Rabu, 11 Maret 2015

MEMIMPIN KEYAKINAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DIRI




Oleh: Dr. H. Rachmat Maulana M.Si

Allah SWT berfiman dalam Al-Qur`an kepada kita tentang kebenaran sifat-sifat Allah, yaitu “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur, Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha tinggi lagi Mahabesar.” (al-Baqarah: 255). Dari firman Allah SWT ini memberikan petunjuk yang jelas kepada kita sebagai manusia yang beriman bahwa semua kehidupan telah diatur oleh Allah SWT oleh karena itu wajib bagi manusia untuk menyerahkan diri kepadanya, melalui ketaatan kepada Allah SWT menjalankan seluruh kewajiban dan menjauhkan segala larangganya serta lebih mendekatkan diri dengan berdoa dan bersabar dalam menjalankan kehidupan ini. 
Dalam kubik leadership (2009) kepemimpinan adalah kemampuan untuk menentukan kemana hidup akan kita arahkan, segala sesuatu yang ingin kita lakukan dalam hidup ini, dan jalan mana yang harus kita tempuh untuk mencapainya. Sedangkan keyakinan (faith) dalam kubik leadership adalah seperangkat prinsip dan nilai sebesar apapun yang sekaligus menjadi misi suci kita. Keyakinan itu seperti akar di sebuah pohon, selain menjadi pintu masuknya energy, akar juga mengokohkan keseluruhan pohon itu sendiri. Apabila pohon itu memiliki akar yang kuat, maka angin sebesar apapun tidak akan mampu merobohkan akar itu. Keyakinan dapat juga diibaratkan sebagai sebuah tongkat pengungkit yang akan melejitkan diri anda keatas, ketempat dimana berkumpulnya komponen-komponen sebuah kesuksesan.
Jadi apabila seorang pemimpin memiliki keyakinan yang kuat dalam dirinya dan terhadap suatu hal yang di pimpinnya, maka tidak akan mudah goyah meskipun cobaan dan ujian menerpa dirinya. Dia akan berdiri tegak dan konsisten terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya. pimpin keyakinan adalah segala sesuatu yang harus dimulai dengan keyakinan itu sendiri. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa keyakinan itu ibarat akar. Keyakinan itu memberikan kekuatan yang tumbuh dalam diri (jiwa) seseorang yang mana nantinya kekuatan itu akan memberikan pengaruhnya yang semakin luas dan besar sampaikewilayah fisik seseorang itu sendiri.

Dalam Kubik Leadership (2009) mengemukakan bahwa terdapat tiga prinsip yang harus diyakini dalam pimpin keyakinan  yaitu prinsip manusia, prinsip alam, dan prinsip Tuhan.

1.    Prinsip manusia : memahami pilihan-pilihan hidup serta membantu mengarahkan hidup untuk dapat meraih kesuksesan jangka panjang (dunia dan akhirat).

2.  Prinsip alam : melihat bagaimana alam ini bekerja dan bagaimana dapat memanfaatkan hukum alam yang ada untuk senantiasa menghadirkan keberuntungan dalam hidup.

3.   Prinsip Tuhan : melihat kaitan erat antara Tuhan dan makhluknya serta bagaimana mengakses energi Tuhan untuk memperoleh kekuatan tanpa batas.

Dalam upaya peningkatan kualitas diri maka memimpin keyakinan menjadi fondasi yang harus benar – benar kokoh dan tetap harus terjaga sehingga setiap manusia harus meyakinkan diri bahwa Allah SWT telah mengatur seluruh ritme kehidupan ini dengan luar biasa baiknya, akan tetapi manusialah yang sering melanggar ketetapan Allah dengan cara merusak dan melanggar atas apa – apa yang telah diatur oleh Allah SWT. Dalam konsep agama Islam, peningkatan kualitas diri dengan memimpin keyakinan dapat dilakukan dengan menjalankan beberapa hal berikut ini:

1.    Menjalankan ibadah yang diwajibkan dan sedapat mungkin mengupayakan pelaksanaan ibadah yang disunnahkan dengan istiqomah karena Allah semata
2.    Berusaha untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan semua yang diwajibkan dan menjauhkan diri dari semua yang dilarang.
3.       Berusaha untuk selalu yakin kepada Allah hingga dan menjauhkan prasangka negatif atas apa yang terjadi dalam kehidupan ini.


