demikian mengutamakan kepasrahan tanpa melakukan usaha adalah kesalahan proses berfikir. Tawakal merupakan sikap aktif dan tumbuh hanya dari pribadi yang memahami hidup dengan benar serta menerima kenyataan hidup dengan tepat. Sebab pangkal tawakal adalah kesadaran diri bahwa perjalanan pengalaman manusia secara keseluruhan dalam sejarah kehidupan diri pribadi.
Manusia yang bertawakal dapat menemukan ketenangan dalam dirinya, dengan demikian  bertawakal adalah pekerjaan mental yang dipersiapkan pada ketentuan Allah SWT untuk menerima semua hal yang terjadi setelah manusia melakukan upaya yang keras, cerdas dan ikhlas dalam kehidupan ini. Allah berfirman dalam surat Ali Imran (3) ayat 159: Artinya: “kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”  Allah juga berfirman dalam surat Ath-Thalaq (65) ayat 3: Artinya “dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya..”
Saatnya untuk merevisi pemahaman kita terhadap makna tawakal jika itu masih sebatas pengetahuan orang pada umumnya. Tawakal yang sesungguhnya akan menjadikan manusia senantiasa bekerja keras dan menyerahkan apapun hasilnya kepada Allah Subhanahu wa-ta’ala, Karena janji Allah pasti datang. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaaq : 3).
3.   Sabar dalam menjalankan Perubahan
Sabar secara etimologi, sabar (ash-shabar) berarti menahan dan mengekang (al-habs wa al-kuf). Secara terminologis sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak di sukai karena mengharap ridha Allah.Yang tidak di sukai itu tidak selamanya terdiri dari hal-hal yang tidak di senangi seperti musibah kematian, sakit, kelaparan dan sebagainya, tapi juga bisa berupa hal-hal yang di senangi. Sabar dalam hal ini berarti menahan dan mengekang diri dari memperturutkan hawa nafsu. Teramat sering kata sabar masuk ke alam bawah sadar kita, terutama kala seseorang dalam keadaan terpuruk. Nasehat-nasehat yang datang dari berbagai penjuru akan senada dan seirama, sabar semua pasti ada hikmah-Nya atau sabar lebih baik ngalah karena ngalah belum tentu kalah. Kondisi ini menunjukkan lemahnya seseorang ketika keterpurukan itu mendera hidupnya. Dan begitulah fenomena yang ada dalam masyarakat muslim pada umumnya dalam memaknai sabar. Sabar hanya sebatas menahan diri dan menerima apa adanya yang sudah menjadi nasibnya.
Sementara makna sabar yang ada di dalam Al-Qur’an menuntut seseorang untuk senantiasa siap-siaga dalam segala kondisi, baik itu sedang berjaya maupun sedang terpuruk. Sabar dan terus menguatkan keimanan dengan tetap bertaqwa kepada Allah SWT. Demikian jelasnya firman Allah di dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat ke 200 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”
Teramat naïf jika seseorang mengatasnamakan sabar, dia senantiasa mengalah dan menahan diri dalam kesulitannya tanpa melakukan apapun sebagai upaya keluar dari kesulitan tersebut. Sedangkan sahabat Ali bin Abi Thalib telah menjelaskan bahwa orang yang mencapai derajat shabir (sabar) akan mengeruk pahala laksana mengeruk debu yang tak terhitung jumlahnya. Jadi, sabar menuntut seseorang untuk melakukan usaha secara terus-menerus dengan semangat dalam bekerja, walaupun kegagalan akan silih berganti menerpanya.

Demikian lah tiga hal utama yang dapat menjadi pengiring kita dalam menapaki jalan panjang menuju perubahan.semoga Allah akan membimbing kita semua Amin, salam Perubahan.

