Minggu, 14 Desember 2014

KEPEMIMPINAN DIRI SEBAGAI PENGAWAL PERUBAHAN


Oleh Dr. H. Rachmat Maulana S.Sos, M.Si
 
Perubahan dapat bergerak dengan cepat dan tepat sesuai dengan rencana yang telah disusun sedemikian rupa manakala dikawal dengan kepemimpinan diri yang dilakukan secara konsisten dan disiplin yang tinggi, tanpa itu kemungkinan besar “perubahan” bergerak dengan sangat lamban atau bahkan mengalami kegagalan.

Model kepemimpinan diri yang dimaksud oleh penulis merujuk kepada konsep kepemimpinan kubik leadership karya Farid Poniman, Jamil Azzaini, Indrawan Nugroho (2009) dimana konsep kepemimpinan memiliki makna yang sangat mendalam untuk mengawal pribadi – pribadi melakukan perubahan yaitu :
          -   Kemampuan Untuk Menentukan Ke Mana Hidup Akan Kita Arahkan,
         -  Apa – Apa Yang Ingin Kita Lakukan Dalam Hidup Ini
3       -     Dan Jalan Mana Yang Harus Ditempuh Untuk Mencapainya.

Oleh karena itu konsep kepemimpinan dapat diimplementasikan pada tiga pilar utama yaitu pimpin keyakinan, pimpinan aksi dan pimpin pekerti.  Keyakinan Adalah Seperangkat Prinsip Dan Nilai Yang Sekaligus Menjadi Misi Suci Hidup Kita, Aksi Adalah Aktivitas Nyata Yang Didasarkan Pada Seperangkat Aturan Hidup. Dan Pekerti Adalah Sikap Mental Yang Melahirkan Kecendrungan Perilaku Sehari – Hari.

Pimpin keyakinan memiliki tiga prinsip utama yaitu (1) prinsip  manusia bahwa Kesempurnaan manusia terletak pd kemampuan untuk memilih, termasuk memilih bagaimana ia akan menjalani hidupnya. Raihlah sukses jangka panjang dengan cara meninggikan To Be (Ilmu pengetahuan dan kompetensi) dan valensi (Takaran Atau Bobot Yang Mewakili Keseluruhan Kapasitas Diri Anda) , serta merendahkan To Have (Kepemilikan harta benda). (2) prinsip alam yaitu Alam memiliki serangkaian hukum yg mengikat seluruh mahluk di dalamnya. Hukum kekekalan energi menjamin bahwa tidak ada enegi di dunia ini yang sia sia. Anda akan mendapatkan hasil usaha yang sama dengan jumlah usaha yang sama. Perbanyaklah mengeluarkan energi positif dan jauhi energi negatif, maka anda akan menjadi orang yg paling beruntung di dunia.  (3) Pinsip Allah yaitu Allah  hanya memancarkan energi positif, Allah tidak pernah memancarkan kemubaziran, kesia-siaan, apalagi energi negative. Energi Allah tidak memiliki stigma dan prasangka terhadap mahluk-Nya. Energi yang Allah berikan pada manusia tidak tergantung pada bentuk pantulannya.
    
Setelah keyakinan menjadi expert terbentuk, maka tindaklanjuti dengan pimpinan aksi dengan tiga “As” yaitu (1) kerja Keras adalah Hasil kerja (output) tergantung jumlah energi (input) yang dialokasikan, (2) Kerja Cerdas memberikan pemaknaan bahwa Mesin kecerdasan digunakan untuk ‘menggeser titik tumpu’ yang dapat mengungkit hasil kerja (output). (3) Kerja Iklas yaitu mengandung pemahaman dengan membersihkan energi dari unsur negatif dan kemubaziran, maka bobot usaha (input) akan menjadi lebih besar.

Selanjutnya setelah keyakinan dan aksi sudah sejalan, kini saatnya buktikan dengan pimpin pekerti.  Dengan pilar utama yaitu (1) Sikap & Perilaku Positif, (2) Sikap & Perilaku Produktif dan (3) Sikap & Perilaku Kontributif.

 Dari uraian model kepemimpinan diri berdarkan konsep kepemimpinan kubik leadership karya Farid Poniman, Jamil Azzaini, Indrawan Nugroho (2009), maka dengan penuh keyakinan dan semangat Kita yakin bahwa allah akan bersama kita untuk melakukan berbagai perubahan diri kita menjadi manusia yang lebih baik. Amien.