  D
emikian sekelumit upaya yang dapat dijadikan sarana agar kita dapat meningkatkan kualitas diri melalui upaya memimpin keyakinan kita kepada Allah SWT




Senin, 09 Maret 2015

KONSEP BIROKRASI

OLEH : Dr. H. Rachmat Maulana

Dalam perbendaharaan bahasa abad ke 18 Istilah birokrasi menurut de Gournay (dalam Albrow 1989:2)  adalah bureau yang berarti meja tulis yaitu selalu diartikan sebagai suatu tempat yang disana para pejabat bekerja. Dengan tambahan sisipan yang diturunkan dari kata yunani yang berarti cracy atau cratos artinya pemerintahan. Bila digabung dua  kata tersebut maka memiliki arti yang harfiah yaitu pemerintahan melalui meja. Akan tetapi arti dan makna kata birokrasi memiliki cakupan yang sangat luas sehingga banyak ahli yang memberikan definisi tentang birokrasi dari sudut pandang yang berbeda.
Pfiffner dan Presthus (1960:40) mengartikan birokrasi sebagai suatu sistem kewenangan untuk melaksanakan, kepegawaian, jabatan dan metode-metode yang dipergunakan oleh Pemerintah untuk melaksanakan program-programnya.(The system of authority, men, office, and methods that goverment uses to carry out its programs may be called the bureaucracy).  Dalam pengertian ini birokrasi diartikan sebagai suatu  sistem kewenangan yang didalamnya terdapat berbagai sub sistem antara lain pengaturan kepegawaian, pengaturan jabatan  dan berbagai pengaturan metode didalam penyelenggaraan pemerintahan.
Pendapat yang senada disampaikan oleh Soewarno Handayaningrat (1989:16) mengartikan birokrasi sebagai suatu sistem daripada suatu organisasi yang kompleks yang memerlukan penanganan berbagai macam ketrampilan teknis  yang dipergunakan untuk melaksanakan kebijaksanaan-nya yang ditentukan oleh pihak lain, terutama kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan penyelesaian usaha-usaha yang besar. Menurut penulis pengertian ini melihat birokrasi dari pendekatan kesisteman yang terdiri dari berbagai macam komponen yang berskala besar sehingga  menjadikan birokrasi  sebagai s ebuah organisasi yang sangat besar dan  lengkap.
Bila melihat dalam kamus Eksklopedi Administrasi (1982:48) istilah birokrasi diartikan sebagai suatu tipe organisasi yang didalamnya terdapat suatu tatakerja yang telah ditentukan dalam suatu peraturan yang selalu dilaksanakan dengan sepenuhnya. Pengertian ini mengandung makna bahwa didalam birokrasi terdapat struktur yang mengatur yang diraikan dalam suatu tata kerja serta prosedur yang telah ditentukan melalui  berbagai peraturan perundang-undangan dan birokrasi berkewajiban untuk mematuhi setiap peraturan dimaksud.
Blau dan Meyer (2000:14) memberikan  pengertian Birokrasi merupakan instrumen kekuasaan  yang paling utama. Pengertian ini memberikan peran kepada birokrasi sebagai alat untuk menjalankan kekuasaan karena itu pula birokrasi dipandang sebagai motor penggerak kekuasaan  untuk meningkatkan kapasitas-kapasitas  potensial terhadap hal-hal yang baik maupun  buruk karena birokrasi  merupakan instrumen administrasi rasional yang netral  pada skala yang besar.
Yahya muhaimin dalam Budi Setiono (2002:22) mengartikan birokrasi adalah  keseluruhan aparat pemerintah, sipil  maupun militer yang  melakukan tugas membantu pemerintah dan menerima gaji  dari pemerintah  karena statusnya itu. Pengertian  ini memberikan makna bahwa kata birokrasi identik dengan aparatur pemerintah dalam arti luas baik sipil maupun militer sebagai bagian dari organ suatu negara.
Almond dan Powel dalam Hariandja (1999:44)  mendefinisikan birokrasi sebagai sekumpulan tugas dan jabatan yang terorganisasi secara formal yang saling berhubungan dalam jenjang yang kompleks di bawah pembuat tugas atau peran  formal. 