Selasa, 16 September 2014

HIDUP ADALAH PILIHAN



oleh : Dr. H. Rachmat Maulana S.Sos, M.SI

    Hidup adalah pilihan menjadi topik pilihan bagi penulis untuk lebih mendalami secara luas dan tajam. Ketertarikan penulis ini lebih dilandasi dengan pemikiran bahwa Allah SWT telah memberikan anugrah kepada setiap manusia untuk menjalani kehidupan ini dengan pilihan kehidupan yang ada pada keputusan manusia itu sendiri. Ketika manusia menjalankan kehidupannya dengan benar menurut ajaran agama atau manusia menjalankan kehidupannya dengan caranya sendiri maka itu semua adalah keputusannya dan menjadi tanggungjawabnya untuk menjalankan kehidupan yang dipilihnya. Hanya yang menjadi renungan adalah apakah jalan hidup yang dipilih tersebut merupakan buah keputusan yang sudah difikirkan dengan sadar dan dilandasi dengan ajaran agama?.
Luar biasa ini terjadi ketika kita sebagai  manusia mau berfikir bahwa apa sebenarnya hakeket kehidupan yang manusia pilih itu sebenarnya. Jangan -jangan kita sering lupa bahwa dalam setiap kehidupan yang telah diberikan oleh Allah SWT terdapat kenikmatan yang selalu dirasakan dan terdapat hikmah yang terdapat didalamnya, namun manusia sering lupa sehingga menganggap bahwa kehidupan seolah – olah berjalan dengan sendirinya tanpa ada bantuan dari sang kuasa. Maka kemungkaran manusia sampai dinyatakan dalam firman Allah dalam alquran surat Ibrahim ayat 7 dan 8 yang artinya “ Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan. “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (8) Dan Musa berkata: “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (ni’mat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. Memang benar jika dikatakan bahwa sebagian besar manusia itu adalah orang yang tidak mau bersyukur atau tidak pandai berterima kasih. Bagaimana tidak, ketika Allah SWT telah begitu banyak memberinya nikmat, baik yang sifatnya lahiriyah maupun batiniah, banyak manusia yang tidak sadar dan tidak tergerak untuk semakin taat untuk menjalankan kehidupan ini dengan landasan agama. Meskipun bukan berarti Allah SWT membutuhkan atas ibadah tersebut. Tapi seharusnya dan sudah menjadi kewajiban bagi manusia untuk menjadi hamba Allah menjalankan perintah – perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
Ketika kita sebagai manusia menyakini bahwa hidup adalah pilihan maka kebebasan untuk memilih menjadi mutlak ada di diri manusia, artinya setiap bentuk apapun dalam kehidupan ini sangat tergantung dari pilihan – pilihan yang ada pada diri manusia. Mulai dari bangun tidur sampai dengan tidur kembali diserahkan kepada manusia untuk mengaturnya. Hanya masalahnya manusia terkadang pada saat memilih tidak memperhatikan apa motif yang menjadi landasan untuk memilih sehingga terkadang pilihan – pilihan tersebut bersifat tidak logis dan lebih mementingkan hawa nafsu untuk menjadi landasan pengambilan keputusan untuk memilih.

Kemudian ketika kita merenungi jenis pilihan dalam kehidupan ini ternyata lebih banyak kita temui pilihan yang mengandung dua jenis nilai pilihan yang begitu kontradiktif, misalnya pilihan ya atau tidak, pilihan satu atau dua, bahkan jumlah pilihan kadang sangat terbatas sampai – sampai kita dipaksa untuk memilih pada hal – hal yang dipaksakan karena tidak ada pilihan maka kita mengambil pilihan tersebut tanpa harus berfikir apakah pilihan tersebut memiliki nilai konsekuensi terhadap hasil pilihan itu sendiri. Dalam kehidupan sosial kemayarakatan kita baik itu dikeluarga maupun di masyarakat sering ditemukan keputusan untuk memilih terkadang dipaksakan sehingga sangat tergantung kepada siapa yang menjadi penggerak untuk kita memilih. Padahal disatu sisi kita sebagai manusia diberikan kebebasan untuk memilih tapi disisi lain memilih dari pilihan yang sudah diberikan tanpa ada alternatif pilihan menjadi sesuatu yang sulit untuk difikirkan.
Dengan demikian hanya manusia yang cerdas dan bertanggungjawab yang memutuskan pilihan tersebut dengan nilai keyakinan dan landasan agama yang kokoh bahwa keputusan tersebut benar – benar sudah direncanakan dengan matang sehingga pada saat melaksanakan pilihan tersebut tidak ada keraguan yang menghalanginya. Semoga kita tidak salah dalam mengambil pilihan pada setiap ritme kehidupan ini.