Kamis, 11 Desember 2014

PENERAPAN E.GOVERMENT DALAM PENINGKATAN KUALITAS PENYELENGGARAAN MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA


Oleh : Dr. H. Rachmat Maulana S.Sos, M.Si

1.   Pendahuluan
Babak baru bagi penyelenggaraan pemerintahan desa di Republik Indonesia ini pasca diberlakukannya undang – undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, dimana kebijakan ini lebih memposisikan desa secara struktur untuk menjadi bagian penyelenggaraan pemerintahan yang lebih akuntabel, dan dapat lebih memberikan perannya kepada masyarakat diwilayahnya masing – masing dengan tetap diberikan keleluasaan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri.
Dengan demikian pekmaknaan atas pemberlakuan kebijakan tersebut nampaknya konsepsi desa saat ini telah menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government, sehingga diharapkan keberadaan desa akan dapat lebih memperkuat kedudukannya yang pada gilirannya akan dapat memberikan peran yang lebih besar dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tantangan yang saat ini harus segera dihadapi dan dipersiapkan secara cermat, matang dan cepat adalah bagaimana berbagai pasal yang ada di dalam undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang desa dan Peraturan PP Nomor 43 tahun 2014 dan PP 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan oleh para penyelenggara pemerintahan desa terutama para Kepala Desa beserta aparatnya. Hal inilah yang benar – benar menjadi tantangan bersama bagi para penyelenggara negara di Republik yang kita cintai ini, kenapa demikian. Karena berbagai pasal tersebut mengharuskan penyelenggaraan pemerintahan desa dilaksanakan tidak ubahnya seperti penyelenggaraan pemerintahan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah baik itu provinsi maupun kabupaten / Kota. Contoh salah satu pasal pada bab VIII tentang keuangan desa dan aset desa mulai dari pasal 71 sampai dengan 77 hampir sama dan sebangun dengan penatausahaan yang dilakukan oleh Pemda. Demikian juga pada bab – bab lainnya seperti mengenai pembangunan desa dan pembangunan kawasan pedesaan serta berkaitan pula dengan pasal 86 yang berkaitan dengan  Sistem Informasi Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan.
Pada sisi lain kita menyadari bahwa kondisi desa saat ini dari berbagai sumber daya yang dimilikinya sangatlah terbatas mulai dari sumber daya manusia, keuangan, sarana dan prasarana, sehingga terjadi jarak yang terlalu jauh antara tuntutan yang ada didalam pasal perpasal pada undang – undang dengan kondisi actual yang ada di masing – masing desa. Apabila hal ini tidak segera dibenahi maka yang sangat dikhawatirkan adalah terjadi berbagai penyimpangan atas pemberlakuan undang – undang dimaksud berserta PP yang mengaturnya. Walhasil penyelenggaraan pemerintahan desa tetap saja tidak berjalan sebagaimana mestinya malah menimbulkan masalah baru yaitu berbagai penyimpangan terutama berkaitan dengan penggunaan atau penatausahaan keuangan yang diberikan oleh negara melalui APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten / Kota.
Oleh karena itu mari kita bergerak untuk membantu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, benar, cepat dan cermat agar implementasi penyelenggaraan pemerintahan desa benar – benar dapat sesuai dengan harapan Undang – Undang nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Oleh karena itu semua penyelenggara pemerintahan mulai dari Pusat sampai dengan Kabupaten / Kota terutama bagi mereka – mereka yang diberikan tanggungjawab dan diamanahkan untuk memfasilitasi agar penyelenggaraan pemerintahan desa dapat berjalan dengan baik dan benar maka dibutuhkan dukungan dan komitment yang tinggi secara bersama – sama bantu membantu untuk mendorong percepatan dimaksud. Kalau langkah – langkah ini tidak segera dilakukan maka kemungkinan yang muncul adalah berbagai masalah yang akan menjadi “lingkaran setan” yang tidak berujung karena semua orang hanya bisa saling menyalahkan tanpa ada kemauan untuk membantu menyelesaikan bahkan membuat solusi agar masalah itu tidak akan terjadi.
Menurut hemat penulis sangat disayangkan ketika komitment negara yang dalam hal ini Pemerintah melalui Undang – undang telah memberikan perhatian dan keseriusan yang sangat tinggi bagi desa untuk berkirah menjadi lebih besar dalam peningkatan kesehateraan masyarakat kurang direspon dengan baik dan cepat maka seharusnya banyak pihak yang berkontribusi bagi kemajuan bangsa ini.
Dari analisa penulis pada salah satu pasal dalam Undang – Undang Nomor 6 tahun 2014 pada pasal 86 yang berkaitan dengan  Sistem Informasi pembangunan desa dan kawasan pedesaan memberikan sinyal pada penerapan “Electronik Goverment dalam penyelenggaraan manajemen pemerintahan desa. Dengan demikian sebagai salah satu solusi yang dapat membantu dalam implementasi penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan undang – undang nomor 6 tahun 206 tentang desa maka penerapan E.Goverment di berbagai layanan dan kegiatan akan dapat membantu desa untuk bekerja dengan cepat, tepat, akurat dan akuntabel serta transparan  sehingga berbagai kendala yang selama ini dianggap menjadi penggangu dalam implementasi undang – undang dapat diminimalisir dengan sangat cepat dan tepat.
2.   Konsep E.Gov
Sejak dasawarsa 1990-an beberpa negara di dunia mulai menggunakan sistem pemerintahan menggunakan elektronik. Tercatat negara – negara seperti Amerika Serikat, Selandia Baru, Kanada, Singapura dan beberapa negara seperti Jepang, Australia dan Inggris telah menngunakan sistem pemerintahan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Penggunaan TIK oleh pemerintah pada dasarnya adalah untuk memberikan warga negaranya dengan akses yang lebih nyaman ke informasi dan layanan pemerintah serta untuk memberikan pelayanan publik kepada warga, mitra bisnis, dan mereka yang bekerja di sektor publik.  
Bagian awal dari pelaksanaan e-governtment adalah “komputerisasi” dari kantor publik memungkinkan mereka dengan membangun kapasitas mereka untuk pelayanan yang lebih baik dan membawa pemerintahan yang lebih menggunakan teknologi sebagai katalisator.  Bagian kedua adalah penyediaan jasa sentris warga melalui media digital seperti mengembangkan portal pemerintah interaktif.
Menurut Indrajit, (2012), e-government merupakan sebuah konsep memiliki prinsip-prinsip dasar yang universal, tetapi pengertian maupun penerapannya pada suatu negara tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor:  sejarah, budaya, pendidikan, pandangan politik, kondisi ekonomi masing-masing negara. Definisi lain menyatakan bahwa e-goverment adalah suatu mekanisme interaksi baru antara pemerintah dengan masyarakat dan  pihak-pihak lain yang berkepentingan, dimana pemanfaatan TIK dengan tujuan meningkatkan kulitas pelayanan publik (Eko Indrajit, 2002).    Paling tidak ada empat prinsip dasar pelaksanaan e-government secara umum tercakup dalam visi e-government (Indrajit, 2002), yaitu :
1.      Memberikan perhatian penuh pada jenis-jenis pelayanan publik, dengan memberikan prioritas:  (a) Memiliki volume transaksi yang besar dan melibatkan banyak sekali sumber daya manusia, (b) Membutuhkan interaksi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat, (c) Memungkinkan terjadinya kerjasama antara pemerintah dengan swasta maupun LSM dan Perguruan Tinggi, setelah menentukan jenis pelayanan, kemudian menentukan ukuran kinerja, yang menjadi target manfaat sebelum menentukan total biaya investasi.
2.      Membangun lingkungan yang kompetitif, di mana sektor swasta maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) dapat berperan dalam hal pelayanan publik. Sangat baik jika swasta dan LSM dapat bersaing dengan pemerintah dan dapat melayani dengan lebih baik.
3.      Memberikan penghargaan pada inovasi dan memberi ruang kesempatan pada kesalahan.
4.      Memusatkan pada pencapaian efisiensi, yang dapat dinilai dengan besarnya manfaat dan pemasukan anggaran dari penggunaan e-goverment.
Kemudian merujuk pada bebrapa pendapat pakar bahwa terdapat tiga fungsi pemerintahan elektronik yaitu (1) fungsi pekerjaan internal pemerintah, (2) fungsi layanan masyarakat dan (3) fungsi komunikasi antara pemerintah dan rakyat.
Adapun Tujuan dari penerapan E-Government
1.    Meningkatkan kualitas layanan masyarakat, terutama dalam hal mempercepat proses dan mempermudah akses interaksi masyarakat;
2.    Meningkatkan transparansi pemerintahan dengan memperbanyak akses informasi public;
3.    Meningkatkan pertanggungjawaban pemerintah dengan menyediakan lebih banyak pelayanan dan informasi, serta menyediakan kanal akses baru kepada masyarakat;
4.    Mengurangi waktu, uang, dan sumber daya lain, baik di sisi pemerintah maupun pihak-pihak yang terlibat dengan memperpendek proses pemberian layanan.