Selanjutnya pengertian – pengertian yang disampaikan oleh para pakar  tentang Birokrasi  nampaknya terjadi perbedaan  yang sangat tajam. Artinya ada beberapa pakar menyebutkan bahwa keberadaan birokrasi merupakan suatu  kebutuhan yang sangat diperlukan  dalam  rangka  penyelenggaraan  negara. Hal ini merujuk kepada pendapat Karl Manheim yang dikutif  oleh   Wahyudi  Kumorotomo (2001:690) yang memandang birokrasi itu sebagai koorporasi negara  yang teridiri dari organisasi-organisasi besar dan bebas.
     Akan tetapi tidak sedikit pula para pakar yang mengkritik habis-habisan terhadap keberadaan birokrasi bahkan memandang dengan sangat sinis akan prilaku birokrasi. Misalnya  beberapa pakar dibawah ini antara lain:
Michael Crozier  dalam  Wahyudi  Kumorotomo (2001:66)  melihat birokrasi sebagai suatu organisasi yang tidak dapat memperbaiki prilakunya dengan cara bersedia belajar dari kesalahan. Pengertian sinis  ini memperjelas keberadaan organisasi birokrasi sebagai sebuah organisasi yang berjalan dengan  tidak efesien dan tidak memiliki  visi dan misi yang  jelas sehingga tugas pokok yang dilakukan oleh Birorakasi merupakan sesuatu rutinitas yang harus  dikerjakan tanpa melihat terhadap visi, misi dan tujuan – tujuan organisasi secara keseluruhan.
Kemudian hal senada diungkapkan pula oleh beberapa pakar yang dikutip oleh Riant Nugroho dalam bukunya Reinventing Indonesia (2001:180-187) antara lain  :
1.   Daniel Katz dalam  bukunya the Social Psychology of Organization mengartikan birokrasi sebagai organisasi dengan hierarki seketat  birokrasi hanya bekerja baik sekali apabila pekerjaan membutuhkan sedikit  kreativitas, sedikit  tuntutan untuk  perubahan dan tuntutan pengorganisasian yang tegas.
2.   Alvin Toffler dalam bukunya yang  berjudul Powershift : Knowledge, Wealth and Violence  (2001:185) meredifinisi arti birokrasi sebagai lambang ekonomi “cerobong asap” yang menjadi lambang  peradaban industri, sehingga birokrasi adalah sebuah organisasi yang perlu  diganti dengan masuknya umat manusia ke peradaban paska industri. Dalam  pengertian  ini birokrasi dianggap telah  usang dengan zaman yang telah berubah dengan cepatnya sehingga peradaban manusia ikut berubah sedangkan birokrasi sebagai penyelenggara pemerintahan sangat lambat  dalam melakukan perubahan.
3.   Osborn dan  Plastrik dalam  bukunya Banishing Bureaucracy  menyatakan bahwa Bureaucracies have described as systems designed by a genius to be  run  by idiots. Yang  dapat  diterjemahkan dengen bebas adalah birokrasi dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang  dibuat secara genius akan tetapi  dilaksanakan  secara bodoh.
4.   Peter F. Drucker sebagai empu manajemen menyatakan  bahwa birokrasi dapat digambarkan sebagai seseorang yang kaku-kolot, serba reaktif atau berorientasi  kepada mengobati ketibang mencegah  dan  kelompok yang tidak dapat berkerja secara efisien.
Sedangkan Riant  Nugrogho sendiri mengatakan (2001:183) bahwa birokrasi sangat mudah menjelma sebagai “mahluk  mutan” yang hidup dan  berkembang diluar program yang diberikan kepadanya.
Berbagai pengertian  yang diberikan kepada Birokrasi nampaknya merupakan suatu krtik yang  sangat tajam perihal keberadaanya selama ini.  para pakar memberikan  pandangan tersebut sangatlah beralasan karena memang diberbagai negara keberadaan birokrasi menjadi  sesuatu yang sangat pelik untuk  dilakukan pemcehannya. Akan tetapi pada beberapa  negara yang telah  “sadar” akan kesalahannya dengan segera melakukan  berbagai  pembaharuan sebagai suatu langkah perubahan yang sangat mendasar akan keberadaan birokrasi yang ditingkatkan kapasitas dan kinerjanya melalui berbagai kegiatan yang telah dilakukan.

