oleh Tim Kajian Dakwah Al Hikmah
alhikmah.ac.id – Perkembangan zaman yang begitu ganas seakan tidak memberi
ruang bagi penghuni bumi ini terbuai oleh hegemoni budaya hedonis. Tidak
terkecuali umat Islam yang memiki sejarah emas di masa lampau dan pada
perkembangannya menjadikan umat Islam itu sendiri terpuruk oleh gemerlap zaman
globalisasi.
Banyak faktor yang melandasi dan
mendorong miskinnya umat Islam di era modern sekarang ini, namun ada tiga hal
yang merupakan perintah Allah Subhanahu wa-ta’ala di dalam Al-Qur’an. Dan tiga
hal inilah yang menarik untuk kita bahas demi secercah pemahaman.
Di antara sekian banyak orang sering
salah memahami perintah Tawakal, Sabar dan Qana’ah yang begitu jelas tertuang
di dalam kitab suci Al-Qur’an, mengantarkan kita sebagai umat Islam semakin
terpuruk.
Pengertian Tawakal, Sabar dan
Qana’ah masih terbatas dalam sikap pasrah, menahan diri dan nrimo (menerima apa
adanya, red). Jika tawakal dimaknai sebatas pasrah maka tidak ubahnya katak
dalam tempurung yang diam menanti hujan, dan katak itu tidak akan pernah tahu
ada tempat yang basah di sekitarnya. Begitu juga dengan sabar yang jika hanya
diartikan menahan diri, sudah tentu definisi sederhananya adalah menahan diri
untuk tidak melakukan apapun. Diperparah lagi bila qana’ah diasumsikan hanya
sebagai menerima apa adanya, maka perbudakan tidak akan terhapuskan di muka
bumi.
Tawakal
Memaknai tawakal berdasarkan hadist,
maka kita akan menemukan anjuran Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam
untuk bekerja keras dan tidak sekedar bergantung pada doa. Rasulullah Shalallaahu
‘Alaihi Wasallam sangat menghimbau kita mencari rezeki meskipun harus
merantau ke negeri seberang dan menyerahkan apapun hasilnya kepada Allah Subhanahu
wa-ta’ala.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu
wa-ta’ala yang artinya :
فَإِذَا
فَرَغْتَ فَانْصَبْ (7) وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ (8)
“Maka apabila kamu telah selesai
(dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.“ (QS. Alam Nasyrah : 7-8).
Kebanyakan dari umat Islam yang
condong mengutamakan pasrah sebagai bentuk tawakal mereka. Pasrah menyerahkan
segala urusan kepada Allah Subhanahu wa-ta’ala tanpa ada upaya untuk
menyelesaikannya. Misalnya, saat parkir kendaraan di depan masjid tanpa memberi
kunci pengaman karena cukup pasrah akan kuasa Tuhan dalam menjaganya. Kasus
lainnya, ketika seorang hamba cukup berdiam diri untuk berdzikir dan berdoa
kepada Allah SWT karena kesulitan membayar hutangnya. Dia pasrah kepada
Allah yang maha kaya dan mengharap diberi kekayaan itu tanpa secuil upaya.
Ada kisah menarik ketika seorang
lelaki datang ke masjid menunggangi kuda. Sesampainya di Masjid, ia menghadap
Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam tanpa mengikat kudanya terlebih dahulu.
Lelaki itupun berkata, “Aku melepaskan untaku, lalu bertawakal kepada Allah .”
Rasulullah pun bersabda, “Ikatlah
untamu, kemudian bertawakallah kamu kepada Allah Subhanahu wa-ta’ala .” (HR.
Tirmidzi).
Artinya tawakal itu bukanlah berarti
kita meniadakan upaya, harus ada kerja konkrit dalam menjaga barang kita.
Apabila bekerja harus ada usaha dalam mencapai hasil kerja yang terbaik, meski
hasilnya itu hanya Allah lah yang menentukan. Sekelompok semut saja harus
bekerjasama mengangkat makanan cadangan untuk disimpan ketika menemukan makanan
sejauh apapun tempatnya. Seekor merpati pun harus terbang lagi mencari makan
walau tuan pemiliknya telah meletakkan makanan di depan kandangnya.
Saatnya untuk merevisi pemahaman
kita terhadap makna tawakal jika itu masih sebatas pengetahuan orang pada
umumnya. Tawakal yang sesungguhnya akan menjadikan manusia senantiasa bekerja
keras dan menyerahkan apapun hasilnya kepada Allah Subhanahu wa-ta’ala, Karena
janji Allah pasti datang.
وَيَرْزُقْهُ
مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً
Dan memberinya rezki dari arah yang
tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan
yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi
tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaaq : 3).