Sedangkan manfaat e-Government
1.    Merupakan suatu mekanisme interaksi baru (moderen) antara pemerintah dengan masyarakat dan kalangan lain yang berkepentingan (stakeholder); dimana Melibatkan penggunaan teknologi informasi (terutama internet); dengan tujuan Memperbaiki mutu (kualitas) pelayanan yang selama berjalan.
2.    Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara. Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good Corporate Governance.
3.    Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholdernya untuk keperluan aktivitas sehari-hari.
4.    Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
5.    Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada.
6.    Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis.
7.    memberikan layanan yang lebih baik pada masyarakat. Informasi dari pemerintah dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu tanpa harus menunggu dibukanya kator pemerintah. Informasi dari pemerintah dapat dicari dan diperoleh dari kantor, rumah tanpa harus secara fisik harus datang ke kantor pemerintah.
8.    Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan melalui informasi yang mudah diperoleh. Adanya informasi yang mencukupi, maka masyarakat akan belajar untuk menentukan pilihannya di dalam mendapatkan suatu informasi yang diperlukan.
9.    Adanya E-Government diharapkan pelaksaan pemerintah akan berjalan lebih efisien karena koordinasi pemerintah dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi informasi.
Untuk dapat mengembangkan e-Governmet dengan baik diperlukan front office dan back office yang mampu memberikan layanan pada masyarakat di setiap kantor pemerintah.
Adapun berbagai aplikasi sistem informasi yang sudah diterapkan pada tingkatan pemerintahan di Indonesia baik utu di kementrian maupun pada tingkatan Pemerintahan Daerah sangatlah bervariatif dan secara kuantitas serta kualitas sudah sangat banyak seperti halnya simda keuangan, simda barang, simpeg, E.budgeting, E.Proc. LPSE. SIRUP, SIMONEV, E.Audit. SIM Jaringan Jalan, SIPPDA, dan banyak lagi Aplikasi E.gov lainnya yang dapat diterapkan bagi penyelenggaraan pemerintahan terutama bagi pemerintahan desa.