Kamis, 29 Januari 2015

Tiga Pilar Etos Kerja Muslim




oleh Tim Kajian Dakwah Al Hikmah

alhikmah.ac.id – Perkembangan zaman yang begitu ganas seakan tidak memberi ruang bagi penghuni bumi ini terbuai oleh hegemoni budaya hedonis. Tidak terkecuali umat Islam yang memiki sejarah emas di masa lampau dan pada perkembangannya menjadikan umat Islam itu sendiri terpuruk oleh gemerlap zaman globalisasi.
Banyak faktor yang melandasi dan mendorong miskinnya umat Islam di era modern sekarang ini, namun ada tiga hal yang merupakan perintah Allah Subhanahu wa-ta’ala di dalam Al-Qur’an. Dan tiga hal inilah yang menarik untuk kita bahas demi secercah pemahaman.
Di antara sekian banyak orang sering salah memahami perintah Tawakal, Sabar dan Qana’ah yang begitu jelas tertuang di dalam kitab suci Al-Qur’an, mengantarkan kita sebagai umat Islam semakin terpuruk.
Pengertian Tawakal, Sabar dan Qana’ah masih terbatas dalam sikap pasrah, menahan diri dan nrimo (menerima apa adanya, red). Jika tawakal dimaknai sebatas pasrah maka tidak ubahnya katak dalam tempurung yang diam menanti hujan, dan katak itu tidak akan pernah tahu ada tempat yang basah di sekitarnya. Begitu juga dengan sabar yang jika hanya diartikan menahan diri, sudah tentu definisi sederhananya adalah menahan diri untuk tidak melakukan apapun. Diperparah lagi bila qana’ah diasumsikan hanya sebagai menerima apa adanya, maka perbudakan tidak akan terhapuskan di muka bumi.
Tawakal
Memaknai tawakal berdasarkan hadist, maka kita akan menemukan anjuran Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam untuk bekerja keras dan tidak sekedar bergantung pada doa. Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam sangat menghimbau kita mencari rezeki  meskipun harus merantau ke negeri seberang dan menyerahkan apapun hasilnya kepada Allah Subhanahu wa-ta’ala.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa-ta’ala yang artinya :
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (7) وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ (8)
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.“ (QS. Alam Nasyrah : 7-8).
Kebanyakan dari umat Islam yang condong mengutamakan pasrah sebagai bentuk tawakal mereka. Pasrah menyerahkan segala urusan kepada Allah Subhanahu wa-ta’ala tanpa ada upaya untuk menyelesaikannya. Misalnya, saat parkir kendaraan di depan masjid tanpa memberi kunci pengaman karena cukup pasrah akan kuasa Tuhan dalam menjaganya. Kasus lainnya, ketika seorang hamba cukup berdiam diri untuk berdzikir dan berdoa kepada Allah SWT  karena kesulitan membayar hutangnya. Dia pasrah kepada Allah yang maha kaya dan mengharap diberi kekayaan itu tanpa secuil upaya.
Ada kisah menarik ketika seorang lelaki datang ke masjid menunggangi kuda. Sesampainya di Masjid, ia menghadap Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam tanpa mengikat kudanya terlebih dahulu. Lelaki itupun berkata, “Aku melepaskan untaku, lalu bertawakal kepada Allah .”
Rasulullah pun bersabda, “Ikatlah untamu, kemudian bertawakallah kamu kepada Allah Subhanahu wa-ta’ala .” (HR. Tirmidzi).
Artinya tawakal itu bukanlah berarti kita meniadakan upaya, harus ada kerja konkrit dalam menjaga barang kita. Apabila bekerja harus ada usaha dalam mencapai hasil kerja yang terbaik, meski hasilnya itu hanya Allah lah yang menentukan. Sekelompok semut saja harus bekerjasama mengangkat makanan cadangan untuk disimpan ketika menemukan makanan sejauh apapun tempatnya. Seekor merpati pun harus terbang lagi mencari makan walau tuan pemiliknya telah meletakkan makanan di depan kandangnya.
Saatnya untuk merevisi pemahaman kita terhadap makna tawakal jika itu masih sebatas pengetahuan orang pada umumnya. Tawakal yang sesungguhnya akan menjadikan manusia senantiasa bekerja keras dan menyerahkan apapun hasilnya kepada Allah Subhanahu wa-ta’ala, Karena janji Allah pasti datang.