Sabar
Teramat sering kata sabar masuk ke
alam bawah sadar kita, terutama kala seseorang dalam keadaan terpuruk.
Nasehat-nasehat yang datang dari berbagai penjuru akan senada dan seirama,
sabar semua pasti ada hikmah-Nya atau sabar lebih baik ngalah karena ngalah
belum tentu kalah. Kondisi ini menunjukkan lemahnya seseorang ketika
keterpurukan itu mendera hidupnya. Dan begitulah fenomena yang ada dalam
masyarakat muslim pada umumnya dalam memaknai sabar. Sabar hanya sebatas
menahan diri dan menerima apa adanya yang sudah menjadi nasibnya.
Sementara makna sabar yang ada di
dalam Al-Qur’an menuntut seseorang untuk senantiasa siap-siaga dalam segala
kondisi, baik itu sedang berjaya maupun sedang terpuruk. Sabar dan terus
menguatkan keimanan dengan tetap bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa-ta’ala
(سبحانه و تعالى) demi meraih keberuntungan yang telah dijanjikan-Nya.
Demikian jelasnya firman Allah di dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat ke 200
yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah
kepada Allah, supaya kamu beruntung.”
Teramat naïf jika seseorang
mengatasnamakan sabar, dia senantiasa mengalah dan menahan diri dalam
kesulitannya tanpa melakukan apapun sebagai upaya keluar dari kesulitan
tersebut. Sedangkan sahabat Ali bin Abi Thalib telah menjelaskan bahwa orang
yang mencapai derajat shabir (sabar) akan mengeruk pahala laksana mengeruk debu
yang tak terhitung jumlahnya. Jadi, sabar menuntut seseorang untuk melakukan
usaha secara terus-menerus dengan semangat dalam bekerja, walaupun kegagalan
akan silih berganti menerpanya.
Qana’ah
Pemahaman masyarakat yang berkembang
terkait makna Qana’ah sebatas menerima apa adanya. Fenomena yang umum kita
jumpai di masyarakat sekarang ini terutama umat Islam. Banyak saudara-saudara
kita seiman yang rutin bekerja berpuluh-tahun dengan upah yang segitu-gitu
saja, mereka merasa cukup dengan rezeki yang telah Allah berikan itu. Jika
demikian, maka umat Islam tak ubahnya hewan peliharaan yang dimanfaatkan
tenaganya dan hanya diberi makan secukupnya oleh sang majikan.
Berbahayanya lagi jika Qana’ah ini
diterapkan di pemerintahan negara liberal seperti Indonesia, sudah pasti rakyat
kecil yang mayoritas muslim akan tertindas oleh pemimpin dzolim seperti yang
terjadi sekarang ini. Menerima apa adanya semua aturan negara yang otoriter
dengan pemimpinnya yang juga hanya mementingkan perutnya sendiri, menjadikan
rakyat kecil semakin terkotak dalam keterpurukan tanpa jalan keluar. Qana’ah
inilah yang mendoktrin rakyat agar tidak berani melakukan apapun meskipun sudah
jelas para pemimpinnya curang dan munafik.
Semestinya, dengan Qana`ah kita
dapat menghadapi kehidupan dengan kesungguhan yang energik dalam mencari
rezeki. Berteguh hati dan fikiran terbuka serta mengharapkan pertolongan-Nya
merupakan obat mujarab dalam menghindari segala keraguan dalam hidup. Berikut
Allah Subhanahu wa-ta’ala tegaskan dalam firman-Nya yang artinya,
وَقُلِ
اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا
كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu,
maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,
dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan
yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah: 105)
Begitulah teladan kita Rasulullah
adalah manusia yang paling Qana’ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak
zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun
demikian beliau masih meminta kepada Allah Subhanahu wa-ta’ala (سبحانه و
تعالى). agar diberikan qana’ah, beliau berdoa:
“Ya Allah berikan aku sikap qana’ah
terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan
gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR
al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi).
Semoga seluruh umat Islam khususnya
di Indonesia dapat segera bangkit dengan menggenggam sikap tawakal, sabar dan
qana’ah untuk kembali merajut kejayaan. Dengan ber-tawakal, sabar dan qana’ah
yang sesuai Al-Qur’an kita bangun etos kerja, mensejahterakan perekonomian
umat, serta mendelegasikan diri untuk menjadi pemimpin yang amanah. Insya Allah
impian berdirinya Islam kaffah akan segera terwujud, peradaban umat yang
bermartabat pun mewarnai dunia layaknya zaman ke-khalifah-an dulu dengan ijin
Allah, amin.