3.    E.Gov sebagai solusi dalam peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Manajemen Pemerintahan Desa
Ketika berbagai kebijakan tentang Desa telah diluncurkan dengan “luar biasa” maka yang perlu segera dilakukan adalah bagaiman semua pihak membantu agar kebijakan tentang desa tersebut dapat diterapkan dengan benar, baik, cepat, tepat, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Dari berbagai kendala yang ada dan keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh desa maka penulis lebih melihat pencarian solusi melalui penerapan E.Gov dalam penyelenggeraan manajemen pemerintahan desa.
      Oleh karena itu peran aktif dan “Good will” yang tinggi wajib dilakukan oleh Pemerintah terutama bagi Pemerintah Daerah untuk membantu melalui APBD membuat berbagai aplikasi sederhana yang mendukung penerapan kebijakan tentang desa. Kegiatan pembuatan aplikasi simtem informasi ini dapat disebar kepada masing – masing Satuan Kerja Perangkat Daerah yang memiliki tugas pokok yang sesuai dengan kebutuhan desa. Contoh Bagian Pemerintahan desa membuat Aplikasi Sistem informasi tentang tatalaksana administrasi Pemerintahan desa, Bappeda membantu untuk membuat aplikasi Sistem informasi perencanaan pembangunan desa, Bagian Akuntansi membuat aplikasi Sistem informasi Keuangan Desa, Bagian Aset dan perlengkapan membuat aplikasi Sistem informasi Barang milik Desa, dan SKPD lainnya juga dapat memberikan kontribusinya terhadap penerapan berbagai aplikasi layanan yang dilakukan oleh Desa.
      Peran Pemda seperti inilah yang diharapkan sebagai fasilitator dan sekaligus sebagai fungsi pengendalian agar desa dapat berkerja secara dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Kemudian apabila   seluruh SKPD ikut berkontribusi secara serius maka akan terjadi percepatan kerja secara komprehensif untuk mendorong desa menjadi lebih mandiri dan dapat membangun nett working dengan Pemda dan Pemerintah Pusat dalam melaksanakan self-governing community dengan local self government. Setelah itu semua dapat dilakukan maka peran penting selanjutnya menyiapkan SDM yang ada di desa untuk menjalankan berbagai sistem informasi yang telah dipersiapkan. Oleh karena itu dengan komitment yang tinggi dan berprasangka baik dan tetap realistis maka penyiapan SDM pada setiap Desa bisa dan sekali lagi penulis yakin pasti bisa dilakukan, tinggal bagaimana strategi kita mencari putra – putri desa untuk diajak menjadi staf di desa yang akan melaksanakan tugas mulia ini.  Dengan dukungan dari pihak Pemda maka percepatan penerapakan kebijakan desa akan sangat terlihat sinergi dengan komitment dari pemerintah Pusat sehingga harapan kita semua agar desa dapat lebih berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan baik. Semoga – amin.