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaaq : 3).
Sabar
Teramat sering kata sabar masuk ke alam bawah sadar kita, terutama kala seseorang dalam keadaan terpuruk. Nasehat-nasehat yang datang dari berbagai penjuru akan senada dan seirama, sabar semua pasti ada hikmah-Nya atau sabar lebih baik ngalah karena ngalah belum tentu kalah. Kondisi ini menunjukkan lemahnya seseorang ketika keterpurukan itu mendera hidupnya. Dan begitulah fenomena yang ada dalam masyarakat muslim pada umumnya dalam memaknai sabar. Sabar hanya sebatas menahan diri dan menerima apa adanya yang sudah menjadi nasibnya.
Sementara makna sabar yang ada di dalam Al-Qur’an menuntut seseorang untuk senantiasa siap-siaga dalam segala kondisi, baik itu sedang berjaya maupun sedang terpuruk. Sabar dan terus menguatkan keimanan dengan tetap bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa-ta’ala (سبحانه و تعالى‎) demi meraih keberuntungan yang telah dijanjikan-Nya.
Demikian jelasnya firman Allah di dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat ke 200 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”
Teramat naïf jika seseorang mengatasnamakan sabar, dia senantiasa mengalah dan menahan diri dalam kesulitannya tanpa melakukan apapun sebagai upaya keluar dari kesulitan tersebut. Sedangkan sahabat Ali bin Abi Thalib telah menjelaskan bahwa orang yang mencapai derajat shabir (sabar) akan mengeruk pahala laksana mengeruk debu yang tak terhitung jumlahnya. Jadi, sabar menuntut seseorang untuk melakukan usaha secara terus-menerus dengan semangat dalam bekerja, walaupun kegagalan akan silih berganti menerpanya.
Qana’ah
Pemahaman masyarakat yang berkembang terkait makna Qana’ah sebatas menerima apa adanya. Fenomena yang umum kita jumpai di masyarakat sekarang ini terutama umat Islam. Banyak saudara-saudara kita seiman yang rutin bekerja berpuluh-tahun dengan upah yang segitu-gitu saja, mereka merasa cukup dengan rezeki yang telah Allah berikan itu. Jika demikian, maka umat Islam tak ubahnya hewan peliharaan yang dimanfaatkan tenaganya dan hanya diberi makan secukupnya oleh sang majikan.
Berbahayanya lagi jika Qana’ah ini diterapkan di pemerintahan negara liberal seperti Indonesia, sudah pasti rakyat kecil yang mayoritas muslim akan tertindas oleh pemimpin dzolim seperti yang terjadi sekarang ini. Menerima apa adanya semua aturan negara yang otoriter dengan pemimpinnya yang juga hanya mementingkan perutnya sendiri, menjadikan rakyat kecil semakin terkotak dalam keterpurukan tanpa jalan keluar. Qana’ah inilah yang mendoktrin rakyat agar tidak berani melakukan apapun meskipun sudah jelas para pemimpinnya curang dan munafik.
Semestinya, dengan Qana`ah kita dapat menghadapi kehidupan dengan kesungguhan yang energik dalam mencari rezeki. Berteguh hati dan fikiran terbuka serta mengharapkan pertolongan-Nya merupakan obat mujarab dalam menghindari segala keraguan dalam hidup. Berikut Allah Subhanahu wa-ta’ala tegaskan dalam firman-Nya yang artinya,
وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah: 105)
Begitulah teladan kita Rasulullah adalah manusia yang paling Qana’ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta kepada Allah Subhanahu wa-ta’ala (سبحانه و تعالى‎). agar diberikan qana’ah, beliau berdoa:
“Ya Allah berikan aku sikap qana’ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi).
Semoga seluruh umat Islam khususnya di Indonesia dapat segera bangkit dengan menggenggam sikap tawakal, sabar dan qana’ah untuk kembali merajut kejayaan. Dengan ber-tawakal, sabar dan qana’ah yang sesuai Al-Qur’an kita bangun etos kerja, mensejahterakan perekonomian umat, serta mendelegasikan diri untuk menjadi pemimpin yang amanah. Insya Allah impian berdirinya Islam kaffah akan segera terwujud, peradaban umat yang bermartabat pun mewarnai dunia layaknya zaman ke-khalifah-an dulu dengan ijin Allah, amin.